Dalam tubuh manusia, hidup tidak semata ditentukan oleh denyut jantung atau tarikan napas. Kehidupan adalah harmoni dari berbagai lapisan ruh yang bekerja serempak, saling menopang dan menyeimbangkan eksistensi manusia. Dalam refleksi spiritual, dikenal sembilan ruh yang menjadi penopang utama keberadaan manusia secara utuh. Setiap ruh ini membawa perannya masing-masing—dari yang paling esensial hingga yang subtil dan transenden.
![]() |
Ilustrasi lapisan ruh manusia |
1. Ruh
Idhofi: Ruh Sentral Kehidupan
Ruh
Idhofi adalah ruh utama, atau bisa disebut sebagai "nyawa". Ia adalah
energi vital yang menghidupkan tubuh dan mengatur delapan ruh lainnya. Ruh ini
keluar saat manusia mengalami sakaratul maut. Bila ia pergi, tubuh mati. Namun
jika ruh-ruh lain terganggu atau keluar, tubuh bisa tetap hidup, meski dalam
kondisi tidak sadar—seperti koma atau kehilangan kewarasan. Ruh ini sejalan
dengan konsep Ruh Insani dalam tasawuf, yaitu esensi kehidupan yang
ditiupkan Tuhan ke dalam jasad manusia (QS. As-Sajdah: 9).
2. Ruh
Ruhani: Pengendali Nafsu
Ruh
Ruhani bertugas mengelola nafsu dalam tubuh. Ia adalah pelatih batin yang harus
mampu menundukkan ego dan keinginan rendah. Bila menang, manusia akan menjadi
pribadi luhur; bila kalah, manusia jatuh dalam kubangan sifat-sifat hewani dan
iblisiah. Dalam Islam, ini berhubungan dengan tingkatan nafs: ammarah (dorongan
jahat), lawwamah (penyesalan), dan muthmainnah (tenang). Nafsu tidak bisa
dihilangkan, tetapi dapat dikendalikan.
3. Ruh
Robbani: Pusat Ketenangan dan Konsentrasi
Ruh
Robbani menghadirkan kedamaian dan kejernihan batin. Ia aktif saat manusia
berada dalam kondisi khusyuk—baik saat dzikir, meditasi, atau tafakur. Ruh ini
membawa fokus dan keheningan, mendekatkan manusia pada Sang Pencipta. Dalam
sufisme, kondisi ini dikenal sebagai maqam fana, yaitu lenyapnya ego dalam
kehadiran Ilahi.
4.
Ruh
Nurani: Cahaya Petunjuk Batin
Ruh
Nurani adalah pelita dalam gelap. Ia memberi rasa empati, kepekaan, dan intuisi
moral. Ruh ini sering menjadi target perusakan oleh kekuatan negatif karena
cahayanya mengganggu kegelapan. Dalam Al-Qur'an, cahaya ini dianalogikan sebagai
nurun 'ala nur (cahaya di atas cahaya) yang menerangi hati orang beriman
(QS. An-Nur: 35).
5. Ruh
Rohmani: Aksi dari Empati
Ruh
Rohmani adalah bentuk aktif dari nurani. Ia tidak hanya membuat manusia merasa
iba, tetapi juga mendorong tindakan nyata: memberi, menolong, berkorban. Ruh
ini adalah motor penggerak kebaikan sosial, dan berkaitan erat dengan konsep ihsan—berbuat
baik dengan cinta.
6. Ruh
Kudus: Sumber Kenikmatan Spiritual
Ruh Kudus
adalah ruh suci yang membuat manusia menikmati ibadah. Ia mengalirkan rasa
manis dalam sujud, rindu dalam munajat, dan kenikmatan dalam dzikir. Dalam
Al-Qur'an, Ruh al-Qudus kerap dikaitkan dengan Jibril, namun dalam konteks
manusia, ini adalah ilham suci yang mendekatkan kita pada kasih sayang Ilahi
(QS. An-Nahl: 102).
7. Ruh
Rewani: Penjelajah Mimpi dan Dimensi Halus
Ruh ini
keluar dari tubuh saat manusia tidur, bermimpi, atau meraga sukma. Ia
menjelajahi dimensi batin dan kerap membawa pesan dalam mimpi-mimpi jernih. Ruh
Rewani dikaitkan dengan ayat: Allah mewafatkan jiwa ketika matinya dan
ketika tidurnya (QS. Az-Zumar: 42).
8. Ruh
Jasmani: Operator Tubuh Fisik
Ruh
Jasmani bertugas mengatur kerja biologis tubuh secara otomatis: detak jantung,
sistem imun, regenerasi sel. Ia ibarat sistem kendali yang tak tampak namun
bekerja tanpa henti. Dalam tradisi Tiongkok, ruh ini sejalan dengan aliran Qi
yang mengalir di jalur energi tubuh.
9. Ruh
Nabati: Penumbuh Kehidupan
Ruh ini
mengatur pertumbuhan manusia sejak dalam kandungan: perkembangan organ, tinggi
badan, perubahan hormon. Ia seperti ruh tumbuhan dalam tubuh manusia—senyap,
namun vital. Ruh Nabati dalam filsafat Yunani dikaitkan dengan vegetative
soul, yaitu jiwa dasar makhluk hidup.
Kesembilan
ruh ini bukan sekadar konsep metafisik, tetapi juga peta untuk memahami
kompleksitas manusia. Mereka menjadi cermin bahwa manusia bukan hanya makhluk
biologis, tapi juga spiritual, sosial, dan ilahiyah. Menyadari keberadaan dan
fungsi setiap ruh bisa menjadi langkah awal menuju pengenalan diri yang lebih
utuh—menuju kebijaksanaan, ketenangan, dan pencerahan sejati.
Daftar Pustaka
- Al-Qur’an
al-Karim
- Al-Ghazali,
Abu Hamid. Ihya’ Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
2005.
- Al-Attas,
Syed Muhammad Naquib. The Nature of Man and the Psychology of the Human
Soul. Kuala Lumpur: ISTAC, 1990.
- Nasr,
Seyyed Hossein. Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man.
London: Allen & Unwin, 1968.
- Ibn
Arabi. Futuhat al-Makkiyyah (The Meccan Revelations).
- Al-Qusyairi,
Abdul Karim. Risalah al-Qusyairiyah fi Ilm at-Tashawwuf.
- Plato.
Republic (terjemahan dan komentar mengenai tripartite soul).
- Aristotle.
De Anima (On the Soul).
- Harun
Yahya. Spirit: The Soul's Existence and Its Reality. Istanbul:
Global Publishing, 2002.
- Capra,
Fritjof. The Tao of Physics. Boston: Shambhala, 1975.
- Ricard,
Matthieu. Why Meditate? Working with Thoughts and Emotions. Hay
House, 2008.
- Kastrup,
Bernardo. The Idea of the World: A Multi-Disciplinary Argument for the
Mental Nature of Reality. John Hunt Publishing, 2019.
- Wang,
J. & Kaptchuk, T.J. The Web That Has No Weaver: Understanding
Chinese Medicine. McGraw-Hill, 2000.
- Goleman,
Daniel. The Meditative Mind. New York: Tarcher/Putnam, 1988.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar