My Story Beneath of Hidden Treasure

Post Top Ad

Selasa, 03 Desember 2013

Kisah Muslim Anti Korupsi


Sangat  disayangkan bila sebuah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar didunia masih dilanda masalah korupsi. Bahkan korupsi pula menjadi alasan tak masuk akal bagi pemerintah Australia melakukan penyadapan terhadap pejabat – pejabat penting Indonesia. Namun, dibalik itu semua ternyata juga masih ada muslim  yang anti korupsi. Siapa sajakah mereka? dan karakter apa saja yang bisa diteladani?



Kisah Umar bin Abdul Azis (Khalifah Kejayaan Islam)  
Umar bin Abdul Azis merupakan khalifah yang memimpin umat Islam selepas masa Khulafaur Rasyidin. Namanya terkenal sebagai salah satu pemimpin yang sangat anti korupsi.Umar bin Abdul Azis masih memiliki hubungan darah dengan Khalifah Umar bin Khattab. Dari nasab tersebut, dia pun mewarisi sifat-sifat Umar bin Khattab.


Pernah suatu malam, terdapat seorang utusan gubernur hendak menghadapnya. utusan itu mengetuk pintu dan dibukakan oleh pelayan. Kepada sang pelayan, utusan itu memintanya untuk memberitahukan kedatangannya kepada Umar. “Sampaikan kepada Amirul Mukminin. Utusan gubernur ingin menghadap,” kata utusan itu. Pelayan kemudian menyampaikan hal itu kepada Umar. Sang Khalifah pun menyuruh pelayan mempersilakan masuk. “Biarkan dia masuk,” kata Umar kepada pelayan.
Terjadilah percakapan antara kedua orang ini. Umar banyak bertanya tentang bagaimana kondisi pemerintahan, kabar masyarakat, penunaian hak masyarakat, dan lain sebagainya. Semua pertanyaan itu dapat dijawab oleh sang utusan gubernur dengan sangat baik. Lalu, utusan gubernur itu balik bertanya kepada Umar. “Bagaimana kabar Anda, wahai Amirul Mukminin? kabar keluarga Anda? Bagaimana pula kabar pegawai yang menjadi tanggung jawab Anda?” tanya si utusan.
Mendapat pertanyaan itu, Umar langsung meniup lilin hingga ruangan menjadi gelap. Kemudian, dia berkata, “Pelayan, nyalakan lampunya.” Si pelayan kemudian menyalakan lampu yang memiliki penerangan sangat redup.Tindakan Umar menarik perhatian si utusan gubernur itu. Dia kemudian berkata kepada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, saya melihat Anda melakukan perbuatan yang belum pernah Anda lakukan.”“Apa itu?” tanya Umar. “Mematikan lilin ketika saya bertanya tentang keadaan Anda dan keluarga. Mengapa Anda melakukan hal demikian?” tanya si utusan.
Umar pun menjawab pertanyaan itu. “Wahai hamba Allah, lilin yang kumatikan tadi adalah harta Allah, harta kaum muslimin. Ketika saya bertanya kepada Anda tentang urusan pemerintahan, maka lilin ini dipakai untuk kemaslahatan umat. Tetapi, ketika Anda bertanya soal kondisi saya pribadi, maka saya menyalakan lampu ini. Lampu ini milik pribadi saya, minyaknya pun saya beli dari penghasilan saya,” kata Umar. Dari kisah tersebut dapat memberikan pandangan kepada kita betapa pentingnya kejujuran dan bagaimana berhati-hati dalam menggunakan fasilitas negara untuk menjauhi praktek korupsi.

Kisah Pak Budi (Memilih menjadi Sopir Travel)
Selain kisah inspiratif pada masa kejayaan Islam ini, masa kinipun juga masih banyak muslim yang anti korupsi. Salah satu diantaranya adalah seorang yang saya temui ketika saya melakukan solo travelling di kota Jogja, pak Budi namanya. Pak Budi adalah seorang sopir travel antar kota yang dulunya seorang staf PNS disalah satu kecamatan di propinsi Jogja. Dia memilih sopir sebagai profesinya sekarang bukan karena dia korupsi, namun karena memiliki seorang pemimpin yang korupsi. Ya, seorang Camat yang seharusnya memberi contoh bawahannya untuk jujur tapi malah memaksa mengikuti jejaknya untuk berkorupsi. 



Menurut cerita pak Budi ini, dia sudah tidak tahan dengan pekerjaannya yang seharusnya cukup melaporkan pengeluaran dana daerah secara apa adanya. Tetapi pada kenyataannya pak Camat yang korup ini memaksa dia melakukan mark-up  data. Karena tidak sesuai dengan hati nuraninya, Pak Budi tetap pada pendiriannya dengan mengerjakan laporan apa adanya. Tentu saja perbuatan ini dianggap pak Camat sebagai pembangkangan kepada dirinya dan membuatnya marah. Akibat hal ini pak Camat merekayasa sebuah pelanggaran untuk menjatuhkan nama pak Budi sebagai teladan. Dengan membuat keluhan atau pernyataan bahwa pak budi adalah seorang pegawai yang sering tidak melaksanakan tugas, sering telat, tidak disiplin dan sebagainya. mengetahui dirinya difitnah dengan cara yang tidak adil, pak Budi pun protes pada pak Camat, namun pak Camat dengan otoritasnya menjawab “memang apa yang akan kamu lakukan?” 


Pertanyaan ini menyentak Pak Budi. Toh pada kenyataannya dia hanya seorang bawahan yang harus mengikuti perintah atasan. Namun disaat bersamaan bagaimana bila perintah atasannya adalah menyuruhnya berbuat korupsi yang notabene dia tidak menikmati. Apa lagi berlawanan dengan hati nurani? Dengan pemikiran yang mendalam dan setelah berdiskusi dengan sang Istri, pak Budi akhirnya memutuskan untuk berhenti secara hormat dari pekerjaannya sebagai pegawai negeri.  Sebelum meninggalkan pekerjaan lamanya itu, pak Budi sempat menceramahi mantan atasan itu yang membuat pak Camat merah telinganya. Toh, apa lagi yang harus ditakutkan? Pak Camat sudah bukan atasannya lagi. Tidak ada ancaman baginya dipecat kalau-kalau membuat pak Camat meradang karena sudah mengundurkan diri dengan hormat.



Singkat cerita, Pak budi mendapatkan pekerjaan baru. Namun disisi lain terdengar kabar bahwa pak Camat dimutasikan ketempat yang lebih pelosok. Karena kejujuran dan keberanian pak Budi, anehnya Camat yang baru mengajaknya kembali bekerja ke kantor yang lama dengan pemimpin yang berbeda. Namun apa tanggapannya? Dia memilih pekerjaannya yang sekarang sebagai seorang sopir. Padahal dia menjadi PNS bukan setahun atau 2 tahun saja, tapi 10 tahun lamanya. Tahu kenapa? 



Bukan masalah profesinya apa? tapi yang penting rezekinya. Pada kenyataannya, meskipun pak Budi sudah bukan PNS lagi, tapi dia bilang rezekinya setara dengan PNS bahkan bisa lebih. Untuk apa menjadi PNS hanya karena profesi yang mentereng dan disegani masyarakat, namun dalam prakteknya malah mengerogoti kemakmuran rakyat? Tentu hal ini sangat kontras dengan fenomena orde baru yang banyak sekali orang demi menjadi PNS malah melakukan penyuapan. Sehingga setelah diangkat akan melakukan korupsi untuk mengembalikan “modal” bahkan  kalau perlu merampok negara untuk kepentingan sendiri.



Kisah Abraham Samad (Masa Kecil Ketua KPK)
Yang tak kalah inspiratif adalah kisah masa kecil ketua KPK saat ini yaitu Abraham Samad. Dalam sebuah talkshow di salah satu stasiun TV swasta ia bercerita tentang pengalamannya membawa sisa kapur dari sekolah. Suatu hari sisa kapur yang dibawanya pulang masih utuh panjang dan belum dipakai oleh gurunya. Ketika si Abraham kecil ini hendak menggunakan kapur tersebut untuk mencorat-coret, sang ibu melihatnya. Ditegurlah ia “ hai, nak.. dari mana kamu mendapatkan kapur itu?” dijawabnya “Ini kapur sisa guru mengajar.” Ibunya bertanya kembali “apakah kau sudah bilang sama gurumu.” “Tidak,bu. Aku mengambilnya ketika kelas sudah selesai dan guru sudah pulang.” Jawab si Abraham. Ibunya langsung menyahut “ Jangan kau gunakan lagi. Besok kembalikan kepada gurumu dan minta maaflah.”  Si Abraham kecil pun menurut pada ibunya.
 



Pengalaman inilah yang sampai sekarang selalu pak Abraham ingat yaitu ajaran dari ibunya tentang pentingnya makna kejujuran walaupun hanya sebatang kapur. Hal  ini pula yang memotivasinya untuk mengajukan diri menjadi ketua KPK menumpas korupsi walaupun banyak hambatan dimana-mana. Dari ajaran disiplin seorang ibu yang memegang prinsip kejujuran untuk anak-anaknya biarpun masih kecil dan sebuah hal kecil. Baik sadar maupun tidak, seperti ibu Abraham Samad, telah berarti banyak membentuk karakter kuat seorang anak untuk anti terhadap korupsi. Dimana kelak dapat melahirkan pemimpin besar dengan prestasi yang membanggakan dengan tetap memegang prinsip kejujuran.

Ketiga muslim diatas hanyalah segelintir orang jujur anti korupsi yang patut untuk kita teladani. Meskipun dalam jumlah yang sama mungkin dengan kekuasaan yang lebih besar masih ada “muslim” lain yang bertindak korupsi. Namun apakah pantas mengaku muslim jika masih menganggap korupsi adalah sebuah tradisi? Mari kita berpikir lagi ketika ingin berbuat curang. Karena korupsi dalam agama manapun juga pasti akan dilarang. Itulah sebabnya sebagai muslim kita harus membentengi diri dengan iman memegang prinsip Aswaja dan terus belajar Islam. Salah satunya melalui Website resmi Nahdlatul Ulama Searh Engine Islam Tepercaya www.aswajanu.com

Sedangkan tentang mengapa kasus korupsi masih melanda negeri ini? Dalam sebuah twitter, suatu ketika ada yang bertanya pada Gus Solah (Solahudin Wahid), ulama besar Indonesia seperti kakaknya Gus Dur, “ Gus, Indonesia sebagian besar beragama Islam tapi mengapa korupsi merajalela?” dengan santai Gus Solah me-reply “ yang pada korupsi itu adalah orang Indonesia yang kebetulan Islam”.  Insya Allah yang dimaksud Gus Solah bukan termasuk kita ya sahabat muslim.. wallahu a’lam bissawab

2 komentar: