My Story Beneath of Hidden Treasure

Post Top Ad

Rabu, 29 Oktober 2025

Menghindari Jerat Utang Cina: Saatnya Indonesia Memenangi Persaingan dengan Daya Saing, Hukum Tegas, dan Mental Anti Korupsi

 Fenomena debt trap diplomacy yang kerap dikaitkan dengan skema pinjaman besar dari China melalui proyek infrastruktur seperti Belt and Road Initiative telah menjadi alarm bagi banyak negara berkembang. Meski terlihat sebagai peluang pembangunan, kenyataannya banyak negara menghadapi beban utang yang tinggi, kemampuan bayar yang menipis, hingga kewajiban strategis yang menggerus kedaulatan.

Indonesia, yang turut memasuki arus globalisasi investasi dan kerja sama internasional, memiliki potensi untuk mengambil jalur yang berbeda: bukan hanya membangun infrastruktur fisik dan menambah utang, melainkan memperkuat manusia, hukum, dan daya saing bangsa sehingga bukan hanya terhindar dari jebakan utang, tetapi unggul dibanding pesaing regional seperti Vietnam.



Contoh negara yang sudah “terjebak” atau sangat rentan

Berikut beberapa negara yang menjadi sorotan dalam literatur sebagai penerima utang besar dari Tiongkok dan menghadapi risiko tinggi:


1. Sri Lanka

 

  • Sri Lanka meminjam dari Tiongkok untuk pembangunan Hambantota Port, namun pelabuhan tersebut tidak menghasilkan pendapatan yang cukup.
  • Akibatnya, Sri Lanka menyerahkan pengelolaan pelabuhan tersebut ke perusahaan Tiongkok dengan kontrak sewa 99 tahun sebagai bagian penyelesaian utang.
  • Studi menyebut Sri Lanka salah satu contoh paling jelas yang sering dikutip dalam konteks “debt trap” Tiongkok


2. Laos (Republik Demokratik Laos)

 

  • Laos meminjam dalam skala besar untuk proyek seperti rel kereta Boten–Vientiane yang dibiayai Tiongkok. TheCommuneMag
  • Proporsi utang luar negeri yang besar kepada Tiongkok: dikatakan hampir 49 % dari utang luar negerinya. asiatimes.com+1
  • Karena proyek-proyek tersebut belum menghasilkan cukup pendapatan, Laos termasuk salah satu negara high risk of debt distress menurut riset. SpringerLink+1


3. Pakistan

  • Pakistan melalui proyek flagshipnya, China–Pakistan Economic Corridor (CPEC), menerima investasi besar dari Tiongkok untuk infrastruktur dan energi. Unthinkable Build+1
  • Utang Pakistan ke Tiongkok dikatakan signifikan, dan pembayaran utang eksternal (termasuk ke Tiongkok) menjadi beban besar bagi anggaran negara. asiasentinel.com+1
  • Proyek-proyek belum semua berjalan optimal, keuangan Pakistan menghadapi tekanan besar. TheCommuneMag


4. Kyrgyzstan & Tajikistan (Asia Tengah)

 

  • Menurut analisis, Kyrgyzstan dan Tajikistan sangat rentan terhadap “debt-trap diplomacy” Tiongkok karena utang mereka ke Tiongkok relatif besar dibanding GDP. cacianalyst.org+1
  • Contoh: Tajikistan punya utang ke Tiongkok yang mencapai puluhan persen dari utang luar negerinya/atau GDP. cacianalyst.org

Negara

Benua

Proyek/Pinjaman Utama

Dampak/Status Utang

Sri Lanka

Asia

Pelabuhan Hambantota

Sewa 99 tahun ke perusahaan Cina karena gagal bayar utang

Pakistan

Asia

Proyek CPEC (China-Pakistan Economic Corridor)

Utang meningkat, sebagian digunakan untuk infrastruktur; tekanan fiskal tinggi

Maladewa

Asia

Bandara internasional dan infrastruktur pariwisata

Utang tinggi, sebagian besar ke Cina; ketergantungan ekonomi meningkat

Djibouti

Afrika

Pelabuhan Doraleh

Sewa pelabuhan ke perusahaan Cina karena gagal bayar utang

Kenya

Afrika

Kereta cepat Mombasa–Nairobi (SGR)

Utang meningkat signifikan, memicu tekanan fiskal

Zambia

Afrika

Infrastruktur dan proyek energi

Sulit membayar utang, melakukan restrukturisasi utang

Ethiopia

Afrika

Jalan, kereta, dan pelabuhan

Beberapa proyek dibiayai Cina, meningkatkan beban utang negara

Sudan

Afrika

Energi dan infrastruktur

Pinjaman besar, kesulitan pembayaran, tekanan fiskal tinggi

Mozambik

Afrika

Gas dan proyek infrastruktur

Utang tinggi, memicu krisis fiskal

Laos

Asia

Kereta api Laos–China

Utang besar dan tergantung pada pendapatan dari proyek untuk membayar pinjaman

Catatan pola umum:

  • Negara menerima pinjaman besar dari Cina untuk proyek infrastruktur besar.
  • Pendapatan proyek tidak cukup menutup utang, sehingga negara terpaksa menyerahkan aset strategis, menunda pembayaran, atau melakukan restrukturisasi.
  • Debt trap biasanya muncul di negara dengan kapasitas fiskal terbatas, pengawasan lemah, dan ketergantungan pada proyek tunggal.


Kenapa hal ini penting untuk Indonesia/bersinggungan dengan Indonesia

  • Beberapa proyek  di Indonesia dan Asia Tenggara menimbulkan keprihatinan bahwa negara penerima perlu berhati-hati dengan struktur pembiayaan, transparansi, dan kemampuan bayar. TIME
  • Meski Indonesia belum disebut “terjebak” sebanyak contoh di atas, pengalaman negara lain bisa menjadi pelajaran penting dalam membuat kesepakatan pembiayaan infrastruktur besar.
  • Pemerintah dan pembuat kebijakan Indonesia mungkin perlu memperhatikan aspek seperti: syarat pinjaman (interest, tenor), prediksi pendapatan proyek, pengelolaan aset, dan kemampuan membayar sebelum menerima pinjaman besar.

 

Data Pembanding: Indonesia vs Vietnam

Rasio Utang terhadap PDB

  • Indonesia mencatat rasio utang pemerintah terhadap PDB sekitar 38,8 % pada 2024.
  • Indonesia juga tercatat memiliki rasio utang eksternal terhadap PDB sekitar 30,6 % di kuartal I 2025, terendah di antara negara ‑ G20.
  • Untuk Vietnam disebutkan rasio utang/‑PDB menurun dari ~41,3 % di 2020 ke ~33,8 % di 2024.

Investasi Asing (FDI) dan Ekonomi

  • Indonesia diperkirakan akan mencapai FDI sebesar ~1,4 % dari PDB pada 2025 sesuai proyeksi World Bank.
  • Perdagangan bilateral Indonesia‑Vietnam mencapai sekitar US$ 16 miliar (≈ Rp 260,4 triliun) pada 2024.

Ukuran Ekonomi

  • Indonesia diperingkat ke–8 secara dunia untuk GDP berdasarkan PPP pada 2024 (~US$ 4,66 triliun) menurut International Monetary Fund.
  • Untuk Vietnam, meskipun pertumbuhan pesat, masih tertinggal dari Indonesia dalam ukuran total ekonomi dan pasar domestik.

Dari data di atas tampak bahwa Indonesia memiliki keunggulan fiskal (rasio utang relatif rendah) dan skala ekonomi, namun kalah dalam beberapa aspek daya saing terutama dalam menarik investasi dan produktivitas bila dibandingkan dengan Vietnam.


Mengapa Vietnam Unggul dan Apa Tantangan Indonesia

Vietnam berhasil mengukir pertumbuhan karena beberapa faktor: efektivitas regulasi investasi, kecepatan dalam membuka sektor industri, serta integrasi ke rantai pasok global manufaktur. Indonesia tercatat tertahan dalam hal birokrasi, perizinan yang panjang, dan produktivitas tenaga kerja yang belum optimal.

Hal ini membuka dua tantangan utama:

  1. Infrastruktur fisik (jalan, pelabuhan, rel kereta) memang penting  namun jika tidak diiringi dengan SDM yang kompeten, regulasi yang cepat, hukum yang tegas, maka proyek besar bisa berujung utang besar yang menambah beban negara.
  2. Jika pembangunan hanya berbasis proyek besar dan utang luar negeri, Indonesia akan rentan terhadap skema utang yang menekan kedaulatan dan orientasi pembangunan jangka panjang — sebagaimana dialami beberapa negara.

 


Strategi Unggul: Indonesia Mengungguli Vietnam dengan Fokus pada Manusia, Hukum, dan Integritas


1. Pendidikan dan Pelatihan Teknologi sebagai Prioritas Utama
Indonesia harus memperkuat pendidikan STEM, literasi digital, dan vokasi yang terkait langsung dengan kebutuhan industri masa depan. Saat negara seperti Vietnam memanfaatkan keunggulan manufaktur sebagai pintu masuk ke pertumbuhan, Indonesia bisa naik kelas: dari hanya menjadi lokasi produksi menjadi pusat inovasi, riset dan teknologi lokal.


2. Hukum Tegas, Mental Anti-Korupsi, dan Tata Kelola Proyek yang Transparan
Salah satu elemen pencegahan jebakan utang adalah regulasi yang jelas dan penegakan hukum yang konsisten:

  • Kontrak internasional harus transparan dan dipublikasikan.
  • Setiap proyek besar dikelola dengan standar integritas tinggi dan pengawasan publik.
  • Lembaga penegak hukum (misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi) diberi kekuatan dan independensi untuk menangani korupsi di semua level proyek infrastruktur dan investasi asing.

Dengan demikian, utang dan investasi tidak hanya menjadi angka, tetapi bagian dari manajemen publik yang akuntabel yang melindungi rakyat dari biaya tersembunyi dan risiko kedaulatan.


3. Reformasi Regulasi: Memotong Birokrasi, Mempercepat Investasi, Namun Tetap Berdaulat
Indonesia perlu meniru kecepatan Vietnam dalam menarik investasi, tetapi dengan mekanisme yang menjaga kedaulatan nasional:

  • Perizinan harus cepat dan digital, namun tetap mempertimbangkan hak pekerja, lingkungan, dan nilai tambah lokal.
  • Proyek asing harus diarahkan untuk transfer teknologi, bukan hanya impor modal.
  • Diversifikasi mitra investasi (tidak tergantung hanya satu negara kreditur), untuk menghindari pengaruh eksternal yang dominan.


4. Ekonomi Hijau & Kreatif: Menciptakan Nilai, Bukan Hanya Proyek
Indonesia mempunyai keunggulan sumber daya alam (energi terbarukan, pertanian tropis, keanekaragaman hayati) dan populasi muda besar  yang bisa diarahkan ke ekonomi kreatif, startup teknologi, riset hijau. Ini akan meningkatkan daya saing jangka panjang dibanding Vietnam yang masih mengandalkan manufaktur padat karya dan rantai pasok global rendah upah.


5. Diplomasi Ekonomi Cerdas & Kebijakan Fiskal yang Sehat
Dengan rasio utang yang masih relatif rendah (~38,8 % PDB) dan utang eksternal yang terkendali, Indonesia harus menjaga kondisi fiskal yang sehat agar tetap memiliki ruang manuver. Diplomasi ekonomi harus diarahkan agar pekerjaan sama internasional bukan mendikte, melainkan mitra sejajar  yang memastikan transfer teknologi dan pembangunan kapasitas lokal.

 

Kaitan Strategi dengan Pencegahan Jebakan Utang

Ketika Indonesia fokus pada manusia, hukum, daya saing dan inovasi, maka:

  • Risiko proyek besar yang tidak menghasilkan akan menurun  karena SDM dan institusi siap mengelola dan memanfaatkan proyek.
  • Ketergantungan pada satu negara kreditur (misalnya Cina) berkurang  karena Indonesia mempunyai daya tawar, mitra banyak, dan kapasitas lokal kuat.
  • Hukum tegas dan tata kelola mencegah manipulasi kontrak, pengalihan aset strategis, atau syarat investasi yang merugikan negara.
  • Fokus inovasi dan nilai tambah membuat utang bukan beban jangka panjang, melainkan investasi produktif yang menghasilkan manfaat ekonomi nyata.

 

 Indonesia Memenangi Lintasan dengan Langkah yang Lebih Cerdas

Vietnam boleh sedang dalam kecepatan tinggi, tetapi Indonesia memiliki modal besar: kekayaan demografi, ekonomi yang sudah cukup besar, dan ruang fiskal yang terkendali. Kuncinya adalah mengalihkan fokus dari sekadar proyek fisik dan utang besar, ke pembangunan manusia, hukum, dan daya saing jangka panjang.

Dengan pendidikan kuat, regulasi tegas, mental anti‑korupsi yang tertanam, dan inovasi sebagai motor penggerak ekonomi, Indonesia bukan hanya mampu mengungguli Vietnam  tetapi mungkin menjadi motor pemimpin baru di Asia Tenggara.

Bangsa yang membangun manusia, hukum, dan moral akan memimpin; bangsa yang hanya membangun proyek dan utang akan terbelenggu. Mari Indonesia memilih jalannya: membangun tanpa terjerat, unggul dengan kedaulatan, dan mandiri secara ekonomi.

 

Daftar Pustaka

Trading Economics. (2025). Indonesia Government Debt to GDP. Retrieved from https://tradingeconomics.com/indonesia/government-debt-to-gdp Trading Economics

CEIC Data. (2024). Vietnam Global Competitiveness Index. Retrieved from https://www.ceicdata.com/en/indicator/vietnam/global-competitiveness-index CEIC Data

Trading Economics. (2019). Vietnam Competitiveness Index – Global Competitiveness Report (Score 2019). Retrieved from https://tradingeconomics.com/vietnam/competitiveness-index Trading Economics

Vietnam Briefing. (2025, May 16). Vietnam Provincial Competitiveness Index: Key Findings from the 2024 Report. Retrieved from https://www.vietnam-briefing.com/news/vietnam-provincial-competitiveness-index-key-findings-from-the-2024-report.html vietnam-briefing.com

FocusEconomics. (2025). Indonesia Public Debt (% of GDP). Retrieved from https://www.focus-economics.com/country-indicator/indonesia/public-debt/ FocusEconomics

World Economic Forum. (2020). The Global Competitiveness Report 2020. Retrieved from https://www.weforum.org/publications/the-global-competitiveness-report-2020/ World Economic Forum

GlobalEDGE, Michigan State University. (n.d.). Vietnam: Indices – Competitiveness & other indicators. Retrieved from https://globaledge.msu.edu/countries/vietnam/indices globaledge.msu.edu

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar