Halaman

Sabtu, 30 April 2022

Dilema Feminisme VS Sindrom Peter Pan

 

Feminisme berawal dari semangat pemberontakan atas ketidaksetaraan jender dimana wanita lebih inferior daripada pria. Perjuangan ini sepertinya menunjukkan titik terang dengan diperbolehkannya akses pendidikan , pekerjaan dan hak milik bagi perempuan. Berhubung masih dibulan April, di Indonesia, RA. Kartini merupakan simbol feminisme walaupun lebih populer dengan kata "emansipasi". Dengan semangat emansipasi ini, thanks to beliau kita semua bisa menentukan nasib kita sendiri termasuk jika kita melenggang ke senayan menjadi anggota DPR RI atau menteri yang juga menentukan nasib banyak orang.


Tapi kalo liat kehidupan Kartini pribadi, miris juga. Meskipun dalam filmnya digambarkan wanita yg enerjik (seems no fear) tp kenyataannya dia mesti jd istri kedua dan meninggal di usia 25 tahun. Ya,... at least pemikirannya sangat menginspirasi dengan optimisme yang tinggi. Jadi tak heran jika banyak kritikus yang menganggap ada wanita Indonesia yang lebih hebat dari Kartini seperti wanita-wanita Aceh yang pernah jadi Panglima perang dan Ratu-Ratu kerajaan. Hanya hal yang tidak mereka punya seperti Kartini yaitu Kartini menulis. Menulis surat. Ingat kata mutiara Sayyid Qutb?

“Satu peluru hanya menembus satu kepala, namun satu tulisan mampu menembus ribuan bahkan jutaan kepala”

Itulah yang membuat Kartini menjadi lebih hebat dari wanita-wanita sebelumnya.

   

Dilema Feminisme vs Sindrom Peter Pan

                                                                        

Kembali tentang feminism, feminisme bukanlah faham untuk melawan laki-laki, tapi patriarki. Feminismepun juga mendapat dukungan dari laki-laki terutama yang memiliki empati tinggi terhadap kesengsaraan wanita sehingga dalam penghidupan terjadi kesetaraan. Dasar pembedaan laki-laki dan perempuan adalah maskulinitas dan femininitas. 

Maskulinitas, dalam bentuknya yang sederhana diwakili oleh sperma yg dengan karakter yang aktif/agresif , mengejar dan bersaing dengan untuk satu tujuan yaitu mencapai ovum sel telur yang jauh disana. Sedangkan Feminitas, dalam bentuknya yang sederhana adalah ovum atau sel telur yang pasif dan menunggu.

Kecenderungan sifat maskulinitas diwariskan untuk jantan dan feminitas untuk betina. Keadaan ini telah diwariskan oleh nenek moyang sejak nabi Adam dan istrinya Hawa berada disurga. Konon katanya seketika Hawa telah diciptakan, keduanya saling berjarak. Lalu nabi Adam memanggilnya “Hawa, kesini dong..” “Ngga mau ah.. km yg kesini” jawab Hawa. Lalu Adam yg datang menghampiri Hawa. Disinilah awal mula sejarah mengapa lelaki yang datang ke perempuan untuk meminang.

Dari sejarah manusia purba, maskulinitas diwakili oleh pria memiliki tugas untuk berburu binatang diluar goa sedang wanita jaga rumah karena feminitasnya. Dalam perkembangan zaman pria bertugas di ruang publik dan wanita di ruang domestik

 

Feminisme tidak salah karena semangatnya berorientasi pada kesetaraan, yang salah kadang cara menginterpretasikannya. Sama halnya manusia dalam menginterpretasikan agama. Sayangnya, dalam feminism tidak memandang maskulinitas dan femininitas. Tidak melihat bahwa dalam ilmu nutrisi makanan yang dimakan wanita lebih gampang jadi lemak sedangkan laki-laki cenderung lebih gampang jd otot. Dalam ilmu anatomi tubuh kulit laki-laki juga lebih tebal 1,5 kali lipat dari pada kulit wanita untuk menahan dingin.

Meski demikian, wanita lebih tahan terhadap rasa sakit dan memiliki harapan hidup rata-rata 7 tahun lebih panjang drpd laki2. Feminisme hanya melihat bahwa kebiasaan tersebut adalah konstruksi sosial. Ga ada yang salah sih.. yang jd masalah bagaimana jika feminisme ini dimanfaatkan oleh pria dengan sindrom Peter Pan untuk berganti peran yang telah berakar kuat di masyarakat? Bukankah akan menjadi perbudakan model baru?

 

Pria yang mengidap sindrom Peter Pan adalah mereka yang tidak mau menghadapi kedewasaan dalam hidup, melupakan maskulinitas dan agresivitasnya.Dengan kata lain mereka adalah anak laki-laki dalam tubuh pria dewasa, sama halnya Peter Pan yang abadi dalam wujud anak kecil.


Dalam feminisme, tidak menjadi masalah wanita yang bekerja di luar pria berada dirumah jd bapak rumah tangga. Tak masalah juga jika wanita yang mengejar, pria yang dikejar. Tak masalah wanita yang nraktir, pria tinggal makan. Tak masalah istri yang banting tulang suami tinggal menikmati hasil jerih payahnya. Fenomena seperti ini sebenarnya dah banyak terjadi di desa-desa dengan banyaknya TKW yang kerja diluar negeri sedang suaminya hanya nrima transferan gaji buta dari jerih payah istrinya disana. Kalau butuh nafkah batin, si suami entah melacur atau nikah lagi dengan uang si istri yang bekerja tanpa sepengetahuan istrinya. Masih banyak lagi kasus seperti ini dimana wanita menggantikan peran lelaki bekerja lebih keras daripada nenek moyangnya.

 Ini yang saya khawatirkan jika terlalu semangat terhadap feminism malah jadi ajang persaingan baru “wanita hebat” yang sebenarnya bukan panggilan dari hati nuraninya melainkan lingkungannya. Ketika wanita terlalu percaya diri dengan semangat feminismenya, tanpa disadari terkungkung dalam perbudakan model baru, dalam penjara psikologis “kesetaraan”yang semu. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan pria dengan kecenderungan sindrom peter pan sebagai pembenaran untuk bermalas-malasan.


Lalu gimana? apa akan kembali pada kemunduran sebelum ada feminism? Ya tidak begitu juga. Post feminism atau feminism gelombang ketiga adalah perspektif yang terbaik menurut saya. 

Wanita memiliki kehendak bebas atas yg dilakukannya. Mau berkarir ataupun bergantung pada orang lain diputuskan dengan kemauannya sendiri secara sadar. Misalnya, ibu Ainun Habibi adalah contoh bentuk gerakan post feminisme entah disadari atau tidak. Walau dia seorang dokter tp memilih tdk melanjutkan karirnya. 

Demikianpun wanita yg memilih berkarir sepanjang hidupnya asal atas kehendak pribadinya ya sah2 saja. Di salah satu negara Arab yang terdapat dokter wanita yg masih praktek bedah di usianya yang 90 tahun dengan keakuratan tinggi menuntaskan operasinya. Bukankah itu luar biasa? 

Menurut saya, lakukan sesuatu sesuai dengan panggilan jiwamu. Karena itu yang akan membuat bahagia. 

Manusia dinilai bukan dari jender, ras, usia atau apapun tapi kontribusinya pada humanism dengan kesadaran dan keyakinan sebagai pribadi yang bertanggung jawab. Berasaskan kesetaraan, kesediaan/kemauan, kemampuan, dan tentu saja keadilan. Tanpa tekanan, kesewenang-wenangan, manipulasi atas nama apapun termasuk agama yang selama berabad-abad dijadikan alat untuk menindas wanita bagi faham ekstrim tertentu. Padahal Tuhan menurunkan agama melalui Rasulnya adalah untuk mengangkat derajat manusia tanpa kecuali (termasuk jender) berdasarkan ketakwaannya dan peran serta takdirnya di dunia fana ini.

Wallahualam Bisshowab

*Diary 2019 dengan sedikit tambahan

Senin, 25 April 2022

Kebijakan dan Implementasi untuk Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Produktivitas SDM Indonesia Emas

 

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dengan jumlah remaja terbanyak didunia, memiliki ambisi besar untuk menjadi salah satu negara maju di dunia diusianya yang ke 100 tahun yaitu 2045. Ambisi ini bukanlah angan-angan jika dipersiapkan sejak kini, terlebih dengan adanya fakta jumlah usia produktif lebih tinggi daripada yang tidak produktif. Namun, jika persiapan gagal, maka impian Indonesia emas 2045 bisa jadi hanya mimpi. Lalu apa saja yang dapat dilakukan oleh Indonesia untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi inkusif disaat Indonesia memanen bonus demografi 2045?

sumber : sdgsindonesia.or.id


1.      Merumuskan Kebijakan Holistik yang Saling Mendukung

Pada dasarnya untuk menjalankan suatu misi, kementerian pembuat kebijakan-kebijakan bisa saling bersinergi dan mendukung. Mungkin bila membicarakan cakupan ekonomi inklusif terlalu luas. Namun bila dikerucutkan penguatan ekonomi dalam negeri akan mudah dipahami terutama menggeliatkan ekonomi rakyat dengan produktivitas dalam negeri.

Kebijakan holistik yang dimaksud adalah secara vertikal yaitu presiden hingga kepala desa. Serta horizontal adalah lembaga-lembaga yang terkait yang langsung menyentuh bidang ekonomi. Seperti membatasi ekspor dan impor. Bentuk membatasi ekspor adalah seperti kasus minyak goreng dimana di Indonesia langka, karena lebih menitikberatkan kebutuhan ekspor padahal rakyat lebih membutuhkan.Sedangkan bentuk membatasi impor adalah tidak hanya melindungi produk dalam negeri yang sudah ada, tidak kalah penting adalah banyak negara lain yang nakal dengan mencampur barang impor dengan sampah luar negeri untuk masuk ke Indoneisia yang sulit didaur ulang karena kurangnya pengawasan,

2.      Kolaborasi Industri Hulu dan Hilir

Kolaborasi ini pada dasarnya bisa diterapkan pada berbagai bidang, namun dalam poin fokus pada Sumber Daya Manusia atau pekerja.Ada baiknya saat penerimaan sekolah, pada masa orientasi siswa diperkenalkan oleh beragam profesi untuk diarahkan menjadi skillfull pada lowongan pekerjaan yang kelak disediakan.

pendidikan yang tidak membekali siswanya dengan skill yang dibutuhkan di dunia kerja, maka mereka akan kalah bersaing yang tidak sedikit menjadi pengangguran terbuka.Siswa-siswa ini kelak akan sulit mendapat pekerjaan karena apa yang mereka pelajari tidak dapat diterapkan dalam dunia pekerjaan. Untuk itu perlunya promosi pekerjaan-pekerjaan baru masa depan yang mungkin belum ada saat ini tapi di masa depan sangat menjanjikan seperti pekerjaan bidang teknologi.

3.      Optimalisasi Teknologi untuk Meminimalkan Human Error

Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi mengeluarkan wacana akan menggantikan PNS dengan robot. Mungkin tampak keren, tapi bila hal itu direalisasikan maka dengan kata lain pemerintah tidak mendukung humanism atau penciptaan lapangan kerja. Karena di beberapa negara maju seperti Uni Emirat Arab, bentuk pengayoman pemerintah kepada rakyatnya adalah dengan mengangkat mereka menjadi Pegawai Negeri Sipil.

Menurut hemat saya, daripada teknologi AI menggantikan lapangan pekerjaan, akan lebih baik teknologi tersebut digunakan untuk memberantas kejahatan yang dapat memiskinkan negeri ini oleh ketidakjujuran aparatnya, baik berstatus PNS biasa maupun pejabat tinggi.Sebagaimana teknologi yang ada di Cina terdapat AI yang dapat mengusut sekaligus menjatuhkan hukuman bagi pelaku kejahatan korupsi. Bila teknologi ini bisa diterapkan, maka Indonesia akan banyak melakukan efisiensi kebocoran anggaran yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat termasuk membuka lapangan pekerjaan.

4.      Revolusi Mental untuk SDM yang Handal

Fenomena yang sering muncul akhir-akhir ini adalah kasus penipuan investasi, tercekik hutang pinjaman online, flexing dan sebagainya. Kasus-kasus semacam ini menngindikasikan adanya problem dengan literasi ekonomi SDM bangsa ini. Itu sebabnya perlunya pendampingan tidak hanya secara personal, namun juga secara sosial seperti melalui media.

Literasi melalui media dapat menerapkan pola revolusi mental seperti Korea Selatan yaitu melalui tren anak muda seperti industry film, industry music, industry kecantikan, industry fashion, dan industry makanan. Indonesia dapat meniru revolusi mental Korsel dengan memodifikasi secara kearifan lokal Indonesia.


Kamis, 21 April 2022

Anarkisme, Penyakit Masyarakat yang Tidak Sadar Masih “Dilestarikan”

 

Kasus Ade Armando yang dipukuli dan nyaris ditelanjangi oleh massa pada beberapa waktu lalu menimbulkan beragam reaksi. Bahkan saat saya melihat videonya di aplikasi media social, muncul banyak komentar netizen yang bahagia melihat kejadian ini.Hal ini menurut mereka disebabkan bahwa yang bersangkutan sering “menghina” Islam dan merupakan buzzer pemerintah melalui akun youtube miliknya. Namun, jika hal itu benar dan dianggap salah, layakkah dirinya diperlakukan demikian?

Sumber : pixabay.com


Anarkisme terhadap Ade Armando bukanlah merupakan kasus yang pertama di Indonesia, beberapa bulan lalu terdapat kasus yang lebih mengenaskan. Pada Oktober tahun lalu, beberapa media juga ramai memberitakan bahwa seorang pencuri motor dibakar oleh massa. Padahal, sudah terlanjur ketahuan, dan motornya juga tidak rusak kurang satu apapun. 

Anarkisme semacam ini sangat berbahaya jika jatuhnya adalah fitnah   sehingga dapat menghilangkan nyawa orang tak bersalah. Misalkan saja, tragedi seorang kakek berusia 88 tahun yang diteriaki "maling!" sehingga dikeroyok dan digebuki massa hingga meninggal dunia. Nyatanya, tuduhan tersebut adalah tidak terbukti, bahkan kakek yang bersangkutan semasa hidup nya adalah seorang yang dermawan dan suka membantu orang dalam kesusahan.

Bukan itu saja, beberapa tahun lalu ada kisah menarik tentang seorang tukang servis elektronik keliling. Saat itu adalah waktu sholat dan dia ingin beristirahat, maka mampirlah ke sebuah masjid sekitar. Karena takut barang servisannya hilang, maka dibawanya masuk barang-barang tersebut diantaranya speaker dan amplifier.

Sialnya, tidak ada yang melihatnya masuk membawa barang tersebut, karena sekitar masjid sepi. Namun saat keluar ada yang melihat dia membawa barang-barang. Bodohnya, tanpa konfirmasi dengan yang bersangkutan dan mengecek barang di dalam masjid, si provokator langsung meneriaki “maling” hanya berdasarkan prasangkanya saja. Bodohnya lagi, orang sekampung percaya dan sontak datang lalu memukuli tukang servis ini hingga tewas.

Siapa yang salah dalam kedua fitnah ini? Provokator? atau massa? Ya, keduanya. Provokator adalah pemicu massa datang. Namun, orang tersebut tidak akan tewas, jika orang-orang di dalam massa ini berpikir secara jernih dengan bertabayun atau mencari kebenarannya terlebih dahulu. Pernahkah orang-orang ini berpikir demikian?

Karma Baik Kakek Sejalan dengan AlQuran dan Sunah Rasulullah

Cerita yang suka diulang oleh bapak saya adalah tentang kisah almarhum kakek yang hobi menyelamatkan nyawa orang lain. Pada saat zaman penjajahan dan awal kemerdekaan adalah zaman yang sulit. Sehingga pencurian tidak jarang terjadi di pemukiman warga. Sama halnya yang terjadi sekarang, dari dulu kejadian mengeroyok dan memukuli maling sampai mati adalah hal biasa.

Tahu hal demikian selalu terjadi, kakek sering melindungi maling yang sedang dikejar-kejar warga. Berhubung kakek saya adalah seorang Carik, atau sekarang disebut Sekretaris Desa yang dihormati, massa tidak berani menggeledah rumah kakek. Apakah kakek saya pengkhianat? Bisa jadi. Kalau menurut sudut pandang mayoritas. Tapi apakah kakek saya salah? Saya dengan tegas bilang tidak. Karena yang dilakukan oleh Kakek sejalan dengan Al Quran melindungi satu nyawa sama halnya dengan menyelamatkan seluruh bumi.

