My Story Beneath of Hidden Treasure

Post Top Ad

Rabu, 19 Februari 2020

Layakkah Ganja dilegalkan di Indonesia?


Legalisasi ganja sempat mencuat kembali beberapa waktu lalu setelah anggota DPR melontarkan usulan agar Indonesia mengekspor ganja keluar negeri sebagai komoditas yang menguntungkan. Sebelumnya, legalisasi ganja sempat menjadi polemik di masyarakat setelah kasus Fidelis yang menanam dan memanfaatkan ganja untuk mengobati istrinya yang sedang sakit parah. Meski demikian, kasus ini menjadi isu nasional yang menyebabkan kegaduhan publik antara pro dan kontra perihal pelegalan ganja. Lalu layakkah ganja di legalkan di negeri Indonesia ini?

Kontroversi bahwa ganja membawa manfaat atau mudharat telah bergulir sejak dahulu kala. Seperti pada umumnya narkotika, ganja membawa manfaat bila dimanfaatkan dengan benar dan oleh orang-orang yang telah memiliki otoritas sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Disisi lain dapat mendatangkan mudharat bila disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak memiliki otoritas karena dapat membahayakan  hidupnya.  Berikut ini alasan orang awam mengapa ganja bermanfaat namun juga bermudharat :




Beberapa jurnal penelitian meng-klaim manfaat ganja, namun kepopuleran ganja medis dinilai sebagai sensasi belaka. Hal tersebut tertuang dalam studi ilmiah terbaru yang diterbitkan jurnal Lancet Psychiatry. Peneliti melakukan skrining terhadap 83 studi efek kanabinoid pada orang dengan masalah kesehatan mental dan neurologis termasuk depresi, kecemasan, sindrom Tourette, ADHD, PTSD. dan psikosis.

Meski menemukan hasil positif di sana-sini, beberapa penelitian belum menunjukkan bukti bahwa kandungan CBD-THC pada ganja medis dapat mengurangi gejala kecemasan dan gejala tertentu PTSD.Bahkan hasil positif yang dirasakan pasien mungkin tidak langsung disebabkan oleh penggunaan ganja medis namun oleh faktor lain termasuk sugesti manfaat ganja  untuk bidang kesehatan sedang diteliti secara ilmiah.
            
Para peneliti mencatat bahwa ganja medis sering diresepkan untuk pasien yang depresi dan mengalami kecemasannya sebagai kondisi sekunder dengan penyakit kronis sebagai diagnosis primer. Jadi peneliti kesulitan melihat bagaimana obat bekerja.Selain itu, banyak orang tidak menggunakan kanabinoid tingkat farmasi, dan sebuah badan penelitian mengatakan bahwa menggunakan ganja non-medis dapat memperburuk gejala kesehatan mental.

 Sementara itu, legalitas ganja bervariasi dari satu negara ke negara lain sehingga menciptakan pasar gelap dan abu-abu. Bahkan sebagian besar produk turunan ganja tidak termasuk dalam bidang Administrasi Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat. Sampai saat ini di negara ASEAN hanya Thailand yang telah melegalkan ganja medis, sedangkan Malaysia sedang mempertimbangkan aturan yang sama.Untuk di Indonesia, ganja masih menjadi musuh negara. Betapa tidak? Sampai saat ini manfaat dan mudharatnya tidak seimbang. Hal ini terbukti dengan data BNN tahun 2019 yang menyatakan bahwa  lima jenis narkoba terbanyak disalahgunakan dalam 1 tahun  terakhir adalah  Ganja (65,5%), Shabu (38%), Ekstasi (18,7%), Pil koplo (14,6%), dan Dextro (6,4%). Dari data tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa legalitas ganja adalah tidak layak di NKRI. Jika masih illegal saja sudah parah, apalagi dilegalkan? Mau jadi apa negeri ini? (NK)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar