My Story Beneath of Hidden Treasure

Post Top Ad

Jumat, 15 Januari 2021

Sejarah Indonesia Dalam Memerangi Narkoba

 

Sejak dilantik menjadi oleh Presiden Jokowi menjadi Kepala BNN RI pada tanggal 23 Desember 2020 lalu, Komjen Petrus Golose gencar menyuarakan jargon “War on drugs” atau perang terhadap narkoba. Aksi pertama yang dilakukannya adalah pemusnahan 73 kilogram sabu dan narkoba jenis lain yang berasal dari beragam kasus yang ditangani pada beberapa bulan terakhir di tahun 2020. Semangat dari war on drugs adalah bagaimana pada tahun 2021 ini kita melakukan perang terhadap narkotika, melakukan unsur pencegahan-prevention yang mengedepankan soft approach dan smart approach (Kumparan,2021). Berdasarkan slogan war on drugs, bagaimana sepak terjang perang terhadap narkoba di Indonesia selama sejarah Indonesia? Apa yang bisa kita pelajari dari sejarah masa lalu untuk kebaikan hari ini dan masa depan?



Peraturan Narkoba di Zaman Kolonial Belanda

Peraturan tentang Narkoba di Indonesia telah ada peraturannya sejak zaman colonial Belanda 100 tahun yang lalu. Pada saat itu Pemerintah Belanda membuat Undang-undang (Verdovende Middelen Ordonantie) yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 (State Gazette No.278 Juncto 536). Undang-undang ini diberlakukan untuk menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan dari narkoba. Sebab pada saat itu Ganja (Cannabis Sativa) banyak tumbuh di Aceh dan daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai bahan ramuan makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca (Cocaine) banyak tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi ekspor. Maka dari itu perlu pembatasan agar penduduk tidak menyalahgunakannya.


Meskipun sudah terdapat Undang-undang (Verdovende Middelen Ordonantie), Hindia Belanda atau sebutan Indonesia pada kala itu belum bersih pada penyalahgunaan narkoba. Banyaknya penduduk dari Cina sebagai kelas menengah di Indonesia, dianggap konsumen dan memberikan devisa kepada pemerintah melalui candu, Pemerintah Hindia Belanda memberikan izin pada tempat-tempat tertentu (lokalisasi) untuk menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal dibenarkan berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang. Penggunaan obat-obatan jenis opium atau candu ini sudah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan Belanda. Budaya candu dibawa dari daratan Cina ke Indonesia sejak Hongkong jatuh ke tangan Inggris tahun 1841 akibat perang candu.Teler menjadi budaya populer sebagian warga Cina pendatang kala itu.

 

sumber :phesolo.wordpress.com

Peraturan Narkoba di Zaman Pendudukan Jepang

Setelah berganti kekuasaan sekitar tahun 1942-1945, Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu (Brisbane Ordinance). Meskipun demikian, obat-obatan sintetisnya dan juga beberapa obat lain yang mempunyai efek serupa (menimbulkan kecanduan) tidak dimasukkan dalam perundang-undangan tersebut.Bisa ditebak para pecandu saat itu pasti beralih pada narkoba jenis sintetis seperti psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu.

Sumber : dictio.id


Peraturan Narkoba di Zaman Setelah Kemerdekaan (Orde Lama)

Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) dimana wewenang diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya (State Gaette No.419, 1949). Pada masa ini, karena negara baru terbentuk dan dipusingkan dengan agresi militer Belanda hingga dua kali dan pemberontakan dimana-mana, Undang-Undang tentang Narkoba tidak ada perubahan berarti hingga nanti tahun 1970.

Sumber : https://slideplayer.info/


Peraturan Narkoba di Zaman Orde Baru

Setelah berakhirnya perang dunia kedua 1945, ternyata perang belum berakhir. Pada tahun  1970 bersamaan dengan perang Vietnam, narkoba di Indonesia dan seluruh dunia sedang berjaya dan menyasar korban anak-anak mudanya terutama di Amerika Serikat. Mungkin ini seruan agar Amerika segera mengakhiri invasinya di Vietnam untuk kembali ke negaranya dan mengurusi perang yang lebih penting yaitu perang terhadap narkoba. Arogansi Amerika akhirnya harus segera diakhiri dengan  kekalahan telak terhadap negara Vietnam ini.



Ternyata dampak buruk narkoba terhadap pemuda tidak hanya menjadi masalah Amerika, namun menjalar keseulurh pelosok dunia termasuk Indonesia dalam waktu yang hampir bersamaan. Mungkin ini awal globalisasi, walau teknologi belum canggih sepertinya para kartel dan bandar tidak mau menyia-nyiakan pangsa pasar internasional.

Menyadari hal tersebut maka Presiden mengeluarkan instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES 6/71, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan (antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang-orang asing.

Kemajuan teknologi dan perubahan-perubahan sosial yang cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda (tahun 1927) sudah tidak memadai lagi. Maka pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No.9 tahun 1976, tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap (illicit traffic). Disamping itu juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotik (pasal 32), dengan menyebutkan secara khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk menteri kesehatan.

Dengan semakin merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia, maka UU Anti Narkotika mulai direvisi. Sehingga disusunlah UU Anti Narkotika nomor 22/1997, menyusul dibuatnya UU Psikotropika nomor 5/1997. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman mati.


Peraturan Narkoba di Zaman Reformasi


Tahun 1998 menjadi tahun yang berat bagi seluruh dunia karena dilanda krisis ekonomi yang dahsyat. Krisis ini pula menjadi pemicu semakin mengguritanya bisnis narkoba dan penyaalhgunaannya. Setelah lengsernya Presiden Suharto otomatis mengakhiri periode orde baru dan diganti periode reformasi. Pada zaman reformasi inilah penindakan terhadap narkoba sudah semakin tegas.

sumber : riauonline.com


Pada tahun 1999, Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait. Berdasarkan pada dua peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai personel dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal.


BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi: 1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba.


Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP dan BNK. Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang memilki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK), yang memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Wali kota, dan yang masing-masing (BNP dan BN Kab/Kota) tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN.


Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.


Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan Undang-Undang yang terbaru dan yang terakhir dalam perang terhadap narkoba yang juga terus mengalami revisi seiring dengan perkembangan zaman. Dalam Undang-Undang ini juga diatur BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Yang diperjuangkan BNN saat ini adalah cara untuk MEMISKINKAN para bandar atau pengedar narkoba, karena disinyalir dan terbukti pada beberapa kasus penjualan narkoba sudah digunakan untuk pendanaan teroris (Narco Terrorism) dan juga untuk menghindari kegiatan penjualan narkoba untuk biaya politik (Narco for Politic).


Sejak terbentuknya pemerintahan modern di Indonesia, perang terhadap narkoba belum selesai hingga saat ini. Pilihannya tergantung kita sebagai masyarakat Indonesia. Apakah akan menganggapnya masalah besar sehingga perlu ketahanan diri yang kuat? Atau sepele seperti kejahatan kriminal biasa? Yang jelas masa depan Indonesia dipertaruhkan pada seberapa kuat kita mampu menghindar dari penyalahgunaan dan peredaran narkoba yang akan melumpuhkan dan menyia-nyiakan hidup generasi muda Indonesia. War on Drugs! (NK)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar