Yogyakarta, 7 Desember 2024 – Hari ini adalah salah satu momen yang membanggakan dalam perjalanan saya sebagai penerima Beasiswa Kominfo. Dalam acara Pemberdayaan dan Seminar Alumni Beasiswa Bidang Komunikasi dan Digital untuk Mendukung Kebijakan Asta Cita yang diadakan di Auditorium Gedung Transformasi Digital Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta, saya mendapatkan kesempatan luar biasa untuk mempresentasikan policy brief saya yang terpilih sebagai salah satu yang terbaik.
Pemaparan Policy Brief yang saya rekomendasikan
Acara ini merupakan bagian dari upaya Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk memberdayakan kami, para alumni penerima beasiswa, agar berperan aktif dalam mendukung tercapainya kebijakan strategis nasional, Asta Cita. Dalam kesempatan ini, saya mempresentasikan policy brief berjudul “Strategi Inovatif Pengelolaan Sampah Digital dan Konvensional untuk Mendukung Transformasi Digital Berkelanjutan”.
Melalui presentasi ini, saya mencoba memberikan rekomendasi kebijakan berbasis data dan pendekatan komprehensif untuk menangani persoalan pengelolaan sampah dalam konteks pembangunan digital di Indonesia. Saya merasa bahwa pengelolaan sampah, baik digital maupun konvensional, adalah aspek penting yang sering kali terabaikan dalam transformasi digital. Dalam presentasi saya, saya menekankan bahwa dengan mendukung kebijakan Asta Cita, kita tidak hanya menciptakan ekosistem digital yang berkelanjutan, tetapi juga memastikan inklusivitas bagi masyarakat luas.
Policy brief ini menyoroti beberapa strategi kunci yang saya anggap penting, yaitu:
Digital Hygiene Campaign: Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan data digital.
Circular Economy Approach: Menerapkan konsep ekonomi sirkular dalam pengelolaan sampah konvensional untuk mengurangi dampak lingkungan.
Kolaborasi Multi-Stakeholder: Melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan komunitas dalam menciptakan kebijakan yang inklusif dan berdaya guna.
Acara ini berlangsung sejak pagi, dan saya sangat terinspirasi melihat antusiasme dari para alumni lain yang juga mempresentasikan ide-ide mereka. Seminar ini juga menjadi ajang bagi kami untuk saling berdiskusi, berbagi pengalaman, dan mempererat silaturahmi. Rasanya luar biasa melihat bagaimana alumni dari berbagai angkatan sejak program ini dimulai pada tahun 2007 masih memiliki semangat yang sama untuk berkontribusi pada bangsa.
Dalam sambutannya, R. Wijaya Kusuma Wardhana – Staf Ahli Menteri Komdigi Bidang Sosekbud menyampaikan apresiasinya kepada para alumni yang telah berkontribusi melalui policy brief berkualitas tinggi. “Kami sangat bangga dengan peran aktif para alumni dalam mendukung pencapaian Asta Cita. Forum alumni yang sedang dirintis ini penting untuk pengembangan talenta digital sesuai bidang masing-masing agar dapat berkontribusi dalam peningkatan kesadaran dan literasi digital.” ujarnya.
Bagi saya, kesempatan ini adalah awal dari perjalanan yang lebih besar. Saya percaya bahwa melalui kolaborasi, diskusi strategis, dan pemikiran yang konstruktif, kami dapat terus memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan komunikasi dan digital di Indonesia. Semoga ke depan, Ikatan Alumni Penerima Beasiswa Kominfo semakin aktif dan solid dalam menciptakan perubahan yang positif.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung saya, dan semoga apa yang kami lakukan hari ini dapat memberikan dampak yang nyata bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.
Di zaman dimana manusia sangat mementingkan uang, sepertinya penulis
perlu menuliskan perenungan tentang nilai uang yang selalu punya peran besar
dalam system politik demokrasi. Ketika uang sudah menjadi bagian tak terpisahkan
dari politik, maka system kapitalisme cukup berperan besar dalam hal ini.Kapitalisme
sering kali disebut sebagai sistem ekonomi yang menawarkan kebebasan dan
peluang yang setara. Namun, pada praktiknya, sistem ini lebih menyerupai
struktur kekuasaan yang kompleks, di mana monarki, oligarki, dan demokrasi
menyatu dalam satu lapisan. Seperti sebuah boneka matryoshka, kapitalisme menyembunyikan
dinamika kekuasaan yang sesungguhnya di balik narasi kebebasan pasar dan
demokrasi.
Amerika Serikat, yang kerap mengklaim sebagai negara paling demokratis,
adalah contoh nyata dari paradoks ini. Di bawah sistem kapitalisme, demokrasi
di Amerika tidak murni ditentukan oleh suara rakyat, melainkan sangat
dipengaruhi oleh uang. Kampanye politik di Amerika adalah ajang adu kekuatan
finansial. Kandidat dengan pendanaan terbesar dari sponsor korporasi cenderung
lebih mudah memenangkan pemilu, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif.
Ironisnya, uang pajak rakyat sering kali digunakan untuk mendukung
agenda yang tidak langsung berhubungan dengan kesejahteraan rakyat itu sendiri.
Contohnya adalah dukungan finansial besar-besaran kepada Israel, Ukraina, atau
pendanaan invasi ke negara lain atas nama keamanan dan demokrasi.
Pertanyaannya: siapa sebenarnya yang memutuskan kebijakan ini? Jawabannya
adalah oligarki—sekelompok kecil elit politik dan ekonomi yang memiliki
pengaruh besar terhadap keputusan pemerintah.
Dalam sistem kapitalisme, politik pasar mendominasi. Kandidat yang
memiliki anggaran kampanye terbesar dan mampu menguasai narasi di media massa
hampir pasti akan keluar sebagai pemenang. Demokrasi kapitalis ini ibarat
memilih pemimpin berdasarkan "investasi terbesar", bukan kompetensi
terbaik. Hasilnya, kebijakan yang dihasilkan sering kali lebih menguntungkan
investor politik ketimbang rakyat kebanyakan.
Politik Profetik sebagai Alternatif
Sebagai respons terhadap kegagalan kapitalisme dan demokrasi semu,
politik profetik menawarkan paradigma yang lebih adil. Politik profetik
menekankan pada nilai-nilai spiritual, moralitas, dan kebijaksanaan pemimpin.Dalam diskursus pemerintahan, politik profetik
telah muncul sebagai alternatif ideal yang mengedepankan nilai-nilai etika,
moral, dan spiritualitas. Konsep ini berakar pada ide bahwa sistem pemerintahan
seharusnya tidak hanya berorientasi pada kekuasaan atau pragmatisme politik,
tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur yang menuntun pada kemaslahatan
bersama. Politik profetik mengacu pada teladan para nabi dan pemimpin besar
dalam sejarah yang memimpin dengan kebijaksanaan, keadilan, dan cinta kasih.
Politik Profetik dalam Pemerintahan Nabi Muhammad SAW
Hal ini dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW dalam membangun negara Madinah. Nabi Muhammad tidak hanya menjadi
pemimpin spiritual, tetapi juga pemimpin politik yang menerapkan keadilan
universal. Di Madinah, keputusan politik diambil berdasarkan nilai-nilai etika,
bukan kepentingan finansial. Kepemimpinan Nabi Muhammad berlandaskan pada wahyu
dan kebijaksanaan, bukan dukungan kelompok elit atau sponsor kaya. Sistem ini
menciptakan harmoni di masyarakat multikultural tanpa mengorbankan nilai-nilai
universal.
Nabi Muhammad SAW adalah contoh nyata dari politik profetik. Selama masa
pemerintahannya di Madinah, beliau menerapkan prinsip-prinsip keadilan,
persaudaraan, dan penghormatan terhadap perbedaan. Piagam Madinah, sebagai
konstitusi pertama dalam sejarah, mengatur kehidupan masyarakat multikultural
di Madinah dengan menekankan persatuan dan perlindungan hak-hak setiap
individu, termasuk non-Muslim. Nabi Muhammad tidak hanya bertindak sebagai
pemimpin politik, tetapi juga sebagai teladan moral yang mempraktikkan
nilai-nilai kasih sayang, kejujuran, dan keadilan.
Teladan dari Sejarah Kerajaan
Dalam sejarah Nusantara, Cina, Jepang, dan banyak kebudayaan lainnya,
politik profetik juga tercermin dalam kepemimpinan para raja. Raja-raja
Nusantara, seperti Hayam Wuruk atau Raja Airlangga, sering kali digambarkan
sebagai pemimpin yang bijaksana, adil, dan bahkan memiliki kekuatan spiritual
tinggi. Majapahit tidak hanya kuat secara militer, tetapi juga memprioritaskan
kerukunan antarsuku dan agama. Dalam ajaran Hindu-Buddha yang dianut, konsep
"Tri Hita Karana" (tiga sebab kebahagiaan) menjadi pedoman: harmoni
dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Raja-raja
Nusantara bahkan sering kali dianggap sebagai keturunan Pandawa melalui
Parikesit, mencerminkan legitimasi moral dan spiritual yang diharapkan dari
seorang pemimpin. Demikian pula, di Jepang dan Cina, garis keturunan raja
sering dikaitkan dengan dewa atau langit, memperkuat posisi mereka sebagai
pemimpin dengan kebijaksanaan dan tanggung jawab tinggi terhadap rakyat.
Dalam tradisi Cina, politik profetik tercermin melalui konsep
"Mandate of Heaven" atau mandat langit. Kaisar dianggap sebagai wakil
langit di bumi, yang bertugas memastikan kesejahteraan rakyat dan harmoni alam.
Kaisar Tang Taizong dari Dinasti Tang, misalnya, dikenal karena
kebijaksanaannya dalam memimpin, mendengarkan kritik dari para menteri, dan
memberlakukan kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Filosofi
Konfusianisme yang menekankan moralitas pemimpin menjadi dasar dari politik
profetik di Cina.
Raja Ashoka dari Dinasti Maurya di India adalah contoh lain dari politik
profetik. Setelah menyaksikan kehancuran dalam perang Kalinga, ia mengadopsi
ajaran Buddha dan mengubah cara kepemimpinannya menjadi lebih manusiawi. Ashoka
menekankan nilai-nilai non-kekerasan, keadilan sosial, dan toleransi. Ia mengukir
edik-edik di batu dan pilar untuk mengingatkan rakyatnya tentang pentingnya
hidup selaras dengan Dharma (kebenaran).
Di Jepang, politik profetik terlihat pada masa Restorasi Meiji, ketika
Kaisar Meiji memimpin transformasi besar-besaran untuk membawa Jepang menjadi
bangsa modern tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisionalnya. Restorasi Meiji
menunjukkan bagaimana seorang pemimpin dapat mengharmoniskan nilai-nilai
spiritual dan budaya lokal dengan tuntutan zaman modern.
Inspirasi dalam Film dan Literatur
Film-film epik sering menggambarkan politik profetik sebagai tatanan
yang ideal. Dalam cerita seperti "The Lord of the Rings" atau
"The Lion King", pemimpin yang bijaksana dan memiliki visi besar
dipilih bukan karena kekuatan fisik semata, tetapi karena moralitas dan
kesediaan mereka untuk berkorban demi kebaikan bersama. Politik profetik,
meskipun berakar pada nilai-nilai spiritual dan moralitas, sering kali diangkat
dalam kisah-kisah epik yang menggambarkan perjuangan kepemimpinan ideal di
tengah kekacauan. Beberapa karya populer seperti The Lord of the Rings, The
Lion King, dan Game of Thrones membawa unsur-unsur politik profetik, baik dalam
narasi maupun karakter pemimpin yang bijaksana. Berikut ulasannya:
1. The Lord of the Rings (2001-2003)
Dalam trilogi karya J.R.R. Tolkien yang diadaptasi oleh Peter Jackson,
politik profetik tergambar melalui perjalanan Aragorn, seorang keturunan raja
yang enggan menerima takdirnya sebagai pemimpin.
Elemen Politik Profetik:
Pemimpin yang Dipilih oleh Takdir: Aragorn adalah pewaris sah takhta Gondor, tetapi ia hanya menerima
takdirnya setelah melalui perjalanan panjang yang mengasah kebijaksanaannya. Ia
memimpin dengan moralitas, keberanian, dan pengabdian kepada rakyat.
Visi Keadilan: Ketika akhirnya menjadi
Raja Elessar, Aragorn menciptakan perdamaian di Middle-earth, mencerminkan
kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai luhur.
Spiritualitas dan Kebijaksanaan: Gandalf sebagai mentor spiritual membantu Aragorn memahami peran moral
dan etika dalam kepemimpinannya, seperti seorang nabi yang membimbing seorang
raja.
2. The Lion King (1994)
Film animasi Disney ini secara eksplisit menggambarkan perjalanan
seorang pemimpin profetik melalui karakter Simba, seekor singa muda yang
kembali untuk merebut takhtanya setelah mengalami pengkhianatan dan
pengasingan.
Elemen Politik Profetik:
Warisan Kepemimpinan: Simba adalah pewaris takhta Pride Rock, tetapi harus menghadapi
tantangan untuk merebut kembali takhtanya dari pamannya, Scar, yang memerintah
dengan tirani.
Kebijaksanaan Spiritual: Simba dibimbing oleh Rafiki dan semangat ayahnya, Mufasa, untuk
menemukan kembali identitasnya sebagai pemimpin. Pesan spiritual ini
mencerminkan pentingnya keterhubungan dengan nilai-nilai luhur dalam memimpin.
Pemimpin yang Melayani Rakyat: Setelah mengalahkan Scar, Simba mengembalikan keseimbangan ekosistem,
mencerminkan pemimpin yang melindungi rakyat dan alam.
3. Game of Thrones (2011-2019)
Serial karya George R.R. Martin ini, meskipun penuh dengan intrik
politik dan pengkhianatan, tetap menyentuh aspek politik profetik melalui
beberapa karakter, terutama Jon Snow dan Daenerys Targaryen.
Elemen Politik Profetik:
Jon Snow: Seorang pemimpin yang
tidak mencari kekuasaan, tetapi diakui oleh rakyatnya karena moralitas,
keberanian, dan komitmen terhadap keadilan. Jon adalah contoh pemimpin yang
tidak mementingkan diri sendiri, melainkan berjuang untuk kebaikan bersama.
Daenerys Targaryen: Sebagai keturunan "House of the Dragon", Daenerys sering
dianggap sebagai figur profetik yang membawa visi pembebasan. Meskipun
ambisinya akhirnya melampaui moralitas, awal perjuangannya mencerminkan harapan
terhadap pemimpin yang berkomitmen untuk menegakkan keadilan.
Moralitas dalam Kekuasaan: Serial ini menggambarkan perjuangan antara etika dan pragmatisme dalam
politik. Kepemimpinan yang ideal dalam Game of Thrones adalah yang berlandaskan
kebijaksanaan dan keadilan, meski sulit dipertahankan di tengah korupsi
kekuasaan.
Politik Profetik untuk Masa Depan
Kapitalisme yang berlapis demokrasi dan oligarki telah menunjukkan
kelemahannya dalam menciptakan pemerintahan yang benar-benar adil. Politik
profetik, yang menempatkan moralitas, kebijaksanaan, dan tanggung jawab di atas
kepentingan pribadi atau kelompok, menawarkan solusi yang lebih manusiawi.
Dunia modern membutuhkan pemimpin yang tidak hanya terampil dalam
strategi politik, tetapi juga memiliki nilai-nilai luhur seperti yang
dicontohkan Nabi Muhammad SAW, para raja Nusantara, dan pemimpin besar lainnya.
Dengan demikian, politik profetik bukan hanya romantisme masa lalu, tetapi juga
jalan menuju tatanan dunia yang lebih berkeadilan. Kisah-kisah yang terdapat
dalam film dan literatur juga mengingatkan bahwa kepemimpinan sejati bukan
sekadar soal kekuasaan, tetapi soal melayani rakyat, menegakkan keadilan, dan
menjunjung nilai-nilai luhur. Politik profetik, seperti yang terlihat dalam
film dan serial ini, adalah pelajaran universal tentang arti kepemimpinan yang
sejati.
Politik profetik menawarkan pendekatan ideal untuk pemerintahan dengan
menempatkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan di atas kepentingan pribadi
atau golongan. Di era modern, politik profetik dapat diadaptasi untuk
menghadapi tantangan global seperti ketimpangan sosial, kerusakan lingkungan,
dan krisis moral. Inspirasi dari Nabi Muhammad SAW, raja-raja Nusantara, serta
pemimpin-pemimpin besar di Cina, India, dan Jepang membuktikan bahwa politik
yang berlandaskan moralitas dan spiritualitas mampu menciptakan tatanan
masyarakat yang adil, damai, dan sejahtera. Dengan menanamkan nilai-nilai ini,
dunia dapat bergerak menuju peradaban yang lebih beradab dan manusiawi. Politik
profetik bukan hanya utopia, tetapi solusi nyata yang telah terbukti berhasil
dalam sejarah.
Topik ini merupakan lanjutan
inspirasi penulis dari tulisan sebelumnya yaitu Spiritualitas,Intelektualitas, dan Harta Amanah Para Raja Nusantara.Penulis meyakini
bahwa harta ini real adalah selain dari pernyataan dalam artikel sebelumnya
melalui sejarah yang ada buktinya maupun tidak, juga karena membandingkan realitas yang
terjadi di negara Cina saat ini. Berikut ini apa yang sedang terjadi
pada Cina yang mengantarkan negara ini mulai menjadi negara terkuat di dunia
dalam bidang ekonomi dan militer berkat penemuan tambang emas yang besar.
Tiongkok Menemukan Cadangan
Emas yang Signifikan untuk Mendukung Ambisi Ekonomi dan Militer
Baru-baru ini,
Tiongkok menemukan cadangan emas dalam jumlah besar di Provinsi Hunan, dengan
deposit melebihi 1.000 metrik ton dan bernilai sekitar $82,8 miliar. Penemuan
ini merupakan bagian dari inisiatif Tiongkok yang lebih luas untuk meningkatkan
keamanan sumber daya dan mengurangi ketergantungan pada impor mineral
strategis. Cadangan tersebut terletak di Tambang Emas Wangu, yang telah menjadi
salah satu pusat penambangan emas terpenting di Tiongkok setelah bertahun-tahun
investasi eksplorasi oleh otoritas setempat. Pemerintah memandang penemuan ini
sebagai hal penting untuk memperkuat stabilitas ekonomi dan kemandirian sumber
daya negara tersebut. (South China Morning Post, 2024; State Council of China,
2024)
Secara
paralel, tambang emas Xiling di Provinsi Shandong, lokasi penting lainnya,
telah mengalami peningkatan cadangan hingga lebih dari 592 metrik ton, dengan
nilai potensial melebihi $27,7 miliar. Hal ini menjadikan Xiling sebagai
cadangan emas tunggal terbesar di Tiongkok, dengan sumber daya yang mampu
mendukung produksi selama empat dekade mendatang. Penemuan ini sejalan dengan
tujuan strategis Tiongkok untuk memanfaatkan sumber daya alamnya demi
pertumbuhan ekonomi domestik dan, berpotensi, aplikasi militer, guna memastikan
keamanan nasional dan pembangunan industri jangka panjang. (China Daily Global
Edition, 2023)
Penemuan emas
baru ini diharapkan dapat mendorong investasi infrastruktur, menyediakan
lapangan kerja, dan memperkuat posisi geopolitik Tiongkok dengan mengurangi
ketergantungannya pada sumber daya asing. (South China Morning Post,2024)
Analisis Penemuan Tambang Emas dan Kegagalan Manajemen
Pemerintahan Orde Lama & Orde Baru
Tidak bisa dipungkiri bahwa tragedi politik dan kemanusiaan G30S itu berhubungan
dengan penemuan emas di Papua dan pendirian Freeport, Berikut analisis sejarah
gopolitik penulis yang penuh konspirasi tapi logis untuk kita cerna bersama.
Penemuan
tambang emas di Papua oleh Freeport berawal dari penelitian Jean Jacques Dozy
pada 1936, yang mengidentifikasi gunung Ertsberg sebagai lokasi kaya akan
kandungan mineral, termasuk emas dan tembaga. Eksplorasi lebih intensif
dilakukan setelah Freeport Sulphur Company mendapatkan konsesi pada era Orde
Baru. Gunung Grasberg yang kemudian ditemukan di bawah Ertsberg menjadi salah
satu tambang emas terbesar di dunia, mempertegas posisi Freeport di Indonesia
sejak 1970-an (Historia,2017; Koran Sulindo,2023)
Konteks
geopolitik dan ekonomi di sekitar tambang ini terkait erat dengan pelengseran
Presiden Sukarno dan pengaruh Amerika Serikat. Sukarno, yang dianggap terlalu
dekat dengan blok Timur dan menerapkan kebijakan ekonomi nasionalistik, memicu
reaksi dari negara Barat, termasuk perusahaan seperti Freeport. Di sisi lain,
Presiden John F. Kennedy sempat mendukung Sukarno melalui kebijakan ekonomi dan
diplomasi yang cenderung moderat. Namun, setelah pembunuhan Kennedy pada 1963,
kebijakan AS terhadap Indonesia berubah drastis. Pemerintahan Lyndon B. Johnson
lebih mendukung elemen militer Indonesia, yang akhirnya memungkinkan Freeport
memperoleh akses tambang di Papua di bawah rezim Soeharto. (Koran Sulindo,2023;
Transisi, 2020)
Hubungan ini
mengindikasikan korelasi antara dinamika politik global, perubahan kepemimpinan
Indonesia, dan eksploitasi sumber daya alam Papua. Perjanjian New York 1962 dan
intervensi AS juga memainkan peran penting dalam memastikan kendali Papua Barat
oleh Indonesia, yang akhirnya memuluskan langkah Freeport untuk beroperasi. (Transisi,
2020)
Pemikiran tentang "Harta
Amanah Leluhur" dan Relevansinya dengan Peradaban
Menurut
pandangan spiritual, ada keyakinan bahwa "harta amanah leluhur"
berupa sumber daya emas atau kekayaan lainnya disimpan di alam spiritual dan
hanya akan tersedia ketika suatu bangsa mencapai tingkat kedewasaan moral dan
spiritual yang memadai. Hal ini penulis kaitkan dengan perkembangan negara- Tiongkok, yang
dianggap telah "membuka gerbang" untuk mengakses kekayaan tersebut,
sehingga mampu mengalami kemajuan pesat. Dalam narasi ini, keberhasilan sebuah
bangsa dalam mengelola warisan leluhur bergantung pada integritas pemimpin dan
moralitas kolektif rakyatnya.
Dalam konteks
Nusantara, gagasan ini penulis kaitkan dengan argumentasi sebelumnya bahwa
sebagian dari kekayaan leluhur pernah diakses pada era Presiden Sukarno. Namun,
kekayaan tersebut tidak dapat dikelola secara optimal karena berbagai tantangan
geopolitik, termasuk intervensi asing. Pembunuhan Presiden John F. Kennedy
sering disebut dalam teori ini sebagai upaya mencegah kerjasama internasional
yang mendukung kepemimpinan Sukarno. Akibatnya, sumber daya tersebut diduga
"hilang" atau disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu.
Cobaan Tambang Logam “Kurang
Mulia” Terhadap Mentalitas Bangsa Indonesia Saat Ini
Saat mengalami
penemuan tambang emas di Papua oleh pemerintahan kolonial Belanda, saat itu
pasti Belanda tidak rela itu sebabnya Perundingan antara Belanda dan Indonesia
terkait perebutan Papua dikenal sebagai Perjanjian New York atau New York
Agreement, yang ditandatangani pada 15 Agustus 1962. Perjanjian ini dimediasi
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan dukungan aktif Amerika Serikat,
yang khawatir terhadap pengaruh Uni Soviet dalam mendukung Indonesia. Ibarat
keluar dari mulut buaya tapi masuk ke mulut harimau. Ternyata Amerika punya
rencana tersendiri untuk menguasai Papua melalui pemerintah Orde Baru. Dari
sejarah ini kita belajar, bahwa karena tambang emas juga, kita kehilangan
banyak nyawa saudara-saudara kita sebanyak sekitar 200.000 hingga 1 juta jiwa dalam tragedy
G30S dan kemiskinan warisan hingga saat ini.
Berdasarkan
analisis diatas, semesta belum rela memberi kekayaan lebih banyak lagi karena
tidak ingin tragedi serupa terjadi. Itu sebabnya pemimpin Indonesia diuji
dengan penemuan tambang logam “kurang mulia”, namun nyatanya masih mal
administrasi dan belum mampu melakukan keadilan karena pengelolaannya belum
bisa dirasakan oleh rakyat secara optimal. Berikut bukti yang penulis rangkum:
Indonesia
menghadapi tantangan signifikan dalam pengelolaan tambang yang didominasi oleh
oligarki. Beberapa jenis tambang seperti batu bara, nikel, dan emas sebagian
besar dikuasai oleh perusahaan swasta besar, sering kali dengan keterlibatan
aktor-aktor politik. Menurut laporan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), banyak
izin tambang dikeluarkan tanpa memperhatikan dampak sosial dan lingkungan, menciptakan
kesenjangan antara keuntungan bagi pengusaha dan kerugian bagi masyarakat
lokal, termasuk pencemaran dan konflik lahan. (Mongabay, 2024; ICW, 2023)
Korupsi di
sektor tambang juga menjadi perhatian besar. Revisi UU Minerba memberikan
keuntungan besar bagi perusahaan tambang, seperti perpanjangan izin otomatis
tanpa lelang dan penghapusan kewajiban pembayaran royalti di beberapa kasus.
Regulasi ini memprioritaskan kepentingan korporasi dibandingkan kepentingan
publik, memperparah degradasi lingkungan, dan melemahkan kontrol negara
terhadap sektor tambang. (ICW, 2023)
Implikasi dari struktur
kepemilikan dan korupsi ini mencakup:
Kerusakan Lingkungan:
Aktivitas tambang sering meninggalkan lubang tambang yang tidak direklamasi,
menciptakan ancaman bagi ekosistem dan masyarakat lokal.
Kesengsaraan Masyarakat
Lokal: Konflik lahan, polusi, dan hilangnya sumber mata pencaharian
berdampak pada jutaan penduduk, terutama di wilayah pedesaan dan pesisir. (ICW,
2023)
Penguasaan Ekonomi oleh
Swasta: Ketergantungan pada swasta untuk mengelola sumber daya alam
menciptakan ketidakseimbangan dalam pembagian keuntungan nasional, mengabaikan
prinsip keadilan sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD 1945. (Mongabay,
2024; ICW, 2023)
Implikasi dan Refleksi
terhadap Moralitas Bangsa
Kepercayaan terhadap "harta
amanah leluhur" penulis gunakan sebagai motivasi untuk mendorong
peningkatan moral dan kesadaran kolektif. Dalam kerangka ini, nilai moral anak
bangsa menjadi tolok ukur penting untuk mempersiapkan diri menerima tanggung
jawab besar dalam mengelola kekayaan alam. Penegakan hukum, transparansi, dan
akuntabilitas dianggap sebagai langkah awal untuk mencapai tingkat peradaban
yang lebih matang.
Transformasi moral ini dipandang
sebagai proses bertahap yang memerlukan introspeksi mendalam dan pengungkapan
kesalahan kolektif di masa lalu. Pada akhirnya, kesadaran kolektif tentang
nilai-nilai luhur akan membawa bangsa ke titik di mana kekayaan alam dapat
dikelola secara berkeadilan dan berkelanjutan, tanpa dominasi asing, seperti
kasus yang sering diasosiasikan dengan pengelolaan tambang Freeport di Papua
ataupun oligarki yang terjadi saat ini.
Menuju Masa Depan yang Mandiri
dan Berdaulat
Dalam visi ini, tambang emas dan
kekayaan lain yang dikelola dengan baik oleh anak bangsa akan menjadi simbol
kedaulatan dan keberhasilan moral. Pengelolaan tersebut tidak hanya memenuhi
kebutuhan ekonomi tetapi juga menjaga keharmonisan dengan prinsip-prinsip
spiritual dan lingkungan, menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang mampu
memimpin secara moral dan material di kancah global. Narasi ini mengajak semua
elemen masyarakat untuk fokus pada penguatan nilai-nilai dasar bangsa sebagai
langkah fundamental menuju kemajuan yang sejati.
Referensi
South China Morning Post, 2024. China hits jackpot with
discovery of ‘massive’ gold reserves in Hunan. https://www.scmp.com/economy/china-economy/article/3287729/china-hits-jackpot-discovery-massive-gold-reserves-hunan
Ada yang mengatakan di medsos X bahwa ilmu sosial humaniora adalah hal yang tidak terlalu penting, meskipun
kemudian ada yang meng-counter bahwa pola pikir ini yang kemudian mengakibatkan
mengapa hukum bisa dibeli seperti beberapa kasus hukum saat ini. Hal ini
terjadi karena mungkinoknum tidak
memahami prioritas aturan, atau memang nuraninya tidak dipakai dalam
mempertimbangkan kasus yang ditangani. Lalu bagaimana cara membaca prioritas
hukum dalam bernegara selain nurani menjadi pertimbangan utama?
Urutan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang
terakhir kali diubah melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019. Berikut
adalah urutan peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR)
Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kabupaten/Kota)
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945) adalah konstitusi dasar bagi negara Indonesia yang
menjadi sumber hukum tertinggi. UUD 1945 berfungsi sebagai pedoman dasar dalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. UUD 1945 berisi
prinsip-prinsip fundamental, struktur dan mekanisme lembaga negara, serta hak
dan kewajiban warga negara.
UUD 1945 pertama kali disahkan oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945 dan telah mengalami
empat kali amandemen antara tahun 1999 hingga 2002 untuk menyesuaikan dengan
dinamika dan kebutuhan bangsa.
Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR)
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP
MPR) adalah salah satu bentuk produk hukum yang dikeluarkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Indonesia. TAP MPR berfungsi sebagai pedoman
politik dan hukum dalam menjalankan pemerintahan, serta sebagai landasan
konstitusional dalam pengambilan keputusan negara.
TAP MPR terbagi dalam dua jenis utama:
TAP MPR yang bersifat mengatur (regulatif): Ketetapan ini mengatur hal-hal yang bersifat struktural
dan fundamental dalam kehidupan bernegara, seperti Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) yang pernah ada sebelum UUD 1945 diamandemen.
TAP MPR yang bersifat penetapan (deklaratif): Ketetapan ini biasanya bersifat deklaratif atau
penetapan terhadap peristiwa tertentu, seperti pengangkatan presiden/wakil
presiden atau pengakuan terhadap hal-hal yang terjadi di dalam pemerintahan.
Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu)
Undang-Undang (UU) adalah peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama
dengan Presiden. Undang-Undang berfungsi untuk mengatur berbagai hal yang
berhubungan dengan kepentingan publik secara luas, termasuk hak dan kewajiban
warga negara, fungsi pemerintahan, dan hubungan negara dengan masyarakat.
Proses pembentukan UU membutuhkan persetujuan DPR dan presiden, serta melalui
beberapa tahap pembahasan sebelum disahkan.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perppu) adalah peraturan yang dikeluarkan oleh presiden dalam keadaan genting
dan mendesak. Perppu berfungsi untuk mengisi kekosongan hukum yang mendesak dan
tidak bisa ditunda karena situasi tertentu, seperti bencana alam atau krisis
nasional, sehingga membutuhkan penanganan cepat. Meskipun dikeluarkan oleh
presiden tanpa persetujuan DPR, Perppu harus diajukan ke DPR dalam persidangan
berikutnya untuk mendapat persetujuan menjadi undang-undang. Jika tidak
disetujui, Perppu harus dicabut.
Dasar hukum mengenai pembentukan UU dan Perppu
tercantum dalam Pasal 20 dan Pasal 22 UUD 1945.
Peraturan Pemerintah
(PP)
Peraturan Pemerintah (PP) adalah peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan
undang-undang sebagaimana mestinya. Fungsi utama PP adalah memberikan rincian
lebih lanjut mengenai aturan-aturan yang tercantum dalam undang-undang agar
dapat dilaksanakan secara efektif.
Menurut Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, Presiden
diberikan wewenang untuk menetapkan Peraturan Pemerintah guna menjalankan
undang-undang. PP juga menjadi dasar pelaksanaan ketentuan hukum yang diatur
dalam undang-undang dan memiliki kedudukan langsung di bawah undang-undang.
Peraturan Presiden
(Perpres)
Peraturan Presiden (Perpres) adalah peraturan
yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia untuk menjalankan perintah
undang-undang atau sebagai pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan yang sudah
diatur dalam undang-undang atau peraturan pemerintah.
Perpres digunakan untuk mengatur hal-hal yang
bersifat administratif, teknis, atau implementatif yang tidak memerlukan
peraturan dalam bentuk undang-undang atau peraturan pemerintah. Misalnya,
pengaturan tentang tugas dan fungsi kementerian, prosedur pelaksanaan kebijakan
tertentu, atau hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan fungsi pemerintahan.
Landasan hukum dikeluarkannya Perpres adalah
Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk
menyelenggarakan pemerintahan sesuai undang-undang. Perpres memiliki kedudukan
di bawah peraturan pemerintah dalam hierarki perundang-undangan di Indonesia,
sehingga tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan
pemerintah.
Peraturan Daerah
Provinsi (Perda Provinsi)
Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi)
adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah di tingkat provinsi bersama
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi). Perda Provinsi
mengatur hal-hal spesifik yang relevan dan dibutuhkan untuk wilayah provinsi
tersebut, dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi seperti undang-undang nasional dan ketentuan lainnya.
Beberapa karakteristik utama Perda Provinsi
adalah:
Cakupan Wilayah: Berlaku hanya dalam wilayah
provinsi dan disesuaikan dengan kebutuhan serta karakteristik daerah setempat.
Materi yang Diatur: Dapat mencakup berbagai
bidang seperti ekonomi, sosial, budaya, infrastruktur, serta pengelolaan sumber
daya alam yang spesifik untuk daerah tersebut, selama tidak bertentangan dengan
undang-undang nasional.
Proses Pembentukan: Perda Provinsi dirumuskan oleh
pemerintah provinsi bersama DPRD Provinsi. Setelah disetujui, rancangan perda
ditetapkan menjadi peraturan daerah oleh gubernur.
Landasan hukum untuk pembentukan Perda Provinsi
dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota (Perda Kabupaten/Kota)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda
Kabupaten/Kota) adalah peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten atau
kota bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten atau kota.
Perda Kabupaten/Kota bertujuan untuk mengatur dan menetapkan berbagai hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan karakteristik dan kebutuhan
khusus wilayah tersebut.
Perda Kabupaten/Kota bersifat mengikat dan
berlaku di wilayah kabupaten atau kota yang bersangkutan, mengacu pada
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Materi muatan dalam Perda Kabupaten/Kota harus selaras
dengan peraturan di atasnya, seperti Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang,
dan dapat mencakup berbagai bidang seperti pelayanan publik, penataan ruang,
pajak daerah, dan ketertiban umum sesuai kebutuhan lokal.
Masing-masing tingkatan dalam hierarki ini memiliki fungsi dan cakupan
yang berbeda, dengan peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi. Hal terpenting untuk dicamkan adalah hukum lebih rendah tidak boleh diterapkan selama bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.
Kontroversi tentang Ratu Kidul,
penguasa mistis Pantai Selatan, telah menjadi topik yang sering diperbincangkan
di berbagai platform, termasuk di YouTube. Sosok ini sering digambarkan dengan
dua sisi yang bertentangan: sebagian melihatnya sebagai entitas yang menuntut
tumbal, sementara yang lain menggambarkannya sebagai pelindung yang baik hati
dari bencana alam seperti tsunami. Jadi, manakah yang benar?
Dua Sisi dari Ratu Pantai
Selatan
Ratu Kidul, atau Nyai Roro Kidul,
adalah sosok legendaris yang memiliki kekuatan besar dan dikaitkan dengan dunia
supranatural, khususnya terkait dengan laut dan kerajaan mistis di Pantai
Selatan Jawa. Penafsirannya terbelah, tergantung pada sudut pandang orang yang
melihatnya.
Ratu Kidul yang “Jahat” Dalam
beberapa narasi, Ratu Kidul digambarkan sebagai sosok yang haus kekuasaan,
seringkali meminta tumbal dari penguasa atau orang yang mendekatinya untuk
meminta bantuan supranatural. Salah satu cerita paling kontroversial adalah
dugaan bahwa Ratu Kidul berperan dalam membantu Soeharto naik ke puncak
kekuasaan, dengan imbalan tumbal dalam bentuk korban jiwa yang berkaitan dengan
peristiwa G30S. Kisah ini mengklaim bahwa satu juta jiwa yang tewas dalam
peristiwa tersebut adalah bentuk persembahan kepadanya. Dalam konteks ini, Ratu
Kidul dipandang sebagai sosok yang terlibat dalam politik kekuasaan dengan
konsekuensi besar.
Ratu Kidul yang “Baik” Namun, di
sisi lain, ada juga narasi yang menggambarkan Ratu Kidul sebagai pelindung yang
baik hati, terutama terhadap warga pesisir. Masyarakat sekitar percaya bahwa
Ratu Kidul memiliki peran penting dalam melindungi mereka dari bencana alam,
terutama tsunami. Dia digambarkan sebagai sosok yang tidak meminta nyawa
sembarangan, melainkan hanya bertindak untuk menjaga keseimbangan alam dan
melindungi rakyat dari bahaya laut.
Siapa Sebenarnya Ratu Kidul?
Stereotip yang melekat pada Ratu
Kidul sering mengaitkannya dengan bangsa jin, dan dalam banyak budaya, bangsa
jin sering dianggap sebagai entitas jahat. Namun, sebenarnya, kisah asal-usul
Ratu Kidul lebih rumit dan mendalam. Ada legenda yang menyebutkan bahwa Ratu
Kidul sebenarnya adalah seorang dewi kahyangan, makhluk dari dimensi yang lebih
tinggi, seperti halnya dewa-dewi lain dalam mitologi Nusantara.
Makhluk-makhluk dari dimensi ini,
menurut beberapa cerita, diberikan dua pilihan ketika turun ke bumi:
Pertama, Tetap
mempertahankan kekuatan dan umur panjang, tetapi harus hidup sebagai bangsa
jin.
Kedua, Menjadi manusia mortal,
kehilangan kekuatan supranatural, namun memiliki kesempatan untuk menjadi
khalifah di bumi, makhluk yang bertanggung jawab menjaga harmoni dan kedamaian.
Ratu Kidul memilih opsi pertama,
tetap mempertahankan kekuatannya namun hidup sebagai bangsa jin. Ini
menjelaskan mengapa dia sering dikaitkan dengan kekuatan mistis dan
supranatural yang besar.
Kenapa Para Dewi dan Makhluk
Tinggi Turun ke Bumi?
Tujuan dari kedatangan makhluk
seperti Ratu Kidul ke bumi adalah untuk membimbing manusia. Mereka turun dengan
misi mengajari manusia tentang Pencipta, menjaga kedamaian, moralitas, dan
peradaban. Seperti kisah-kisah tentang Nabi Sulaiman atau wali yang dihormati
oleh bangsa jin, makhluk seperti Ratu Kidul berperan penting dalam membantu
manusia memahami dan menghormati alam semesta serta Pencipta mereka.
Dualitas Ratu Kidul: Baik dan
Jahat
Jadi, mengapa Ratu Kidul
digambarkan memiliki dua sisi yang berlawanan? Jawabannya terletak pada
bagaimana manusia yang berinteraksi dengannya. Ratu Kidul tidak secara inheren
baik atau jahat, melainkan merefleksikan sifat dari orang yang mendekatinya.
Bagi mereka yang datang dengan niat buruk, haus kekuasaan, dan siap
mengorbankan orang lain demi ambisi pribadi, Ratu Kidul akan menuntut tumbal
sebagai bentuk kesepakatan. Sebaliknya, bagi mereka yang datang dengan niat
baik, tulus, dan penuh keikhlasan, dia akan membantu tanpa meminta imbalan
apapun, seperti pelindung yang setia.
Ratu Kidul memiliki kemampuan
untuk merasakan frekuensi dan energi manusia yang mendekatinya. Dia bisa
membedakan antara mereka yang terikat dengan dunia dan kekuasaan, serta mereka
yang hanya terhubung dengan Sang Pencipta, hidup dalam kedamaian dan kerendahan
hati. Karena itulah, Ratu Kidul dikenal sebagai sosok yang sangat selektif dalam
menentukan siapa yang pantas mendapatkan bantuannya.
Apakah Ratu Kidul dan Nyi Roro
Kidul adalah Sosok yang Sama?
Ratu Kidul dan Nyi Roro Kidul
sering kali dianggap sebagai sosok yang sama dalam cerita rakyat Jawa, namun
ada beberapa perbedaan dan interpretasi terkait dua nama tersebut, tergantung
pada konteks budaya, spiritualitas, dan sejarah lokal.
1. Status dan Gelar
Ratu Kidul: "Ratu"
dalam bahasa Jawa berarti "ratu" atau "ruler" (penguasa),
sehingga Ratu Kidul digambarkan sebagai penguasa laut selatan Jawa, khususnya
wilayah mistis atau spiritual. Gelar "Ratu" memberikan makna
kekuasaan dan otoritas yang lebih tinggi, sehingga dia dipandang sebagai ratu
alam gaib yang memiliki kendali atas makhluk-makhluk lain, terutama di wilayah
laut selatan.
Nyi Roro Kidul: "Nyi"
adalah gelar kehormatan yang lebih bersifat feminin dan personal, seperti
"ibu" atau "nyonya". Gelar ini sering digunakan untuk
menunjukkan penghormatan, namun tidak selalu menunjukkan kekuasaan. Nyi Roro
Kidul sering dipandang sebagai tokoh yang lebih dekat dengan manusia, meski
memiliki kekuatan mistis.
2. Aspek Legenda
Ratu Kidul: Dalam legenda, Ratu
Kidul sering digambarkan sebagai sosok yang terlibat dalam hubungan spiritual
dengan para raja Mataram dan Kesultanan Yogyakarta. Ada mitos bahwa Ratu Kidul
memiliki ikatan mistis dengan raja-raja Jawa, khususnya Sultan Agung dari
Mataram. Dalam mitos ini, Ratu Kidul berperan sebagai pelindung kerajaan,
memberikan berkah kekuasaan, dan menjaga kelangsungan dinasti.
Nyi Roro Kidul: Nyi Roro Kidul
lebih banyak muncul dalam cerita rakyat sebagai sosok gaib yang sering
digambarkan mengambil nyawa orang yang berenang atau bermain di pantai selatan,
terutama yang berpakaian hijau, warna yang dikaitkan dengan kerajaan laut.
Dalam kisah ini, dia lebih sering dipandang sebagai roh pelindung laut dengan
kekuatan supranatural, tetapi tanpa fokus politik atau kerajaan.
3. Fungsi dalam Masyarakat
Ratu Kidul: Ratu Kidul berfungsi
sebagai entitas yang mengawasi keseimbangan alam, baik dari segi politik maupun
spiritual. Dia dianggap sebagai penjaga harmoni antara manusia dan alam,
terutama dalam mitos-mitos kerajaan Jawa. Upacara dan ritual penghormatan
kepada Ratu Kidul dilakukan untuk menjaga hubungan baik antara manusia dan
dunia gaib.
Nyi Roro Kidul: Nyi Roro Kidul
lebih sering dikenal dalam cerita-cerita rakyat yang terkait dengan legenda dan
kisah mistis di kalangan masyarakat pesisir. Perannya lebih terfokus pada
menjaga wilayah laut dari gangguan manusia dan mengajarkan penghormatan
terhadap laut, yang sering kali disertai dengan ketakutan dan kehati-hatian.
4. Persepsi dalam Mitos
Ratu Kidul: Dipandang sebagai
sosok yang lebih berwibawa dan memiliki sifat dualitas baik dan jahat,
tergantung pada siapa yang berinteraksi dengannya. Dalam kisah raja-raja Jawa,
Ratu Kidul lebih cenderung berperan sebagai pelindung, tetapi juga dapat
menghukum jika dianggap perlu.
Nyi Roro Kidul: Seringkali
dipersepsikan lebih sebagai makhluk gaib yang berinteraksi dengan manusia
melalui fenomena-fenomena alam atau supranatural. Dia bisa berwujud sosok yang
baik hati dan lembut, tetapi juga bisa menjadi berbahaya, terutama bagi mereka
yang tidak menghormati lautan.
5. Asal Usul Mitos
Ratu Kidul: Legenda Ratu Kidul
mungkin terpengaruh oleh konsep kekuasaan dalam kosmologi Jawa yang
menggabungkan dunia gaib dan kekuasaan politik. Peran Ratu Kidul sebagai
penjaga para raja juga memperkuat posisi mitologisnya dalam struktur spiritual
kerajaan.
Nyi Roro Kidul: Asal usul Nyi
Roro Kidul lebih terkait dengan cerita rakyat dan mitos lokal yang berkembang
di kalangan masyarakat pesisir. Banyak cerita tentang Nyi Roro Kidul yang
diturunkan secara lisan dan berkembang dari kisah-kisah masyarakat yang hidup
dekat dengan laut.
Kesimpulan
Ratu Kidul adalah manifestasi
dari dualitas, mencerminkan keseimbangan antara baik dan jahat. Dalam budaya
Nusantara, dia adalah simbol dari kekuatan besar yang berada di luar pemahaman
manusia biasa. Sosoknya, yang terlihat jahat atau baik, sangat bergantung pada
niat dan hati orang yang mencarinya. Dalam konteks ini, dia bukan sekadar
penguasa Pantai Selatan, melainkan refleksi dari kehidupan manusia itu
sendiri—di mana niat baik akan membawa kebaikan, dan niat jahat akan mengundang
kehancuran. Ratu Kidul tetap menjadi salah satu tokoh mistis paling menarik dan
kontroversial dalam budaya Indonesia, menantang pemahaman kita tentang
moralitas, kekuasaan, dan alam semesta.
Meskipun sering dianggap sama,
Ratu Kidul dan Nyi Roro Kidul bisa dilihat dari sudut pandang berbeda dalam
mitologi Jawa: Ratu Kidul adalah sosok yang lebih tinggi secara spiritual dan
politik, berhubungan dengan raja-raja Jawa dan memiliki peran penting dalam
kerajaan.Nyi Roro Kidul adalah personifikasi yang lebih dikenal dalam cerita
rakyat sehari-hari, berhubungan dengan kekuatan laut dan kehidupan masyarakat
pesisir.