My Story Beneath of Hidden Treasure

Post Top Ad

Minggu, 08 Desember 2013

Kapan di Indonesia Semuanya Bisa Sehat?


Saya  bertanya dalam diam “kapankah di Indonesia ini semuanya bisa sehat?” mungkin pertanyaan ini bukan hanya milik saya, tapi kita semua yang prihatin dengan kondisi kesehatan bangsa ini. Terlebih ketika melihat problem kesehatan gizi buruk, tingkat kematian ibu melahirkan yang tinggi, terbatasnya fasilitas kesehatan pemerintah, mahalnya pelayanan medis, juga rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan kesehatannya sendiri. Dan tentu masih banyak problem kesehatan lain yang menjadi PR bagi negara. Padahal,  bila semua orang ditanya apa yang paling berharga dalam hidup agar sejahtera? Tak sedikit orang yang akan menjawab “kesehatan”. Lalu, kapan, siapa, dan langkah kongkrit  apa yang bisa menjawab pertanyaan saya ini?

(Sumber: gizikia.depkes.go.id)


Tahun 2015 adalah waktu target tercapainya komitmen program MDGs (Millennium Development Goals) yang merupakan program untuk menanggulangi masalah kesejahteraan negara  Indonesia termasuk didalamnya aspek kesehatan. Program ini mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015 mendatang. Deklarasi Milenium ini adalah hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) termasuk Indonesia. Target utamanya tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Deklarasi tersebut berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah tujuan pembangunan dalam Milenium ini, antara lain :

1.     Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
2.      Mencapai pendidikan dasar untuk semua
3.      Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
4.      Menurunkan angka kematian anak
5.      Meningkatkan kesehatan ibu
6.      Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya
7.      Memastikan kelestarian lingkungan hidup
8.     Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Dari kedelapan tujuan MDGs diatas bisa kita lihat bahwa  3 diantaranya menyangkut masalah kesehatan yaitu pada poin 4, 5, dan 6. Tetapi menurut Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pesimistis Millenium Development Goals (MDGs) bidang kesehatan bisa tercapai pada 2015. Betapa tidak, dari item-item bidang kesehatan yang harus dicapai sampai Oktober 2012, hanya satu yang sudah tercapai yaitu pemerintah berhasil mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan kasus baru tuberkulosis (Tb).  Sedangkan item lainnya yang belum tercapai yakni penurunan prevalensi balita kekurangan gizi; penurunan angka kematian bayi dan balita; pengendalian dan penyebaran kasus baru malaria; penurunan angka kematian ibu melahirkan; serta pengendalian dan penurunan jumlah infeksi baru HIV.

Pesimisme Menkes ini bukan tanpa alasan, Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Tujuan Pembangunan Milenium pada tahun 2015 akan sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah pembayaran utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs.

 

Pelayanan Kesehatan dari Pemerintah

Terlepas dari target MDGs yang sangat sulit dicapai dalam kurun waktu 2 tahun mendatang yaitu tahun 2015 karena faktor beban hutang yang besar. Pemerintah sebenarnya telah mengupayakan program bantuan kesehatan yang dapat dijangkau seluruh rakyat. Dalam memenuhi kebutuhan layanan dasar kesehatan, pemerintah menjamin agar masyarakat mendapatkan layanan kesehatan dengan baik sesuai dengan haknya, hal ini di atur dalam amanat Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Sebagai contoh adalah Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang sampai hari ini sedang digulirkan.  Bahkan, mulai 1 Januari 2014 mendatang jamkesmas tersebut akan digantikan oleh JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). JKN nantinya akan menjangkau semua penduduk,  tidak terkecuali warga asing harus membayar iuran dengan prosentase atau nominal tertentu. Sedangkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh pemerintah. Peserta yang terakhir ini disebut sebagai penerima bantuan iuran. Harapannya semua penduduk Indonesia sudah menjadi peserta JKN pada tahun 2019.

Dengan demikian, apakah JKN dapat meng-cover semua kebutuhan rakyat terhadap akses kesehatan? Ternyata tidak semudah itu. Pada kenyataannya seperti halnya Jamkesmas, JKN masih memiliki catatan kepada masyarakat yang ingin menikmati fasilitas ini. Terlebih bagi orang-orang yang dinyatakan sebagai orang miskin. Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif namun masih ada yang dibatasi, yaitu kaca mata, alat bantu dengar (hearing aid), alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda dan korset). Sedangkan yang tidak dijamin meliputi: 


-Tidak sesuai prosedur
-Pelayanan diluar Faskes Yg bekerjasama dng BPJS
-Pelayanan bertujuan kosmetik
-General check up, pengobatan alternatif
-Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, Pengobatan Impotensi
-Pelayanan Kesehatan Pada Saat Bencana
-Pasien Bunuh Diri /Penyakit Yg Timbul Akibat Kesengajaan Untuk Menyiksa Diri Sendiri/ Bunuh       Diri/Narkoba


Catatan-catatan tersebut yang seringkali dalam praktiknya timbul kesenjangan, terutama prosedur – prosedur yang membuat pasien kerepotan sehingga tidak segera mendapat penanganan seperti pengalaman-pengalaman sebelumnya dengan Jamkesmas. Hal ini masih sulit dielakkan selama negara hanya berfokus pada solusi praktis. Solusi praktis ini saya maksudkan adalah solusi yang hanha bersifat permukaan atau dalam hal ini hanya pelayanan saja yang langsung diterima oleh pasien. Selama negara tidak melihat masalah dan solusinya secara global maka lingkaran setan kemiskinan dan minimnya kesehatan akan terus berlanjut.



Memang, merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bahwa pemerintah menjamin agar masyarakat mendapatkan layanan kesehatan dengan baik sesuai dengan haknya, adalah sebuah kewajiban dan cita-cita yang mulia. Namun, mengingat hutang negara yang masih sangat besar, apa lagi dibebani tujuan-tujuan MDGs yang masih jauh dari harapan, dan tindak praktek korupsi yang belum terselesaikan. Tentu negara dalam ancaman kebangkrutan bila tidak melakukan terobosan. Dalam skala dunia kesehatan di Indonesia  saja,  kita bisa lihat bahwa sarana dan prasarana kesehatan di Indonesia masih bergantung dengan komoditi impor. Obat-obatan, vaksin, vitamin masih sebagian kecil yang diproduksi sendiri. Ditambah dengan sangat mahalnya biaya dalam menempuh pendidikan medis terutama pendidikan dokter. Lengkaplah sudah  faktor-faktor pendukung yang mengakibatkan kesehatan mendapat predikat sebagai “barang mewah”.



 
(sumber: docallisme.blogspot.com)
 

 Dengan predikat tersebut seolah menjadi pembenaran bagi istilah  Orang Miskin Dilarang Sakit“. Kemiskinan pula yang menjadi sebab sekaligus akibat orang miskin mudah sakit. dalam tulisan saya sebelumnya ParadigmaKesehatan : Hygea dan Asklepios menjabarkan dua cara pandang terhadap kesehatan yaitu preventif (pencegahan) dan kuratif (pengobatan) untuk memperoleh kesehatan yang paripurna. Sayangnya, dalam kasus untuk orang miskin identik dengan kebodohan yang tidak mengerti cara mencegah dan tidak punya uang untuk mengobati. Karena kemiskinan dan kebodohan, Kaum dhuafa / miskin menjadi pasif terhadap perhatian akan kesehatan disebabkan ketidak-tahuan. 

Penanganan Kesehatan Jangka Pendek dan Menengah
Ada 4 hal yang berdampak langsung dalam pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yaitu :
·  Preventif , tindakan pencegahan. Berupa menghindari gaya hidup yang tidak sehat, mengatur pola dan nutrisi makanan, menghindari stres, menjaga kebersihan lingkungan, olah raga, vaksinasi, dsb
· Promotif, tindakan penyuluhan. Berupa memberikan sosialisasi pengetahuan tentang penyebab, cara menghindari, merawat suatu penyakit terhadap masyarakat umum.
· Kuratif, tindakan pengobatan. Hal ini yang biasa dimaksudkan dengan kesehatan secara umum. Tindakan penanganan dari tenaga medis saat mengalami sakit tidak bisa dihindarkan lagi.
·  Rehabilitatif, tindakan pemulihan. Tindakan ini merupakan tindak lanjut dari kuratif seperti contohnya untuk orang-orang selepas operasi, rawat jalan, terapi untuk mengembalikan stamina tubuh. 

Penanganan Kesehatan Jangka Panjang
Perhatian kesehatan jangka panjang saya pandang secara global untuk perawatan sustainable dan tidak terputus adalah melalui beberapa cara berikut:
  • Memproduksi Peralatan Medis sendiri, Seperti yang telah saya sebutkan bahwa yang membuat kesehatan menjadi  “barang mewah”, tak jarang menjadi sebuah komoditas adalah berbagai faktor pendukung seperti alat kesehatan dan obat-obatan yang masih terlalu bergantung pada produk impor, serta mahalnya pendidikan untuk tenaga medis. Tidak cukup dengan asuransi kesehatan yang pada praktiknya masih ada kekurangan, menurut saya bukan suatu hal yang mustahil bila negara membentuk suatu BUMN untuk bisa mengembangkan dan memproduksi alat keperluan kesehatan sendiri, terutama alat teknis penunjang pengobatan. Misalnya transfusi darah, darah dari donor melalu PMI gratis, tapi ketika sampai kepada korban yang membutuhkan minimal bisa mencapai lebih dari 250 ribu per 250 cc. Hal ini disebabkan harga kantung darah saja sudah mahal apalagi, biaya-biaya yang lain mulai dari pemrosesan, penyimpanan, dan sebagainya.
  • Memaksimalkan Produksi Obat dan Alternatifnya, Peningkatan kualitas dan kuantitas dalam dunia farmasipun juga perlu ditingkatkan. Mengingat dunia farmasi tak dapat terpisahkan dari dunia kesehatan kuratif. Daripada memberi subsidi harga obat dengan cara memangkas harga jual ketika akan dijual pada konsumen. Akan lebih baik jika subsidi diberikan kepada produsen farmasi untuk memangkas biaya produksi sehingga menyebabkan harga jual obat bisa murah ditangan konsumen.  Disaat bersamaan himbauan saya bahwa dunia farmasi juga tidak terlalu bergantung pada bahan dasar kimia untuk menciptakan obat-obatan. Dalam  Kelestarian Jamu sebagai Warisan Dunia Ada di Tangan Kita, saya menjabarkan manfaat - manfaat bahwa tidak ada salahnya menggunakan jamu sebagai pendukung pengobatan kuratif bila dapat mengolah dengan cara modern.
  • Subsidi Biaya Pendidikan Kesehatan, tidak kita pungkiri bahwa menempuh  pendidikan untuk menjadi dokter berbeda dengan profesional lain seperti guru atau pengacara yang untuk memperoleh gelarnya  secara paripurna cukup 4 sampai 5 tahun dengan biaya standard yang masih bisa dijangkau oleh ekonomi menengah. Tapi dokter, memerlukan waktu hingga 6 sampai 7 tahun dengan biaya pendidikan yang bisa mencapai ratusan juta rupiah. Hal ini juga menjadi faktor pendukung mengapa kesehatan menjadi sangat mahal. Bila biaya pendidikan dalam jenjang ini bisa ditekan atau minimal pemberian beasiswa untuk meringankan, maka diharapkan bisa menimbulkan dampak signifikan terhadap pelayanan kesehatan menjadi lebih murah.
Hal diatas hanya beberapa pandangan saya untuk turut berkontribusi terhadap kemajuan dunia kesehatan Indonesia.  Yang  saat ini bukan hanya tidak dapat dijangkau oleh orang miskin namun kadang bisa memiskinkan orang yang agak kaya. Sebab banyak kasus seperti ini yang terjadi disekitar saya baik kerabat maupun tetangga. Untuk itulah hal tersebut mesti menjadi perhatian semua pihak, baik pemerintah atau swasta. Karena tangung jawab memberikan layanan kesehatan yang bermutu bukan hanya dari pihak pemerintah, namun turut serta ada kerjasama dari pihak swasta baik individu, korporasi atau LSM.


Kontribusi Masyarakat dalam Dunia Kesehatan

Saya salut membaca dan melihat video profil, Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa yang turut andil memberikan layanan kesehatan gratis bagi masyarakat dhuafa. Hingga saat ini tercatat lebih 25.000 Kepala Keluarga yang telah terdaftar untuk mendapatkan haknya. Terlebih dananya berasal dari dana Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf (ZISWaf) dan kerja sama dengan berbagai perusahaan melalui program CSR. Dengan komitmen untuk memberikan layanan kesehatan yang Ramah, Amanah dan Profesional menunjukkan bahwa kinerja yang diberikan jauh dari motif materi, namun kemanusiaan, ketulusan, dan keimanan.





Gerakan masif masyarakat layaknya Dompet Dhuafa yang menghadirkan LKC ditengah keterpurukan ekonomi masyarakat terutama bagi kaum dhuafa adalah seperti oase dipadang pasir. itulah sebabnya Sosialisasi Dompet Dhuafa sendiri bagi kaum ekonomi menengah keatas sangat penting, mengingat masih banyak dari mereka yang salah menyalurkan rezeki kepada pengemis-pengemis yang malah lebih kaya dari seorang pekerja. Sehingga malah menciptakan masalah baru yaitu menciptakan mental malas dan mental miskin

Semoga dengan  Hari Ulang Tahun LKC Dompet Dhuafa ke 12 ini, Dompet Dhuafa dan LKC menjadi spirit bagi kesehatan Indonesia yang lebih baik. Dan pertanyaan saya dalam judul blog “Kapan di Indonesia semuanya Bisa Sehat?”, Bisa segera terjawab.  Karena sehat adalah milik kita semua.

Referensi:

http://id.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pembangunan_Milenium

http://www.depkes.go.id/

http://arsip2.lkc.or.id/tentangkami

2 komentar: