Halaman

Senin, 14 Desember 2020

Mengantisipasi Kesulitan Hidup Bagi Orang Miskin 2021

 

Jika sebelumnya saya lebih sering menulis artikel untuk orang yang mampu dalam rangka mengeluarkan hartanya bagi sesama, kali ini saya ingin menulis untuk saudara-saudara kita yang miskin. Tujuannya agar tidak putus asa mengambil jalan meyimpang seperti dagang narkoba, melacur, atau bahkan bunuh diri. Meskipun pemerintah telah banyak memberikan bantuan sosial, pasti diantara jutaan penduduk ada yang terlewatkan. Terlebih dengan ditemukannya kasus korupsi alias banyak disunat sehingga bisa jadi bagi sebagian orang tidak memenuhi kebutuhan. Kesulitan ekonomi ini Nampak dari pemberitaan kejadian bunuh diri seorang ibu muda dengan sebelumnya meracuni ketiga anaknya hingga tewas. Meskipun disinyalir punya masalah kesehatan mental sebelumnya (Detiknews, November 2020)


Vaksin mungkin memberi optimisme namun tidak menyelesaikan masalah dalam waktu singkat. Terutama masalah yang sudah ada sejak sebelum ada covid. Sebelum vaksin teruji efektif untuk semua lapisan masyarakat, tetap masyarakat perlu waspada melindungi diri secara optimal. Karena datanya kecenderungan covid masih naik, pemakaman diperluas karena tingginya kematian, dan pemerintah logis tak akan PSSB total seperti sebelumnya. Sisi positif dengan pernah adanya PSBB total sebaiknya dijadikan momen upgrade diri sekaligus training melindungi dan peduli pada diri sendiri.





Belajar dari perisitiwa covid 2020 ini, faktanya juga sejak pandemi covid membuat angka perceraian meningkat (detiknews, November 2020) karena istri tidak puas dengan nafkah lahir / ekonomi yang tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga. Demikian pula kasus KDRT (Kompas, Juni 2020) atau kasus lain yang tidak kelihatan dipermukaan seperti LGBT (detiknews, September 2020) dan pelacuran terutama pada anak di bawah umur (Suara, November 2020). Hal ini juga berlaku untuk peredaran narkoba secara illegal (Tribunnews, Juni 2020) yang meningkat. Lalu bagaimana jika kita adalah orang miskin namun tak ingin terjerat dalam lubang kemaksiatan yang membawa kita ke neraka?


Pernah ga ada orang miskin yang bertanya demikian? Karena pada umumnya orang yang melakukan penyimpangan memberikan pembenaran argumen dari penderitaanya. Meski banyak juga yang masih mendengar hati nuraninya sehingga karena urusan perut maka mereka melakukan maksiat dengan dalih terpaksa. Menjadi rakyat kecil kadang sudah memiliki mental block bahwa tidak ada tempat mengadu atas penderitaanya dan tak ada siapapun yang menolong. Padahal, sebenarnya bantuan itu banyak, baik dari pemerintah, lembaga keagamaan, LSM bahkan masyarakat biasa yang dermawan.


Saya akan memberi contoh kasus salah satu teman saya yang beberapa minggu lalu mendapat musibah kekerasan dari mantan pacarnya. Tidak saya sarankan langsung lapor ke kantor polisi, melainkan ke lembaga perlindungan perempuan di daerah setempatnya agar mendapat pendampingan. Hal ini juga berlaku bagi orang yang kelaparan  bisa menghubungi dinas sosial, badan amal-zakat baik, perangkat desa, dan sebagainya. Bilamana bansos yang sebelumnya tidak dapat dijangkau karena tidak tercatat sebagai miskin yang disantuni. Padahal miskin bisa mendadaak terutama bila usaha langsung bangkrut. 


Ketidaktahuan-ketidaktahuan seperti ini yang kadang membuat saya prihatin hilangnya nyawanya manusia secara sia-sia. Masih mending Khusnul Khotimah, kalau dia mati dalam keadaan maksiat kan sudah sengsara di dunia masih menderita di akhirat. Seperti kisah-kisah ABG-ABG wanita yang melahirkan sendiri / mengaborsi dan membuang bayinya adalah karena dia merasa tidak aman dengan akibat dosa sendiri dan judgment dari masyarakat. Tidak jarang mereka meregang nyawa juga dalam usaha tersebut. Sedangkan laki-lakinya tidak bertanggung jawab, hal ini dikarenakan kematangan seksual mendahului kematangan intelektual. Tanpa didasari kecerdasan spiritual dan emosional apalagi kemampuan material.





Di zaman yang penuh fitnah dan cobaan terutama dari media yang bisa diakses kapanpun oleh siapapun dan ke/dimanapun. Masyarakat perlu melakukan usaha tak hanya preventif, melainkan juga kuratif. Seperti di Amerika yang menyediakan lembaga sosial bagi wanita muda yang “dibuang” oleh lingkungan karena aibnya. Contoh kasus ibu Justin Bieber yang ditampung oleh rumah singgah bagi wanita hamil diluar nikah tanpa tanggung jawab laki-lakinya. Dengan adanya lembaga yang menampung wanita-wanita muda hamil diluar nikah secara sememntara ini, punya efek positif yaitu mereka punya tempat bernaung minimal sampai diterima keluarga/ masyarakatnya. Atau paling tidak hingga melahirkan anaknya dan bekerja dengan cara yang lebih bersahaja seperti ART dan sebagainya. Hal ini juga untuk mencegah usaha bunuh diri sekaligus mengantisipasi tumbuh pesatnya dunia prostitusi dari wanita-wanita putus asa seperti ini.  Mengapa saya menyarankan hal ini? karena datanya hubungan seksual diluar nikah di Indonesia cukup tinggi (Liputan6,Juli 2019), yang kemudian bila tanpa pengaman (alat kontrasepsi), perempuan adalah pihak yang paling dirugikan. Mungkin sudah ada rumah penampungan sosial bagi mereka, tapi bisa jadi belum tersosialisasikan dan terjangkau oleh mereka yang rentan.


Akhir kata, setiap manusia bisa melakukan kesalahan, namun jangan jadikan itu sebagai alasan pembenaran untuk berbuat penyimpangan bahkan kejahatan lebih jauh lagi. Dan yang perlu dipahami oleh masyarakat, bukan himbauan untuk mengizinkan apalagi memaklumi (karena gimanapun kemaksiatan sumber bencana alam), melainkan memaafkan dan memberi kesempatan untuk bertaubat dan kembali ke jalan yang benar.


 

Wallahu a’lam Bisshowab



 Referensi :

https://news.detik.com/berita/d-5260931/misteri-tersisa-dari-wanita-gantung-diri-racuni-3-anak-sendiri

https://news.detik.com/berita/d-5266413/menag-angka-perceraian-meningkat-selama-covid-19

https://nasional.kompas.com/read/2020/06/03/21392401/komnas-perempuan-kdrt-meningkat-selama-pandemi-covid-19-mayoritas-korban?page=all

https://jakarta.suara.com/read/2020/11/18/105104/prostitusi-anak-marak-saat-corona-rata-rata-dijual-mucikari-lewat-online

https://www.tribunnews.com/nasional/2020/06/13/transaksi-narkoba-via-online-meningkat-selama-pandemi-covid-19-paling-banyak-gorila-dan-sabu

https://news.detik.com/berita/d-5156312/terlalu-ada-pesta-gay-di-kuningan-jaksel-saat-pandemisi :

http://news.djournalist.com/read/2018/04/11/2573/diduga-aborsi-mahasiswi-uin-meregang-nyawa

https://www.liputan6.com/health/read/4016841/riset-33-persen-remaja-indonesia-lakukan-hubungan-seks-penetrasi-sebelum-nikah#


 

Minggu, 13 Desember 2020

Membeli Usia Agar Lolos Dari Intaian Kematian Covid

 

Tulisan mengenai covid sudah banyak saya tulis terutama di blog Kompasiana berikut ini judul-judul beserta tautannya. 


Pemerintah Perlu Segera Siapkan Skenario Penanganan Covid


Terbalik


Pasien (Masyarakat) Bebal


Psikosomatis Covid-19 : Melindungi Kesehatan Mental Tak Kalah Pentingnya dengan Physical Distancing


Fakta Sila Kedua : Apakah Kurang Rasa Kemanusiaan?


Istimewanya Belahan Dunia Selatan Kebal Corona


BUkti Positive Thinking dan Positive Feeling menekan laju positif corona


Saatnya Lebih Agresif dalam Penangan Covid


Merayakan Lebaran dalam Kondisi New Normal


New Normal Menyentil Manusia


New Normal Bagi Koruptor


Alasan saya menulis lagi tentang covid karena prihatin semakin terbatasnya TPU khusus covid hingga membuat pemerintah daerah DKI Jakarta memperluas terus. Kasihan juga sama tukang gali kuburnya karena sehari mengubur jenazah 8-11 jasad. Walau ada kemungkinan kecurangan Rumah Sakit meng-covid-kan pasien yang meninggal normal. Tapi saya positive thinking aja. Klo iya, biar itu jadi urusan dia dan Tuhannya. Yang terpenting yang masih bisa untuk hidup lebih lama, kita perjuangkan dengan berbagai jalan yang halal.


Sebenarnya tulisan kali ini tidak terlalu berbeda jauh dengan sebelum2nya tapi saya lampirkan dalam bentuk cerita supaya lebih membumi dan mengena. Bahwa sepaten-patennya maut, ada kalanya flexible juga. Seperti apa gambaran membeli usia dalam pandangan Islam dan kejawen?


Gambar : Makam (sumber :99.co)



Berikut ini kisah Nabi Ibrahim dan Pemuda yang ditunda kematiannya

Suatu hari, Malaikat Kematian mendatangi Nabi Ibrahim, dan bertanya, “Siapa anak muda yang tadi mendatangimu wahai Ibrahim?”

“Yang anak muda tadi maksudnya?” tanya Ibrahim. “Itu sahabat sekaligus muridku.”

“Ada apa dia datang menemuimu?”

“Dia menyampaikan bahwa dia akan melangsungkan perkahwinannya esok pagi.”

“Wahai Ibrahim, sayang sekali, umur anak itu tidak akan sampai esok pagi.” Selesai berkata seperti itu, Malaikat Kematian pergi meninggalkan Nabi Ibrahim. Hampir saja Nabi Ibrahim tergerak untuk memberitahu anak muda tersebut, untuk menyegerakan perkawinannya malam ini, dan memberitahu tentang kematian anak muda itu besok. Tapi langkahnya terhenti. Nabi Ibrahim memilih kematian tetap menjadi rahasia Allah.

Esok paginya, Nabi Ibrahim ternyata melihat dan menyaksikan bahwa anak muda tersebut tetap boleh melangsungkan perkawinannya.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun, Nabi Ibrahim malah melihat anak muda ini panjang umurnya.

Hingga usia anak muda ini 70 tahun, Nabi Ibrahim bertanya kepada Malaikat Izrail, apakah dia berbohong tempoh hari sewaktu memberitakan bahwa anak muda itu umurnya tidak akan sampai besok pagi?

Malaikat Kematian menjawab bahawa dirinya memang akan mencabut nyawa anak muda tersebut, tapi Allah menahannya.

“Apa sebab yang membuat Allah menahan tanganmu untuk tidak mencabut nyawa anak muda tersebut, dulu?”

“Wahai Ibrahim, di malam menjelang perkawinannya, anak muda tersebut menyedekahkan separuh dari kekayaannya. Dan ini yang membuat Allah memutuskan untuk memanjangkan umur anak muda tersebut, hingga engkau masih melihatnya hidup.”

Kematian memang di tangan Allah. Justru itu, mempercepat dan melewat kematian adalah hak Allah. Dan Allah memberitahu pada Rasul-Nya, Muhammad bahwa sedekah itu dapat memanjangkan umur. Jadi, sesuatu yang dapat menunda kematian, itu adalah…sedekah.

 

             

   Sedekah hanyalah salah satu media (wasilah) menunda kematian. Walaupun diantara kalian sudah sedekah optimal tapi masih mati juga, ya minimal bekal akhirat yang lumayan, kan?? Hehe. Setidaknya dengan cerita ini bagi yang kemarin2 masih berat mengeluarkan jadi lebih semangat. Bagaimana kalau ada pertanyaan : Saya ingin membeli usia lebih lama dengan cara lain selain sedekah, ada gak ya? Kan saya makan aja susah malah perlu disedekahin. Kalau kamu makan susah tapi masih punya tanah, ya ga susah2 amatlah. Baiklah, ada cara lain  dan ini berdasarkan pengalaman dengan penyintas alias survivor takdir kematian. Tapi singkat aja, kalo panjang entar jadinya cerpan (cerita panjang). haha Ya mungkin boleh aku improve sendiri nanti dicritain lagi dengan cara yang seru.

 



Saat itu saya masih bekerja asal bisa gajian walau ga seberapa tapi hikmahnya terbekas sampai sekarang. Menjadi marketing door to door ke kantor mempertemukan saya dengan seorang ibu paruh baya panggil saja angel (Enjel) PNS namun punya bisnis garmen. Bukannya saya closing tapi dicritain ajaibnya ilmu kejawen. Awalnya cerita kalau sedang mengalami penipuan dari salah satu Bank dimana ada pinjaman oknum mengataskan namanya padahal dia ga nrima uangnya. Sampai seketika sampailah pada cerita inti yaitu saat dia masih muda pernah ditebak oleh orang pintar bahwa hidupnya ga akan lama lagi.

 

Menurut penuturan beliau, orang pintar (termasuk beberapa jenis kemampuan anak indihome) orang yang akan meninggal dapat terlihat dikeningnya yaitu tanda pekat/gelap/hitam/semacamnya). Orang pintar ini tiba2 dengan senang memberi tahu wejangan untuk melakukan tirakat puasa putih selama 40 hari mulai dari besok. Ya, males banget ya puasa 40 hari , putih lagi. Tapi karena bapak pintar ini serius, dia turuti.

 

Sampailah di hari ke 40 dia mau pulang ke kampung halamannya, disinilah seharusnya mautnya menjemput dengan bus yang ditumpangi. Selama dalam perjalanan hatinya tak tenang, ada teriakan untuk menyuruhnya turun. Tapi logika tidak mengizinkan. “Lo turun disini, kagak ada bus lagi.” Tapi teriakan itu malah makin kencang “TURUN SEKARANG!”. Kemudian Angel teriak “Pak Sopir saya turun". Berhentilah si sopir dan dia diturunkan. Tapi akal sehatnya kembali lagi, terus memanggil bus itu buat naik lagi. Labil banget kan? Si sopir Cuma geleng2. Namun ada perbedaan tempat duduk sekarang, ketika sebelumnya 2 baris dibelakang sopir, kini menjadi 2 baris dari dari belakang. Karena tempat duduknya telah ditempati mbak2 yang berjilbab.

 

Mbak2 ini menengok ke belakang dan dengan si enjel saling berpandang sebentar selama bus melaju. Beberapa detik sebelum peristiwa naas terjadi, Enjel melihat sopir dari kaca spion bayangannya mengerikan seperti ada luka diwajahnya namun dilihat lagi normal lagi. “BRAAAKKKK” Bus tabrakan dengan bus yang berlawanan arah, hingga sopir dan orang yang dibangku depannya Enjel tewas semua. Sedangkan Enjel mengalami sobek kulit pada bibir bawah hingga dagu. Bekas jahitannya masih nampak ditunjukkan padaku.

 

Apa hikmah dari cerita Enjel ini?



Ya! Puasa dapat menunda kematian. Berarti bu Enjel muda tukar posisi kematian dengan mbak2 berjilbab tadi. JIka berjilbab utamanya adalah melindungi dari mata liar lelaki dan hal yang berwujud fisik. Namun puasa bisa melindungi dari takdir buruk. Puasa tidak hanya pada level syariat namun tarekat, hakikat dan makrifat. Setidaknya itu hikmah yang bisa saya ambil. Yang berjilbab aja bisa ditukar mautnya dengan yang puasa, apa lagi yang kagak?? Siapapun bisa berjilbab walaupun untuk menutupi aibnya seperti para terpidana korupsi. Pas belum ketauan aja seksi, pas jadi tahanan pakai jilbab. Tapi puasa tidak semua sanggup terlebih diluar bulan ramadhan. Ya, kali ? ada orang pintar yang mau ngasih tau bakal mati dalam waktu dekat? Jadi bisa puasa 40 hari. ?

 

Apa ada lagi selain sedekah dan puasa? Saya pikir nomor satu adalah solat. Bagi sebagian orang menjalankan solat wajib saja merupakan hal yang berat, terlebih kehidupan di ibu kota. Tidak sedikit yang terpaksa meninggalkan solat, bukan? Bukan bermaksud menggurui. Terlepas dari itu semua, Semoga artikel ini bisa memberi hikmah juga bagi yang membacanya. Sukur2 bisa menunda kematian, kalaupun tidak, bisa menjadi bekal akhirat. Lebih baik mengira hidup akan singkat sehingga rajin ibadah, daripada mengira hidup lama padahal besok mati. Minimal tujuan saya meringankan tukang penggali kubur di TPU sekitaran DKI Jakarta. Bilamana banyak yang mengamalkan artikel saya jadi tertunda kematiannya.

Aaamiin...

Wallahu a’lam Bisshowab

 

BTW, untuk tindakan preventif saya sarankan adalah tibunnabawi. JIka terlanjur kena, treartment plasma darah dari penyintas covid itu katanya lebih efektif. Selain melaksanakan protokol kesehatan fisik dan mental.

Btw juga nanti artikel2 saya ini mau saya bukukan ajalah ya.. 

Kalo kalian baca seksama beberapa tulisan seperti ramalan (yang diantisipasi) kan? Apakah saya termasuk anak indihome? hmmm

hehehe

Sabtu, 12 Desember 2020

Islam Indonesia Yang Toleran Terhadap Sesama Demi Keutuhan Bangsa

 

Jumlah penduduk Indonesia saat ini yaitu pada tahun 2020  berada di kisaran 271 juta jiwa. Berdasarkan data Globalreligiusfuture, penduduk Indonesia yang beragama Islam pada 2010 mencapai 209,12 juta jiwa atau sekitar 87% dari total populasi. Pada 2020, penduduk muslim Indonesia telah diperkirakan mencapai 229,62 juta jiwa. Hal ini secara otomatis membuat Indonesia menjadi negara muslim terbesar dunia. Bagaimana kontribusi Indonesia bagi muslim dunia adalah memberi teladan sebagai negara yang masih mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa terutama bila dikaitkan dengan toleransi?

            Pada Pemilu tahun 2019, rakyat Indonesia sempat terpecah menjadi dua kubu yaitu kubu pendukung pilpres 1 yang populer dengan sebutan Cebong dan pilpres 2 dengan sebutan Kampret. Tak hanya itu, bahkan keyakinan sempat dilibatkan dalam politik dengan terbagi menjadi kubu Islam Nasionalis dan Islam lurus bahkan radikal. Tapi sebutan-sebutan ini memberi keuntungan terhadap bangsa? Faktanya, Indonesia hampir terbelah dengan fanatismenya masing-masing yang dampaknya sangat tampak didunia maya/ internet terutama media sosial dimana netizen saling mencela satu sama lain.


Toleransi antar umat beragama

Hilangkan Perpecahan Antar Saudara Seiman Maupun Tak Seiman

            Keterpecahan umat Islam ini salah satunya dilatarbelakangi oleh fanatisme pada salah satu sumber Hadist yang berisi: 


"Orang-orang Yahudi bergolong-golong terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, orang Nasrani bergolong-golong menjadi 71 atau 72 golongan, dan umatku (kaum muslimin) akan bergolong-golong menjadi 73 golongan. Yang selamat dari padanya satu golongan dan yang lain celaka.

Kemudian ditanyakan, "Siapakah yang selamat itu?"

Rasulullah saw menjawab, "Merekalah Ahlusunnah wal Jama’ah."

Dan kemudian ditanyakan lagi, "Apakah Ahlusunnah wal jama’ah itu?"

Beliau menjawab, "Apa yang aku berada di atasnya, hari ini, dan beserta para sahabatku (diajarkan oleh Rasulullah saw dan diamalkan beserta para sahabat)." (HR. Imam Thabrani)

 

            Hadist ini pula yang kemudian hari menjadi acuan bagi tumbuhnya faham radikalisme muslim baik di Indonesia maupun dunia karena merasa dirinya dan golongannya adalah yang paling Ahlusunnah wa jama’ah dan parahnya merasa paling benar termasuk melakukan aksi terorisme seperti pembunuhan. Padahal meskipun hadist ini benar, namun tidak boleh dipahami secara parsial atau sebagian tanpa melihat konteks penerapan bahkan sumber yang lebih tinggi yaitu Alquran surat Al-Baqarah ayat 256


“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

 

            Selain ayat tersebut diatas, bentuk toleransi antar agama yang lebih gamblang terdapat pada surat Al-Kafirun ayat 1-6 yaitu

“Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”


Jika seluruh umat muslim Indonesia berorientasi cukup pada 2 ayat  surat Quran diatas (meskipun masih banyak lagi yang serupa), maka keyakinan beragama seharusnya bukan menjadi masalah. Kita tidak perlu memaksa atau merayu nonmuslim menjadi mualaf bila tanpa kesediaan hatinya. Kitapun tak perlu meniru non muslim baik budaya maupun cara beribadah mereka. Namun yang pasti, kita perlu saling menghargai keyakinan masing-masing tanpa harus ada yang berkorban maupun dikorbankan.


 

Belajar Dari Sejarah Untuk Menghargai Persatuan dan Kesatuan

            

Hal yang sebenarnya menjadi Pe-eR masyarakat Indonesia adalah bukan toleransi pada antar umat beragama, mengingat komposisi non muslim di Indonesia kurang 20%. Masalah toleransi agama yang kita hadapi adalah aliran-aliran Islam itu sendiri di Indonesia. Hampir sama dengan masalah di negeri Arab, dimana satu agama, satu suku, satu bahasa, namun terpaksa terpisah dengan keyakinannya masing-masing. Bisa kita lihat bagaimana karena fanatisme aliran agama malah menyengsarakan rakyat seperti yang terjadi Suriah dan Afganistan dan negara konflik lainnya tak terkecuali Palestina yang dari tahun ke tahun sengsara oleh Israel. Meskipun agak berbeda konteks karena Zionis adalah diluar Islam.

 

           

Bangsa Arab punya sejarah dengan kelebihan dan kekurangannya, bangsa Indonesiapun sama. Bila Arab pernah mencapai kejayaannya pada zaman khilafah, namun runtuh oleh dominasi barat pada abad 19. Demikian halnya bangsa Indonesia pernah jaya dibawah panji kerajaan Islam. Namun harus bertekuk lulut oleh VOC Belanda setelah Nusantara terpecah menjadi kerajaan kecil-kecil dan penjajah mulai pandai menguasai sumber daya alam.

            

Keruntuhan kedua bangsa ini menurut pemetaan penulis terdapat 3 hal utama yaitu sifat dasar buruk manusia. Keserakahan, Pengkhianatan, dan Egoisme. Masa kejayaan Arab terakhir adalah pada masa kesultanan Turki Usmani Ottoman dimana wilayah kekuasaannya Eropa, Asia, dan Afrika. Dengan semakin lemah suatu pemerintah maka akan selalu ada yang memberontak dan melepaskan diri. Turki Usmani bubar pada tahun 1923, sebelumnya telah dirongrong oleh Inggris hingga Turki Usmani kehilangan banyak wilayah  termasuk semenanjung arab yang kini bernama Saudi Arabia pada tahun 1932. Dimana pendahulunya merupakan Ibnu Saud yang berkhianat terhadap Turki dengan bekerjasama terhadap Inggris untuk memerdekakan diri. Ibnu Saud pula  yang terlalu pro Barat dan menyetujui berdirinya Israel di Palestina.

           

Bagaimana dengan Indonesia? Sehingga bisa dijajah ratusan lamanya oleh VOC? Hampir sama! Indonesiapun juga demikian ketika masih dalam masa kerajaan Banten dimana VOC singgah pertama kali di Indonesia. Karena iri pada saudaranya Pangeran Arya Purbaya, Sultan Haji kemudian bersekongkol dengan VOC untuk merebut tahta kekuasaan Banten.Persekongkolan ini dilakukan oleh Sultan Haji setelah Sultan Ageng Tirtayasa lebih banyak tinggal di keraton Tirtayasa. Dengan bantuan pasukan VOC, pada tahun 1681 Sultan Haji melakukan kudeta kepada ayahnya dan berhasil menguasai istana Surosowan. Istama Surosowan tidak hanya berfungsi sebagai tempat kedudukan Sultan Haji, tetapi juga sebagai simbol telah tertanamnya kekuasaan VOC atas Banten bahkan seluruh Indonesia hingga ratusan tahun kemudian sampai dikumandangkan Proklamasi oleh Sukarno-Hatta.


 

Kunci Toleransi : Menghilangkan Egoisme dan Fanatisme

           

Sejarah akan terus berulang, jika tidak mau belajar dan mengaplikasikannya untuk kebaikan masa depan. Belum jauh dari generasi kita bagaimana orde lama digulingkan oleh orde baru dengan bantuan asing juga.Presiden Sukarno yang digulingkan oleh Suharto menjadi Presiden dengan bantuan CIA Amerika asalkan Gunung Emas Papua menjadi milik Amerika dan Indonesia berubah menjadi negara liberal awalnya sangat anti Barat menjadi pro Barat. Peta perpolitikan berubah sejak Reformasi tahun 1998 atau 22 tahun yang lalu. Indonesia berusaha mencari jati dirinya hingga kini. Masalah demi masalah melanda. Namun disinilah integritas pemimpin dan rakyatnya diuji. Apakah mampu menghilangkan rasa egois yaitu keserakahan sehingga harus mengkhianati bangsa sendiri? Dan rakyat apakah mampu percaya dan setia pada pemimpin-pemimpinnya sehingga tidak selalu menabrakkan kebijakan publik dengan kepentingan politik apalagi keyakinan agama yang bersifat fanatik.

            

Anti toleran selama ini karena faktor kecurigaan satu sama lain dan fanatisme berlebihan. Maka toleransi antar anak bangsa tidak cukup mencakup satu dimensi agama saja, namun terdapat moral dan integritas disana. Semakin jujur dan percaya hubungan yang dapat dibangun antar personal, semakin tinggi pula toleransi terhadap kebijakan, keadaan, kerjasama untuk mencapai persatuan. Pemimpin-pemimpin yang adil yang tidak memperturutkan egonya untuk kepentingan pribadi maupun golongan menurut penulis adalah sumber teladan toleransi bagi rakyat yang mendambakan kemakmuran dan kedamaian. Indonesia yang saling menjaga untuk terwujudnya persatuan dan kesatuan dalam keberagaman.

Wallahua'lam Bisshowab


Jumat, 11 Desember 2020

Karakter Manusia Menjadi Faktor Utama Kematian Kecelakaan Lalu Lintas

 

Tempo hari terdapat berita yang viral di Internet bahwa sebuah mobil Daihatsu Ayla menyeruduk secara sengaja sebuah motor CBR 1000. Hal yang menarik menjadi perhatian warganet adalah perbandingan harga yang bagai bumi dan langit, dimana harga 1 motor CBR 1000 setara dengan harga 6 Daihatsu Alya. Namun, ada hal lebih penting yang terlewat dari perhatian itu adalah keselamatan jiwa pengendara motor yang karena ditabarak secara sengaja mengalami patah tulang. Mengetahui harga motor yang jauh dari harga mobilnya, kemudian si pengendara mobil mengiba bahwasanya dia miskin dan mobilnya hasil kredit. Selain itu, dia rela memberikannya secara cuma-cuma beserta rumah tempat tinggalnya. Secara rupiahpun itu tidak menutup rugi kerusakan motor yang mahal itu dan cidera tulang yang tentu akan terus berbekas seumur hidup. Pertanyaan yang lain, jika yang ditabrak bukan motor yang mahal, berkenankah si pengendara mobil memberikan mobil beserta rumah untuk korban yang ditabraknya atau sekedar ganti rugi? Pejalan kaki misalnya yang fakir dan miskin. Lalu seperti apa fenomena kecelakaan lalu lintas di Indonesia? Dan bagaimana karakter manusia bisa menjadi pemengaruh utama?


Menurut data Kepolisian, rata-rata terdapat 3 orang meninggal setiap jam akibat kecelakan di jalan. Faktor terbesarnya adalah karena faktor manusia yaitu kemampuan dan karakter pengemudi sekitar 61%, 30% faktor sarana-prasarana, 9% faktor kendaraan. Melalui data yang dikutip dari situs Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tercatat 1,35 juta orang meninggal dunia tiap tahun karena insiden kecelakaan pengendara motor dan mobil di seluruh dunia. Kebanyakan dalam rentang usia produktif antara 5-29 tahun. Dengan 73% diantaranya laki-laki muda usia dibawah 25 tahun. Data lain menunjukkan bahwa 90% kematian akibat kecelakan tersebut adalah dinegara-negara menengah bawah termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, selama tahun 2019 korban kecelakaan mencapai 107.500 dengan yang meninggal sebanyak 23.500 orang.

 


Gambar : Lalu lintas (sumber :gettyimages)





Dari data diatas setidak ada 3 hal yang dapat saya analisa:


1. Gegar Teknologi


        Negara maju seperti Eropa dan Asia Timur yang telah melewati revolusi kendaraan dari mulai tenaga kuda, tenaga uap, hingga kini tenaga fosil sehingga lebih menyukai bepergian dengan kendaraan umum. Masyarakat di negara lebih maju juga telah sadar krisis iklim dan pentingnya menjalankan hidup aktif yaitu budaya jalan kaki dan bersepeda.Sedangkan negara-negara menengah bawah/ berkembang seperti di Indonesia, lebih suka dan bangga menggunakan motor dan mobil terlebih milik pribadi. Hal ini salah satunya disebabkan infrastruktur jalan yang belum siap dan tidak seluruhnya merata dengan fasilitas seperti kereta api atau bus umum.


Selain itu, negara menengah bawah juga tidak mengalami perkembangan teknologi secara bertahap sebagaimana negara maju kecuali kalangan elit pada masanya. Berdasarkan penelitian Stanford University di Amerika Serikat, Indonesia merupakan negara paling malas berjalan kaki di seluruh dunia. Studi ini mengungkap, rata-rata orang Indonesia hanya berjalan 3.513 langkah setiap hari. Kemudian disusul Arab Saudi 3.807, Malaysia 3.963,Filipina 4.008, dan Afrika Selatan 4.105.



2. Kepemilikan Kendaraan Dianggap Mengangkat Harga Diri


Sebenarnya tidak hanya di Indonesia yang mengakui bahwa kepemilikan kendaraan mengangkat status seseorang, namun di Indonesia bisa dikatakan lebih ekstrim. Di negara maju terdapat aturan tak tertulis mengutamakan pejalan kaki dan pesepeda, sebaliknya di Indonesia pejalan kaki dan pesepeda dianggap orang tak punya yang seharusnya mengalah. Hal ini dibuktikan dengan ramainya pemotor yang menggunakan trotoar pejalan kaki bahkan pengendara mobil dan motor sering melanggar aturan dengan menggunakan jalur lambat pesepeda.


Tidak hanya itu, kebiasaan nyinyir masyarakat juga memaksa orang memiliki kendaraan bermotor karena  bila terdapat teman yang berjalan kaki biasanya akan disindir “kayak orang miskin saja”. Sehingga karena tidak mau dicibir, maka orang-orang memaksakan diri untuk membeli motor dan mobil walau kadang cicilan kreditnya melebihi batas kemampuannya. Bagi warga Indonesia, agak berlawananan dengan prinsip ekonomi dimana kendaraan bukan liabilitas, melainkan “asset” karena dapat meningkatkan prestis. Dalam kesadaran kolektif masyarakat yang baru mengenal teknologi maju, mobil dianggap prestis lebih tinggi daripada motor. Maka tak heran seperti cerita diawal, dengan sombong dan sengaja pengemudi Ayla menubruk CBR1000 tanpa mengetahui bahwa ternyata harga motor yang ditabraknya jauh lebih mahal.


3. Ketidakmatangan Emosi

     

    Dari banyaknya kasus kecelekaan lalu lintas, dimana 73% diantaranya adalah berusia laki-laki dibawah 25 tahun, menunjukkan bahwa pada usia-usia tersebut rentan terhadap stabilitas emosi. Bahkan tidak jarang usia-usia remaja 15-18 tahun yang sedang mengalami perubahan hormon sehingga berpengaruh pada focus dan konsentrasi dalam mengendarai kendaraan. Seperti merasa tersinggung/ marah karena disalip atau kendaraannya disenggol sehingga kebut-kebutan. Ketidakmatangan emosi kadang juga dimiliki oleh orang-orang dewasa Indonesia, misalnya tidak memberi jalan untuk ambulance yang lewat padahal sudah dibunyikan sirine. Menggunakan jalur busway, melawan arah lalu lintas, serta tidak sabar membunyikan klakson berulang-ulang padahal tahu jalan yang dilaluinya sedang macet.

Sumber: id.depositphotos.com


4.Peraturan yang Tidak Tegas

 

  Peraturan tidak tegas tidak hanya muncul dari aparat berwajib, melainkan juga orang tua pengendara. Dari sisi aparat adalah pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) dengan sistem tembak atau tanpa tes yang biasanya melalui calo. Jalan pintas ini lebih dipilih masyarkat karena waktunya yang relatif singkat, dapat mengubah usia seseorang menjadi lebih tua, tanpa direpotkan dengan kemampuan mengendarai yang mahir atau tidak.


Ketidaktegasan orang tua adalah menyayangi anak dengan cara yang salah, salah satunya yaitu sudah mengizinkan mengendarai mobil/motor dari usia SMP bahkan SD. Hal ini tentu berbahaya jika dilakukan di jalan raya, karena tidak hanya berbahaya bagi orang lain tapi juga nyawanya. Seperti kejadian beberapa bulan lalu, beberapa anak ABG yang harus meregang nyawa di usia belia 17 tahun dengan mobil rental di luar kota dalam keadaan mabuk ketika melaju dijalan Magelang-Jogja. Entah dengan sepengetahuan orang tuanya atau tidak, tapi tentu saja orang tua berkontribusi membentuk mental anak hingga berakibat demikian. Selain dari kejadian ini, banyak kejadian lain dimana orang-orang usia remaja tewas sia-sia dalam kecelakaan karena ceroboh atau ugal-ugalan naik motor/ mobil.


Gambar : Tanda lalu lintas. Sumber :all-free-download.com


Sampai hari ini nyatanya korban meninggal di Indonesia akibat kecelakaan masih lebih tinggi dibanding yang meninggal  karena covid-19. Pada saat artikel ini ditulis, covid-19 telah menelan korban jiwa sebanyak 15.700 orang di Indonesia, sedangkan jika dibandingkan dengan kecelakaan lalu lintas tahun 2019 sebanyak 23.500 orang. Meski demikian, terdapat korelasi tidak langsung antara penggunaan kendaraan energi fosil yang menghasilkan emisi karbon dengan covid-19. Semakin tinggi emisi karbon akibat kendaraan bermotoor semakin mempengaruhi perubahan iklim. Ketika iklim tidak stabil, akan memudahkan ancaman virus termasuk corona berkembang pesat di dunia karena terjadi ketidakseimbangan alam.


 Maka mari manfaatkan kendaraan dengan bijaksana, bukan sekedar gaya-gayaan saja. Apalagi jika tak cukup matang secara emosi dan tak cukup mampu mengendarai yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban lagi akibat kecelakaan. Meminimalisir penggunaan kendaraan bermotor, akan meminimalisir kecelakaan dijalan, disisi lain menekan perubahan iklim, dan mencegah perkembangan virus yang  berbahaya. Kecelakaan dijalan akan minimal suatu hari nanti ketika pengemudi sudah menggunakan sistem Artificial Intelegent (AI) dan perubahan iklim dapat ditekan ketika mobil listrik sudah seramai mobil emisi karbon saat ini. Namun sebelum itu terjadi, sebaiknya kita perlu mengendalikan diri. (NK)