Di era
modern ini, kecemasan tentang masa depan semakin nyata. Banyak orang menaruh
perhatian pada elite global yang memainkan strategi geopolitik dan ekonomi,
seolah rakyat kecil hanyalah pion dalam permainan mereka (Snyder, 2019). Di sisi
lain, ancaman bencana alam—gempa bumi, tsunami, perubahan iklim, hingga krisis
ekologis—seolah datang lebih sering dan lebih intens (Wisner, Gaillard, &
Kelman, 2012). Tidak sedikit pula influencer spiritual atau paranormal yang
dengan dramatis memperingatkan nasib dunia, bahkan menangis saat menceritakan
detail korban bencana atau potensi invasi suatu negara.
![]() |
Ilustrasi percabangan masa depan |
Namun,
saya pribadi memandang prediksi buruk bukanlah vonis mutlak. Dunia memang penuh
ketidakpastian, tetapi selalu ada ruang refleksi, pilihan, dan hikmah yang bisa
kita ambil (Beck, 1992). Salah satu cara memahami hal ini adalah dengan
menengok konsep multiverse, yang diperkenalkan dalam fisika teoretis dan
populer melalui film-film fiksi seperti Marvel. Konsep ini menegaskan bahwa
universe tempat kita hidup saat ini hanyalah satu jalur dari sekian banyak
kemungkinan realitas. Setiap keputusan yang kita buat membuka potensi universe
alternatif—jalur yang mungkin sedikit atau sangat berbeda dari realitas yang
kita alami (Marvel Studios, 2021).
Dalam
pandangan ini, universe adalah semesta tunggal yang kita tempati, di mana semua
pengalaman, keputusan, dan konsekuensi bersifat konkret dan konsisten. Setiap
tindakan yang kita ambil mengerucutkan jalur realitas yang akan kita lalui.
Sedangkan multiverse adalah cabang-cabang kemungkinan dari universe utama;
setiap universe alternatif mencerminkan keputusan atau kondisi yang berbeda.
Misalnya, jika seseorang memilih A, universe lain mungkin muncul di mana dia
memilih B, sehingga dua realitas berbeda berjalan paralel (Baudrillard, 1994).
Pemahaman
ini memiliki relevansi praktis terhadap bagaimana kita menghadapi prediksi
buruk atau bencana. Banyak orang gagal atau menyesali masa lalu karena mereka
membayangkan universe alternatif yang lahir dari keputusan berbeda. Namun, kita
tidak bisa mengubah masa lalu; yang bisa kita lakukan adalah membentuk masa
depan melalui keputusan hari ini. Dengan kata lain, jika kita ingin
menjalani masa depan yang lebih baik dan tidak jatuh ke dalam prediksi buruk,
langkahnya sederhana: ambil keputusan yang bijak saat ini. Masa depan adalah
rantai keputusan kecil yang terus mengerucut membentuk realitas.
Bahkan,
dalam banyak kasus, ada hal-hal yang memang harus terjadi, termasuk bencana.
Dalam perspektif spiritual maupun sosial, bencana bukan semata hukuman, tetapi hikmah
yang ingin diajarkan kepada manusia (Wisner et al., 2012). Hikmah ini bisa
berupa pembelajaran tentang pentingnya kesiapsiagaan, solidaritas, kesadaran
ekologis, atau introspeksi diri. Pertanyaannya adalah, apakah hikmah ini hanya
bisa dipahami setelah bencana terjadi? Saya percaya tidak. Jika manusia mampu
mengambil hikmah lebih dini—melalui kesadaran, edukasi, dan tindakan
preventif—maka sekalipun bencana tidak bisa sepenuhnya dicegah, dampaknya dapat
diminimalkan. Dengan kata lain, universe yang kita tempati dapat diarahkan ke
jalur yang lebih ringan melalui tindakan dan keputusan bijak.
Pemahaman Universe VS Multiverse dalam Menciptakan Realitas Lebih Baik
Konsep
multiverse juga mengajarkan kita tentang tanggung jawab pribadi. Setiap
pilihan yang diambil, sekecil apa pun, memiliki konsekuensi yang membentuk
jalur masa depan. Tidak perlu menunggu peristiwa besar atau prediksi mengerikan
untuk bertindak. Misalnya, tindakan sederhana seperti menjaga lingkungan,
memperkuat literasi kebencanaan, atau mengedukasi diri dan masyarakat, dapat
membentuk “universe alternatif” di mana dampak bencana lebih ringan dan lebih
manusiawi. Kesadaran ini memberi kita kuasa, sekalipun terbatas, atas jalannya
sejarah dalam universe yang kita tempati.
Selain
itu, memahami universe dan multiverse memberi kita perspektif yang lebih sehat
terhadap ketidakpastian. Dunia penuh ketidakpastian dan prediksi buruk bukan
untuk ditakuti, tetapi untuk direspons dengan bijak. Elite global atau
kemungkinan krisis memang ada, namun kita tidak hidup untuk sekadar menjadi korban
takdir. Kita bisa menjadi aktor yang sadar, yang memilih dengan bijak, dan yang
mampu membaca hikmah bahkan sebelum badai datang (Beck, 1992; Marvel Studios,
2021).
Akhirnya,
konsep universe dan multiverse mengajarkan kita bahwa masa depan bukanlah takdir
mutlak, melainkan hasil kumulatif dari pilihan sadar kita. Kita mungkin tidak
bisa mengontrol semua hal, tetapi kita bisa memengaruhi jalur yang kita lalui.
Prediksi buruk atau ancaman global bukan untuk membuat kita takut, tetapi untuk
mendorong kita mengambil keputusan bijak hari ini, sehingga realitas
yang kita alami dapat bergerak ke arah yang lebih positif.
Dengan
pemahaman ini, kita tidak hanya menyelamatkan diri secara individu, tetapi juga
memberi kontribusi terhadap “universe” yang lebih baik bagi masyarakat di
sekitar kita. Kesadaran ini menyadarkan bahwa setiap tindakan memiliki arti,
dan setiap pilihan membawa kita pada jalur realitas yang kita inginkan—atau
setidaknya, jalur yang lebih ringan, lebih bijak, dan lebih penuh hikmah.
Daftar Pustaka
Baudrillard, J. (1994). Simulacra and simulation.
University of Michigan Press.
Beck, U. (1992). Risk society: Towards a new
modernity. Sage Publications.
Marvel Studios. (2021). Doctor Strange in the
Multiverse of Madness [Film]. Walt Disney Studios Motion Pictures.
Snyder, G. H. (2019). Crisis decision-making and
international relations. Journal of Strategic Studies, 42(1), 23–40.
https://doi.org/10.1080/01402390.2019.1557020
Wisner, B., Gaillard, J. C., & Kelman, I. (Eds.).
(2012). Handbook of hazards and disaster risk reduction and management.
Routledge.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar