My Story Beneath of Hidden Treasure

Post Top Ad

Sabtu, 12 Desember 2020

Islam Indonesia Yang Toleran Terhadap Sesama Demi Keutuhan Bangsa

 

Jumlah penduduk Indonesia saat ini yaitu pada tahun 2020  berada di kisaran 271 juta jiwa. Berdasarkan data Globalreligiusfuture, penduduk Indonesia yang beragama Islam pada 2010 mencapai 209,12 juta jiwa atau sekitar 87% dari total populasi. Pada 2020, penduduk muslim Indonesia telah diperkirakan mencapai 229,62 juta jiwa. Hal ini secara otomatis membuat Indonesia menjadi negara muslim terbesar dunia. Bagaimana kontribusi Indonesia bagi muslim dunia adalah memberi teladan sebagai negara yang masih mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa terutama bila dikaitkan dengan toleransi?

            Pada Pemilu tahun 2019, rakyat Indonesia sempat terpecah menjadi dua kubu yaitu kubu pendukung pilpres 1 yang populer dengan sebutan Cebong dan pilpres 2 dengan sebutan Kampret. Tak hanya itu, bahkan keyakinan sempat dilibatkan dalam politik dengan terbagi menjadi kubu Islam Nasionalis dan Islam lurus bahkan radikal. Tapi sebutan-sebutan ini memberi keuntungan terhadap bangsa? Faktanya, Indonesia hampir terbelah dengan fanatismenya masing-masing yang dampaknya sangat tampak didunia maya/ internet terutama media sosial dimana netizen saling mencela satu sama lain.


Toleransi antar umat beragama

Hilangkan Perpecahan Antar Saudara Seiman Maupun Tak Seiman

            Keterpecahan umat Islam ini salah satunya dilatarbelakangi oleh fanatisme pada salah satu sumber Hadist yang berisi: 


"Orang-orang Yahudi bergolong-golong terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, orang Nasrani bergolong-golong menjadi 71 atau 72 golongan, dan umatku (kaum muslimin) akan bergolong-golong menjadi 73 golongan. Yang selamat dari padanya satu golongan dan yang lain celaka.

Kemudian ditanyakan, "Siapakah yang selamat itu?"

Rasulullah saw menjawab, "Merekalah Ahlusunnah wal Jama’ah."

Dan kemudian ditanyakan lagi, "Apakah Ahlusunnah wal jama’ah itu?"

Beliau menjawab, "Apa yang aku berada di atasnya, hari ini, dan beserta para sahabatku (diajarkan oleh Rasulullah saw dan diamalkan beserta para sahabat)." (HR. Imam Thabrani)

 

            Hadist ini pula yang kemudian hari menjadi acuan bagi tumbuhnya faham radikalisme muslim baik di Indonesia maupun dunia karena merasa dirinya dan golongannya adalah yang paling Ahlusunnah wa jama’ah dan parahnya merasa paling benar termasuk melakukan aksi terorisme seperti pembunuhan. Padahal meskipun hadist ini benar, namun tidak boleh dipahami secara parsial atau sebagian tanpa melihat konteks penerapan bahkan sumber yang lebih tinggi yaitu Alquran surat Al-Baqarah ayat 256


“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

 

            Selain ayat tersebut diatas, bentuk toleransi antar agama yang lebih gamblang terdapat pada surat Al-Kafirun ayat 1-6 yaitu

“Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”


Jika seluruh umat muslim Indonesia berorientasi cukup pada 2 ayat  surat Quran diatas (meskipun masih banyak lagi yang serupa), maka keyakinan beragama seharusnya bukan menjadi masalah. Kita tidak perlu memaksa atau merayu nonmuslim menjadi mualaf bila tanpa kesediaan hatinya. Kitapun tak perlu meniru non muslim baik budaya maupun cara beribadah mereka. Namun yang pasti, kita perlu saling menghargai keyakinan masing-masing tanpa harus ada yang berkorban maupun dikorbankan.


 

Belajar Dari Sejarah Untuk Menghargai Persatuan dan Kesatuan

            

Hal yang sebenarnya menjadi Pe-eR masyarakat Indonesia adalah bukan toleransi pada antar umat beragama, mengingat komposisi non muslim di Indonesia kurang 20%. Masalah toleransi agama yang kita hadapi adalah aliran-aliran Islam itu sendiri di Indonesia. Hampir sama dengan masalah di negeri Arab, dimana satu agama, satu suku, satu bahasa, namun terpaksa terpisah dengan keyakinannya masing-masing. Bisa kita lihat bagaimana karena fanatisme aliran agama malah menyengsarakan rakyat seperti yang terjadi Suriah dan Afganistan dan negara konflik lainnya tak terkecuali Palestina yang dari tahun ke tahun sengsara oleh Israel. Meskipun agak berbeda konteks karena Zionis adalah diluar Islam.

 

           

Bangsa Arab punya sejarah dengan kelebihan dan kekurangannya, bangsa Indonesiapun sama. Bila Arab pernah mencapai kejayaannya pada zaman khilafah, namun runtuh oleh dominasi barat pada abad 19. Demikian halnya bangsa Indonesia pernah jaya dibawah panji kerajaan Islam. Namun harus bertekuk lulut oleh VOC Belanda setelah Nusantara terpecah menjadi kerajaan kecil-kecil dan penjajah mulai pandai menguasai sumber daya alam.

            

Keruntuhan kedua bangsa ini menurut pemetaan penulis terdapat 3 hal utama yaitu sifat dasar buruk manusia. Keserakahan, Pengkhianatan, dan Egoisme. Masa kejayaan Arab terakhir adalah pada masa kesultanan Turki Usmani Ottoman dimana wilayah kekuasaannya Eropa, Asia, dan Afrika. Dengan semakin lemah suatu pemerintah maka akan selalu ada yang memberontak dan melepaskan diri. Turki Usmani bubar pada tahun 1923, sebelumnya telah dirongrong oleh Inggris hingga Turki Usmani kehilangan banyak wilayah  termasuk semenanjung arab yang kini bernama Saudi Arabia pada tahun 1932. Dimana pendahulunya merupakan Ibnu Saud yang berkhianat terhadap Turki dengan bekerjasama terhadap Inggris untuk memerdekakan diri. Ibnu Saud pula  yang terlalu pro Barat dan menyetujui berdirinya Israel di Palestina.

           

Bagaimana dengan Indonesia? Sehingga bisa dijajah ratusan lamanya oleh VOC? Hampir sama! Indonesiapun juga demikian ketika masih dalam masa kerajaan Banten dimana VOC singgah pertama kali di Indonesia. Karena iri pada saudaranya Pangeran Arya Purbaya, Sultan Haji kemudian bersekongkol dengan VOC untuk merebut tahta kekuasaan Banten.Persekongkolan ini dilakukan oleh Sultan Haji setelah Sultan Ageng Tirtayasa lebih banyak tinggal di keraton Tirtayasa. Dengan bantuan pasukan VOC, pada tahun 1681 Sultan Haji melakukan kudeta kepada ayahnya dan berhasil menguasai istana Surosowan. Istama Surosowan tidak hanya berfungsi sebagai tempat kedudukan Sultan Haji, tetapi juga sebagai simbol telah tertanamnya kekuasaan VOC atas Banten bahkan seluruh Indonesia hingga ratusan tahun kemudian sampai dikumandangkan Proklamasi oleh Sukarno-Hatta.


 

Kunci Toleransi : Menghilangkan Egoisme dan Fanatisme

           

Sejarah akan terus berulang, jika tidak mau belajar dan mengaplikasikannya untuk kebaikan masa depan. Belum jauh dari generasi kita bagaimana orde lama digulingkan oleh orde baru dengan bantuan asing juga.Presiden Sukarno yang digulingkan oleh Suharto menjadi Presiden dengan bantuan CIA Amerika asalkan Gunung Emas Papua menjadi milik Amerika dan Indonesia berubah menjadi negara liberal awalnya sangat anti Barat menjadi pro Barat. Peta perpolitikan berubah sejak Reformasi tahun 1998 atau 22 tahun yang lalu. Indonesia berusaha mencari jati dirinya hingga kini. Masalah demi masalah melanda. Namun disinilah integritas pemimpin dan rakyatnya diuji. Apakah mampu menghilangkan rasa egois yaitu keserakahan sehingga harus mengkhianati bangsa sendiri? Dan rakyat apakah mampu percaya dan setia pada pemimpin-pemimpinnya sehingga tidak selalu menabrakkan kebijakan publik dengan kepentingan politik apalagi keyakinan agama yang bersifat fanatik.

            

Anti toleran selama ini karena faktor kecurigaan satu sama lain dan fanatisme berlebihan. Maka toleransi antar anak bangsa tidak cukup mencakup satu dimensi agama saja, namun terdapat moral dan integritas disana. Semakin jujur dan percaya hubungan yang dapat dibangun antar personal, semakin tinggi pula toleransi terhadap kebijakan, keadaan, kerjasama untuk mencapai persatuan. Pemimpin-pemimpin yang adil yang tidak memperturutkan egonya untuk kepentingan pribadi maupun golongan menurut penulis adalah sumber teladan toleransi bagi rakyat yang mendambakan kemakmuran dan kedamaian. Indonesia yang saling menjaga untuk terwujudnya persatuan dan kesatuan dalam keberagaman.

Wallahua'lam Bisshowab


Tidak ada komentar:

Posting Komentar