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (Q.S. Al-Maidah: 32)

Hal ini juga sejalan dengan Kisah  Rosulullah

Saat nabi melindungi seorang muslim dari ancaman pembunuhan kaum kafir, dalam sebuah hadist, rasulullah dikisahkan pernah “berbohong. ” Saat itu Nabi yang duduk di bawah sebuah pohon ditanya, apakah dia melihat seorang berlalu di dekatnya. “Sejak saya berdiri di sini, saya tak melihat siapasiapa kecuali Anda,” jawab Rasulullah yang menyambut si pembunuh dengan berdiri.

 

Sedangkan hukum berbohong untuk kebaikan terdapat dalilnya dalam hadis berikut ini :

Imam Bukhari dan Muslim , dari Ummu Kultsum, perempuan tersebut mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Bukanlah seorang pendusta orang yang berusaha mendamaikan antara seseorang dengan yang lain sehingga tumbuh kebaikan atau ia jadi berkata baik”

Ummi Kultsum lebih menjelaskan, “Saya tidak pernah mendengar Rasulullah SAW membolehkan orang berdusta kecuali dalam tiga perkara, yakni dalam perang, mengislahkan (mendamaikan) antara seseorang dengan orang lain, dan suami bercerita kepada istrinya atau sebaliknya istri kepada suaminya (menjaga keharmonisan keluarga).”

Kebiasaan memukuli seorang maling sampai mati sama saja dengan membunuh dan jelas ditentang dalam Al-Quran Al-Maidah:32 sebagai bentuk melampaui batas kerusakan. Padahal di negara kita merupakan sebuah negara yang berlandaskan hukum. Meskipun menjadi rahasia umum bahwa hukum di Indonesia cenderung tumpul diatas dan tajam ke bawah. Walau begitu, apakah menjadi pembenaran bagi massa untuk mencabut nyawa orang lain tanpa peradilan terlebih dahulu? Karena bisa jadi orang tersebut tak bersalah?

Hukum Qishas Bahkan Lebih Manusiawi daripada Main Hakim Sendiri

Saat Aceh memiliki hak menjalankan pemerintahan sesuai dengan hukum Islam, banyak pejuang HAM yang menentang karena dianggap tidak berperikemanusiaan. Meski demikian, sampai saat ini penerapan hukum Islam di Aceh masih sebatas hukum cambuk bagi pezina atau pelaku asusila. Sedangkan hukum pancung termasuk potong tangan belum populer diterapkan.

Dalam Islam, hukuman terhadap  kejahatan disebut dengan hukum Qishas, Hukum Qishas adalah hukum yang bersumber dari Al-Quran. Adapun yang menjadi dasar hukum qishash terdapat dalam Al-Qur'an pada surah Al-Baqarah ayat 178-179 dan surah Al-Maa'idah ayat 45. Pada surah tersebut menjelaskan dasar hukum, klasifikasi, teknis, tujuan, fungsi dan hikmah qishash.

Hukum qishash merupakan reaksi Al-Quran terhadap hukum masyarakat jahiliah yang saat itu terlalu berlebihan menghukum pelaku kejahatan, sehingga lebih bersifat dzalim. Jika main hakim sendiri masih akan terjadi yaitu pemukulan atau penganiayaan yang berujung pada pembunuhan, bukankan tidak ada bedanya masyarakat kita dengan zaman jahiliyah sebelum hadirnya hukum Qishash atau Islam? Dengan kata lain, jika seseorang terbukti mencuri, akan lebih manusiawi bila dihukum potong tangan daripada dipukuli hingga mati?

Hal yang perlu kita renungi kembali, mengapa hukum main sendiri masih populer di beberapa tempat di negeri ini. Termasuk juga perlunya introspeksi mengapa hukum  yang dilakukan oleh pihak berwenang tidak mendapat kepercayaan masyarakat? sehingga lebih memilih main hakim sendiri? Jika memang terus begini, apa baiknya Indonesia menerapkan hukum qishash saja? Agar muncul efek jera dan meminimalkan ketidakpercayaan pada aparat hukum serta praktik main hakim sendiri?

Wallahualam Bisshowab