My Story Beneath of Hidden Treasure

Post Top Ad

Jumat, 29 Januari 2021

Hukum Tuhan, Hukum Alam, dan Hukum Manusia

“Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah 216)

Saya meyakini bahwa Tuhan, Alam, dan manusia adalah kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain. Dalam konsep jawa disebut dengan “Manunggaling Kawulo Gusti” yang berarti Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk  (ilmu hakikat). Dengan kembali kepada Tuhannya berarti manusia telah bersatu dengan Tuhannya. Konsep ini di Indonesia awalnya diperkenalkan oleh Syeh Siti Jenar dimana kemudian disalahpahami sebagai sesat karena kesalahan interpretasi atau bisa jadi Siti Jenar yang tidak lihai menyampaikannya. Konsep ini di Timur Tengah sudah terlebih dahulu ada dan dipopulerkan oleh Al-Hallaj dan Jalaludin Rumi penyair yang terkenal di Indonesia. Walaupun  Dalam tulisan ini saya ingin  membahas bagian paling sempit namun tak kalah penting dari semesta ini yaitu korelasi Hukum Tuhan, Hukum Alam, dan Hukum Manusia dalam perspektif ilmu hakikat (tersirat) dibalik ilmu syariat (tersurat) hukum dalam Al Quran. 


Sumber : rmol.id


Banyak dari kita melihat bencana alam sebagai azab terhadap perilaku manusia. Bahkan pada tahun lalu 2020, Paus Fransiskus sempat menyalahkan kaum LGBT sebagai penyebab wabah Corona di dunia. Hingga kemudian beliau sendiri tertular covid, yang bagi orang-orang pro LGBT akan membalasi bahwa Sang Paus kena azab atau karma. Lalu apakah dengan pernyataan seperti itu berarti Paus benar atau salah? Menurut saya pribadi jawabannya adalah benar dan salah. “Benar” karena Liwath/LGBT adalah salah satu faktor penyebab musibah. Namun juga “salah”, karena Paus hanya menyebutkan salah satu penyebab diantara banyak faktor yang tidak disebutkan. Sehingga terjadi ketidakadilan dalam menanggung stereotype. Dimana dalam hal ini hanya ditujukan kepada LGBT saja padahal pendosa lainnya turut andil juga.


Kemarahan/gejolak alam itu dari perspektif spiritual karena banyak faktor. Faktor pertama, Dosa manusia. Dosa manusia sendiri itu banyak tak hanya LGBT, seperti pembunuhan, fitnah, gibah, kecurangan, penipuan, pencurian, berzina, berjudi, mabuk, dan lain sebagainya yang dilarang di kitab suci. Faktor Kedua, pertanda akan munculnya hari kiamat dimana bagi manusia yang peka maka akan segera bertaubat. Sehingga ketika matahari nanti terbit dari barat, manusia tidak lagi bertanya-tanya “ada apa, ada apa?” Kemarin alam bergejolak, lu kemana aja? Faktor ketiga, Ujian keimanan dan penggantian rezeki/umat  yang lebih baik. Segala hal buruk terjadi tidak selalu berarti keburukan selamanya. Contoh kemarin ketika Turki diguncang gempa, beberapa bulan kemudian ditemukan cadangan gas bumi yang luar biasa. Atau contoh terdekat adalah Merapi, salah satu gunung paling aktif, namun setiap meletus mengeluarkan material vulkanik yang berharga bagi warganya dan kesuburan bagi tanahnya. Dan mungkin faktor lain yang diluar batas pemikiran saya.


Hukum Tuhan (Allah)  yang Mulai Ditinggalkan


Meskipun penting berpikiran positif, namun tidak seharusnya menjadikan kita lemah terhadap kejahatan/kebatilan dan kedzaliman di muka bumi. Karena bencana alam bisa saja terjadi karena manusia sebagai khalifah lemah tak bisa melaksanakan hukum Tuhan (yang telah mengangkat manusia sebagai khalifah-Nya) di bumi maka Tuhan menunjuk alam yang menggantikan peran tersebut. Dalam sejarah, Tuhan telah mengutus 124.000 nabi dengan 312 diantaranya adalah Rosul termasuk Nabi Muhammad sebagai pamungkas mereka semua, membawa kabar gembira sekaligus peringatan yang harusnya kita terima, bukan pilah-pilih seenak nafsu manusia. Ketika seorang Nabi/Rosul gagal tak bisa membawa umatnya kembali pada jalan Allah. Jalan terakhir yang diambilNya biasanya adalah dihancurkan melalui kekuatan alam.  Bila melihat aturan hukum kekinian, kenyataan berapa banyak hukum Tuhan kita tinggalkan karena menurut kita tidak berperikemanusiaan?


Sebut saja mencuri dihukum potong tangan,  zina dihukum rajam, pembunuhan dengan hukum Qishash, dan sebagainya yang terdapat dalam Al Quran dianggap hukuman tidak manusiawi oleh seluruh umat di dunia bahkan oleh umat Islam sendiri. Sehingga manusia menciptakan hukum sendiri yang dirasa lebih manusiawi sebagai pengganti. Bukankah dengan demikian  sama saja tidak patuh dengan perintah Tuhan? Padahal Allah berfirman “Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”


Berikut ini saya akan memberikan ilustrasi dari kisah nabi Musa dan nabi Khidr yang diambil dari surat Al-Kahfi ayat 60-82 bahwasanya Nabi Musa meminta Nabi Khidr agar bisa mengikutinya kemanapun. Namun Nabi Khidr menjawab bila Nabi Musa tidak akan sabar bersamanya.


Nabi Khidir meminta agar Nabi Musa tak menanyakan apa pun sampai Nabi Khidir sendiri yang menjelaskannya. Keduanya pun melakukan perjalanan dengan menaiki sebuah perahu. Namun, di tengah perjalanan Nabi Khidir melubangi perahu itu. Melihat hal itu, Nabi Musa bertanya alasan melubangi perahu. Sebab, hal itu bisa membuat penumpang di atasnya tenggelam. Nabi Khidir pun mengingatkannya bahwa Nabi Musa tidak akan tahan bersamanya.


Cerita Nabi Khidir selanjutnya, saat ia bertemu dengan seorang anak muda dan membunuhnya. Nabi Musa pun bertanya-tanya penuh misteri alasan perbuatan mungkar itu. Nabi Khidir pun lagi-lagi mengingatkan Nabi Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar ketika tengah bersamanya. Mereka pun berjalan bersama kembali hingga di sebuah kota.


Sesampainya, mereka berdua meminta untuk dijamu oleh penduduk.Tetapi para penduduk tidak mau menjamu mereka. Nabi Khidir pun melihat terdapat dinding rumah yang hampir roboh dan membenarkannya. Melihat hal itu, Nabi Musa pun mengatakan bahwa Nabi Khidir bisa meminta imbalan sebagai gantinya. Mendengar itu, Nabi Khidir pun memutuskan untuk berpisah dengan Nabi Musa.



Nabi Khidr juga menjelaskan berbagai pelajaran yang terjadi selama perjalanan kepada Nabi Musa. Nabi Khidir mengatakan bahwa perahu yang ia lubangi merupakan milik orang miskin.
Sedangkan, di depannya terdapat raja yang merampas setiap perahu. Sehingga hal itu dilakukan untuk menyelamatkan perahu tersebut. Kemudian, anak muda yang dibunuh merupakan seorang kafir. Sementara, kedua orang tuanya adalah mukmin sehingga Nabi Khidir khawatir jikalau sang anak bisa membawa orang tuanya dalam kekafiran.

Terakhir, Nabi Khidir menjelaskan kepada Nabi Musa perihal dinding rumah yang ia perbaiki. Menurutnya, rumah tersebut miliki dua anak yatim dan di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua.Ayahnya merupakan orang yang soleh. Allah SWT pun menghendaki agar saat dewasa dapat mengeluarkan simpanan tersebut dalam rumah yang aman.



Hikmah Dibalik Peristiwa dan Hukum Tuhan Yang Tidak Kita Pahami


Kisah ini mengandung tema besar utama yaitu pada dasarnya kita semua manusia seperti Nabi Musa yang melihat peristiwa secara actual atau saat itu saja. Sedangkan hukum-hukum Allah seperti persona yang diwakili Nabi Khidr yang pengetahuannya meliputi masa lalu, masa kini, dan masa depan alias tanpa batas, namun manusia terbatas.  Hukum yang tidak dijalankan sebagaimana Kehendak Tuhan pada akhirnya menyebabkan chaos. Kedzaliman yang dibiarkan akan membunuh keadilan itu sendiri yang kemudian membuat kedzaliman berkuasa. Seperti yang terjadi di Suriah membiarkan pemimpin dzalim berkuasa sehingga rakyatnya tersiksa. Tak peduli rakyat ini punya sifat baik atau jahat. Kalau penguasanya dzalim, semuanya menderita.


Membunuh atau menghilangkan nyawa atau hukuman lain yang membuat jera pada sebagian kecil manusia dzalim yang dihukumi dengan hukum Tuhan adalah seperti antisipasi kemudharatan yang lebih besar sebagaimana kisah Nabi Khidr dan Nabi Musa. Menurut analogi saya, menghukumi orang-orang dzalim sesuai hukum Tuhan itu  seperti menghilangkan benalu dari pohon yang rindang, karena jika dibiarkan pohon akan diinvasi benalu kemudian mati. Atau seperti sel kanker yang terlanjur membusuk pada tubuh bagian tubuh tertentu manusia sehingga perlu dipotong atau dihilangkan agar bagian tubuh lain tidak tertular membusuk juga sehingga berbahaya bagi nyawa yang punya tubuh. Artinya, jika tidak dienyahkan dari bumi akan membawa kemudharatan atau kesialan yang lebih besar bagi orang baik/ tidak bersalah sekalipun. Karena seperti virus, sifat buruk juga bisa menular.


Bencana alam bisa jadi pemurnian iman, bukan berarti yang meninggal dihukumi sebagai pendosa. Bisa jadi kematian tiba-tiba adalah sarana penghilang dosanya , kita tidak pernah tahu. Karena dasarnya kita semua adalah pendosa dan maukah bertobat sebelum terlambat? Karena bisa jadi bukan azab, namun tanda-tanda kiamat? Apakah ketika dunia berakhir baru kita tersadarkan bahwa selama ini kita terlenakan oleh buaian dunia yang fana? Jika memang dalam rangka pemurnian, maka mari saling mendoakan dan menjadi sarana introspeksi. Jika memang  hukum alam yang telah mengambil alih hukum manusia? Bisa jadi hukum Tuhan tidak dilaksanakan oleh manusia sebagaimana mestinya sehingga berakibat kedzaliman telah terjadi dimana-mana. Maka Tuhan mengutus alam untuk menggantikan peran manusia yang seharusnya menegakkan hukum secara adil.

Wallahua’lam Bisshowab

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar