Halaman

Kamis, 23 April 2020

Berbagilah Kebaikan Untuk Berbahagia


“Saya Berbagi bukan karena saya kaya, tapi karena saya tahu dan pernah merasakan rasanya tidak punya.”
-Anonim-
"Seorang tentara berbagi makanan untuk anak kecil" (Sumber :pexels.com)

            Momentum ramadhan tahun ini kemungkinan besar tidak akan seperti suasana pada ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Bencana pandemi n-Covid 19 atau populer disebut dengan virus corona yang muncul diseluruh dunia tidak terkecuali Indonesia, telah mengubah tatanan dunia. Ya, bagaimana tidak? Travelling yang awalnya sebuah perbuatan sah-sah saja karena bagian dari hijrah dan mencari nafkah, kini menjadi pobia. Bahkan bersilaturahim dan berkumpul bersama seperti solat berjamaah dan berbuka bersama akan  menjadi media penularan corona. Suatu hal yang awalnya suatu sunah, ramadhan kali ini bisa menjadi dosa, semua karena corona.

            Hal yang paling menyedihkan dari corona atau covid-19 ini selain sudah banyak korban yang meninggal dunia dan menderita positif corona adalah jumlah kemiskinan yang bertambah. Prediksi ekonomi untuk satu tahun mendatang yaitu Indonesia akan mengalami badai resesi dan badai pengangguran.  Estimasi tingkat pengangguran akan bisa naik diatas 7 persen artinya akan bertambah sekitar 2,5 juta orang sampai akhir tahun (IDN Times,2020). Hal ini sudah mulai terasa ketika pemerintah menyampaikan himbauan WFH (Work From Home) dan penerapan siswa belajar dirumah. Terlebih dengan pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dimana masyarakat harus berdiam dirumah dan melakukan Physical Distancing. Pemberlakuan aturan-aturan ini membuat beberapa kalangan masyarakat harus kehilangan mata pencahariannya. Beberapa karena PHK, sedang yang lain kehilangan pelanggannya.

"Berbuka bersama" (Sumber: pexels.com)

            Keadaan menyedihkan saudara-saudara kita ini mengetuk hati pemerintah dan orang-orang berpunya untuk membantu mereka. Bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung telah dilakukan melalui berbagai saluran. Meski kadang ada yang terlewatkan karena salah sasaran. Perilaku berbagi harus kita budayakan karena ini adalah bagian budaya warisan nenek moyang dan sangat sesuai dengan semangat Pancasila dan Islam. Banyak dari kita berpikir “ Saya senang dan terharu melihat orang berbagi, karena bisa berbagi kebahagiaan untuk orang lain. Kapan saya bisa begitu?” Hai.. kenapa harus menunggu kapan? Sekarang juga bisa, kalau kamu mau. Tidak perlu menunggu kaya. Lakukan saja sebisanya walau itu dalam bentuk dan jumlah materi yang kecil. Tidak perlu menunggu kaya untuk berbagi, tapi berbagilah maka kamu akan kaya baik berupa zakat, infaq, maupun  sedekah.

        Pengalaman saya  berbagi saat sempit juga pernah dirasakan saat mengundurkan diri dari perusahaan swasta yang kala itu tidak diperbolehkan berjilbab. Tapi karena sudah mantap ingin hijrah, maka saya memutuskan untuk mengundurkan diri. Dari sisa pesangon dimanfaatkan untuk bertahan hidup dan bersedekah semampunya. Hingga Allah menjawab doa saya dengan lulus tes CPNS sekali langsung diterima setelah menganggur dulu selama satu tahun. Berdasarkan pengalaman ini saya mengajak pembaca untuk berani memberi atau berbagi dalam keadaan sempit, seperti dalam keadaan pandemic corona ini. Karena dari situ kita tidak tahu apa yang akan diberikan oleh Allah sebgai penggantinya.Berbagi dalam kesempitan juga telah dijelaskan dalam Al-Quran :

"Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." (At-Thalaq Ayat 7).

            Ayat diatas menunjukkan bahwa Allah melalui Quran menghimbau kita dalam keadaan susahpun mesti tetap mau memberi. Tak hanya itu, Allah juga menjanjikan balasan yang besar tidak hanya diakhirat yang belum terlihat, namun juga didunia. Walau tidak langsung berupa harta, namun keberkahan yang membuat hidup berkah, tenang, damai dan bahagia.

Rory Asyari berbagi untuk Dhuafa (sumber : dompetdhuafa.org)

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah maha luas (karunia-Nya) lagi maha mengetahui." (Al-Baqarah ayat 261)

            Bulan ramadhan ini mewajibkan kita berpuasa. Puasa memiliki hikmah dibaliknya yaitu menahan lapar haus dan segala tindakan yang tidak mulia lainnya. Hal tersebut agar kita paham bagaimana perasaaan orang fakir miskin yang menahan lapar-dahaga. Fakir-miskin melakukan puasa lebih sering bukan sekadar menjalankan ibadah namun karena terpaksa tak ada makanan. Merasakan perasaan menderita seperti ini tentunya mengasah kepekaan sosial kita terhadap penderitaan orang lain agar kita memiliki rasa kasih sayang untuk berbagi kebaikan terhadap sesama.

            Melalui dompet dhuafa kita diajak untuk peduli pada kemanusiaan. Karena Dompet Dhuafa memiliki 5 pilar program utama yang memiliki tujuan besar dalam mengentaskan kemiskinan. Pendidikan, Dompet Dhuafa berkomitmen menyediakan akses pendidikan seluas-luasnya untuk kaum dhuafa. Kesehatan, Dompet Dhuafa di program kesehatan, mendirikan berbagai lembaga kesehatan yang bertujuan untuk melayani seluruh mustahik dengan sistem yang mudah dan terintegrasi. Ekonomi, Dompet Dhuafa memberdayakan masyarakat bebasis potensi daerah untuk mendorong kemandirian umat. Sosial dan Dakwah, Dompet Dhuafa merespon cepat permasalahan masyarakat sesuai dengan kebutuhanya. Budaya, Dompet Dhuafa tidak akan melupakan budaya yang merupakan warisan leluhur zaman dulu yang mengandung nilai-nilai kebaikan.

            Dengan komitmen yang kuat ini menunjukkan bahwa dompet dhuafa amanah dalam menyampaikan zakat dan sedekah dari masyarakat untuk kaum dhuafa. Bilapun kita belum mampu untuk berbagi materi yang besar seperti yang lain, setidaknya mari kita mengajak orang untuk berbagi kebaikan. Sebagaimana firman Allah :

"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali (bisik-bisikan) orang yang menyuruh bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mendamaikan di antara manusia. Dan siapa yang berbuat demikian dengan maksud mencari keridhoan Allah, tentulah Kami akan memberi kepadanya pahala yang amat besar." (An-Nisa Ayat 114)

            Mari kita berbagi kebaikan mulai dari materi dan juga informasi yang bermanfaat bagi umat. Karena dengan berbagi kebaikan akan mendapat pahala yang sangat besar diakhirat dan membawa kedamaian di dunia. 
Wallahu a’lam.

 Referensi :
·       Al-Quran
·     Dompet Dhuafa,2020. Program Kami. http://www.dompetdhuafa.org/ diakses pada tanggal 23 April 2020

· Pradana,Hana Adi.2020. Resesi Ekonomi Global Mengancam, Ini Dampak Buruknya ke Indonesia. https://www.idntimes.com/business/economy/hana-adi-perdana-1/resesi-ekonomi-global-mengancam-ini-dampak-buruknya-ke-indonesia/3, diakses pada tanggal 23 April 2020


“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa”

Selasa, 21 April 2020

Menguatkan Pendidikan Perempuan Untuk Membangun Generasi Unggul Masa Depan


“If I had a choise of educating a boy or a girl, I would educate the girl. If you educate a boy, you educate one. If you educate a girl, you educate a generation.”
 –Brigham Young-


Sumber : pexels
            Budaya patriarki telah melekat diberbagai kebudayaan di seluruh dunia. Hal ini tentu saja menimbulkan diskriminasi terhadap perempuan tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Padahal pendidikan merupakan kunci utama untuk mencapai pengetahuan, karir, dan kehidupan yang lebih baik. Terlebih bagi seorang perempuan yang merupakan calon ibu yang melahirkan dan menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya, pendidikan menjadi hal yang sangat penting. Sebagaimana yang disampaikan Brigham Young bahwa mendidik perempuan sama dengan mendidik satu generasi. Ungkapan tersebut membuktikan betapa pentingnya pendidikan bagi perempuan karena perannya sebagai ibu yaitu madrasah/sekolah pertama anak-anaknya.
            Namun pada implementasinya, kesetaraan perempuan baik dalam politik dan pendidikan masih dipandang sebelah mata. Peran ibu yang luhurpun masih mendapat diskriminasi oleh masyarakat, terlebih bila sang ibu lulusan sarjana atau bahkan master namun memilih fulltime bekerja sebagai ibu rumah tangga .Ya, para tetangga masih memberikan celaannya seperti kata-kata “ Percuma sekolah tinggi kalau cuma sekedar jadi ibu rumah tangga”. Seolah berpendidikan tinggi adalah untuk bekerja, padahal pendidikan pada intinya adalah untuk menuntut ilmu, mencerahkan pikiran, dan memberi makna pada kehidupan.
            Di daerah perkotaan, berapa banyak ibu rumah tangga yang tidak bekerja secara formal namun tetap berpenghasilan karena ilmunya dimanfaatkan untuk bisnis online atau UKM? Berapa banyak pula yang suaminya memilih berhenti bekerja karena membantu bisnis istrinya yang berkembang pesat di rumah? Stereotype-stereotype bahwa berpendidikan tinggi harus bekerja seperti ini yang perlu ditanggalkan oleh masyarakat tentang makna pendidikan bagi perempuan. Pendidikan tidak sekedar untuk bekerja, melainkan adalah  untuk berpengetahuan dan berpenghasilan. Ibu yang bisa memperkuat rumah tangga, baik bekerja didalam maupun diluar rumah. Serta menjadi ibu yang berbagi peran dengan Ayah baik secara ekonomi maupun ideologi.


Sumber : Pexels
            Mengapa saya mengatakan berbagi peran baik secara ekonomi dan ideologi?  Karena ketidaksetaraan jender seolah sudah terwariskan dalam alam bawah sadar perempuan maupun laki-laki. Sehingga meskipun perempuan sudah melakukan pekerjaan karir, pekerjaan rumah tangga tetap menjadi tugasnya atau melakukan double job. Hal ini sudah terdogma dari dulu kala bahwa laki-laki bekerja di sektor publik sedang perempuan bekerja di sektor domestik. Walau sesungguhnya peran tersebut dapat dinegosiasikan dan saling berbagi antara ayah dan ibu.
            Berbeda dengan stereotype pendidikan perempuan di perkotaan yang harus melakukan double job, daerah pedesaaan mengalami dilema yang berbeda. Paradigma lama yang mengharuskan perempuan bekerja di sektor domestik, masyarakat desa tidak mengutamakan pendidikan bagi perempuan. Hal inilah yang paling menghambat kemajuan bangsa. Betapa tidak? Kasus dipedesaan rata-rata adalah permasalahan klasik seperti hamil diusia terlalu muda yang berakibat pada tingginya kematian ibu hamil, perceraian dini, anak-anak stunting/ kerdil, balita kurang gizi, dan lemahnya berpikir bagi anak-anak yang dilahirkan sehingga tidak memiliki potensi untuk memperbaiki nasib rendahnya sosial ekonomi keluarga.
            Selain itu, rendahnya pendidikan dan perekonomian rumah tangga, terkadang memaksa beberapa perempuan menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal. Berbeda dengan PMI legal yang telah dibekali kemampuan/keahlian dan mendapat izin resmi oleh negara, PMI illegal ini berpotensi membahayakan nasibnya sendiri, dan bahkan menjatuhkan harga diri bangsa Indonesia karena kekurangcerdasannya. Berapa banyak kasus PMI – PMI di negara lain yang harus menderita karena kurang pendidikan sehingga tidak menerima gaji? Tak hanya itu, bahkan beberapa harus dihukum mati di luar negeri karena mudah dibohongi dan tidak pandai beradaptasi? Ternyata tidak hanya berkisar dalam hitungan jari atau daapt dikatakan sering kali terjadi.
            Dari semua ini, hal yang perlu kita camkan bersama, seperti yang dikatakan Najwa Shihab juga bahwa “Tak ada pemberdayaan lebih kekal berkelanjutan, tanpa melibatkan perempuan.” Karena bagaimanapun berdasar jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 setidaknya ada 134,27 jiwa perempuan dari total 269,6 juta jiwa.  Dari jumlah tersebut, artinya perempuan adalah hampir 50% dari jumlah warga negara Indonesia secara keseluruhan. Setengah jumlah populasi memilki peran signifikan untuk menopang pembangunan. Maka perlu adanya penguatan peran perempuan diberbagai bidang, seperti politik dengan memenuhi kuota anggota legislatif dan eksekutif minimal 30%.  Penguatan peran dalam bidang ekonomi bisnis UKM yang memberikan lapangan pekerjaan sampai 93% penduduk Indonesia. Dan tentunya masih banyak lagi bidang kehidupan lainnya yang perlu peran serta perempuan juga.


Sumber : Educenter.id
            Saya mendukung program dari EduCenter sebagai mall edukasi pertama di Indonesia, menyadari pentingnya pendidikan untuk mengejawantahkan penyetaraan gender serta menguatkan peran perempuan di masyarakat luas. Perubahan besar tidak akan terjadi tanpa suatu langkah kecil.  Sekecil apapun tulisan tersebut, saya memilik harapan yang sama dengan EduCenter yaitu berharap akan adanya perubahan postitif didunia ini. Dimulai dari karya tulis sederhana ini,semoga menjadi salah satu saluran inspirasi bagi orang-orang lainnya di luar sana dalam bidang pendidikan. Penguatan  peran  dan kesetaraan dalam bidang pendidikan adalah yang terutama, karena cikal bakal kesetaraan dari berbagai sektor yang akan mendukung cita-cita bangsa untuk mewujudkan generasi unggul masa depan Indonesia.
#educenterid

Referensi:

Kata Data, 2020. Inilah Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia 2020. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/01/02/inilah-proyeksi-jumlah-penduduk-indonesia-2020. Diakses tanggal 20 April 2020

Minggu, 19 April 2020

SKPD-SKPD Kuningan Belum Optimal Dalam Upaya Pencegahan Bahaya Narkoba


Kuningan – Tertangkapnya dua oknum PNS pada senin 13 April lalu tentunya mencoreng nama baik birokrasi terutama tempat kerja yang menaungi mereka. Momen kewaspadaan sosial terhadap virus corona atau covid-19 nyatanya tidak membuat jera pelakunya. Alih-alih bertaubat dan melakukan rehabilitasi malah dimanfaatkan untuk menyalahgunakan narkoba karena menganggap aparat berwajib tidak mengawasi dengan ketat. Kondisi seperti ini menimbulkan keprihatinan banyak pihak terutama BNN Kabupaten Kuningan sebagai leading sektor P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika).

Sumber : release terbit di Kabar Cirebon

Menurut Kepala BNN Edi Heryadi, M.Si, BNN Kabupaten telah mendorong SKPD-SKPD di Kuningan untuk menyukseskan upaya P4GN. Sebagian telah melaksanakan, namun sebagian besar yang lain masih belum optimal. Upaya P4GN yang dimaksud adalah Sosialisasi dan diseminasiinformasi P4GN, diadakan tes urine secara rutin dilingkungan SKPD masing-masing, dan terdapat satgas anti narkoba di masing-masing instansi. Ketiga hal tersebut merupakan patokan utama untuk menghindarkan karyawan dalam hal ini PNS dari bahaya narkoba.

            
Edi juga menjelaskan pada dasarnya upaya tersebut bukan tanpa dasar melainkan sudah diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan berbagai turunan antara lain sebagai berikut :
1. Surat Edaran Menteri PANRB No. 50 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencegahan Dan Pemberantasan Penyalahgunaan Dan Peredaran Gelap Narkotika Dan Prekursor Narkotika Di Lingkungan Instansi Pemerintah.
2. Inpres No. 6 Tahun 2018 Tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN) Tahun 2018-2019
3.Perda Kabupaten Kuningan No.2 Tahun 2018 Tentang P4GN

Sumber : release terbit di Fajar Cirebon

           
Rujukan-rujukan diatas merupakan dasar yang kuat bagi SKP-SKPD untuk menyediakan anggaran dalam upaya menwujudkan P4GN dilingkungan instansi masing-masing. Bila P4GN dapat berjalan optimal, maka kejadian yang tidak diinginkan yaitu penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dikalang ASN tidak akan terjadi lagi dimasa yang akan datang. (NK)




Rabu, 15 April 2020

Penyalahguna Narkoba Lebih Rentan Terinfeksi Corona?

Munculnya N-Covid-19 atau populer disebut dengan virus corona di Wuhan Cina pada akhir tahun lalu, telah mengubah berbagai tatanan kehidupan dunia terutama sektor ekonomi.  Kebijakan pemerintah diberbagai negara untuk memutus rantai penyebaran virus membuat berbagai lini bisnis mengalami kerugian, tidak terkecuali bisnis narkoba. Dilansir dari Kompas 6 April 2020, kartel narkoba Meksiko  mengalami kelangkaan bahan baku sehingga menyulitkan produksi yang berimbas pada harga. Contohnya harga sabu yang biasanya 200 dolar AS per kilogram kini mengalami kenaikan hingga 600% yaitu 1.200 dolar AS.

           
Lalu bagaimana nasib supply untuk pecandu narkoba di Indonesia? Bila harga tingkat global mengalami kenaikan yang sangat signifikan, harga tersebut akan lebih diperparah oleh penurunan rupiah terhadap dolar yang kini mencapai 16.000 per dolarnya. Maka dari itu ada baiknya para pecandu atau pemakai narkoba berpikir ulang untuk tetap menggunakan narkoba dengan mahalnya harga ini. 


Kesulitan mendapat narkoba juga berlipat terlebih dengan resiko terpaparnya corona dari pengedar. Tidak dapat dipungkiri bahwa pecandu narkoba akan lebih rentan tertular corona karena lebih ceroboh baik dalam membeli, mengkonsumsi atau berkomunikasi dengan pengedar maupun sesame pecandu. Ketagihan atau kecanduan akan narkoba yang berlebih membuat pecandu tidak memiliki nalar atau logika untuk menahan diri dirumah atau stay at home karena kebutuhan yang sangat mendesak.

Dari kesulitan-kesulitan ini, ada baiknya pecandu untuk berpikir jernih agar tidak semakin mempersingkat hidup dengan terinfeksi corona melalui narkoba. Berbeda dengan narkoba yang masa inkubasinya tergantung pada konsumsi, dosis, dan waktu, corona sangat bergantung pada imunitas tubuh manusia yang pada manusia sehat umumnya 14 hari, sedangkan orang sakit bisa kurang dari itu. Bila tubuh sudah dirusak dulu dengan narkoba, sama halnya orang sakit imunitaspun lebih lemah  dan corona akan dengan mudah menginfeksi para penyalahguna narkoba ini. Maka Jaga kesehatan dan imunitas dari corona dengan stop pakai narkoba. (NK)