My Story Beneath of Hidden Treasure

Post Top Ad

Minggu, 22 Juni 2014

Kita Wujudkan Bersama Indonesia Bebas Narkoba 2015



Kasus kejahatan narkoba di Indonesia kini semakin memprihatinkan. Menurut data yang dimiliki BNN, kenaikan rata-rata setiap tahunnya sebesar 26% sejak tahun 2005 sampai 2010. Dari sejumlah kasus tersebut, tercatat 70% diantaranya berada pada usia produktif yang sebagian besar berasal dari komunitas seni dan hiburan. Dengan bertambahnya kasus keterlibatan narkoba oleh beberapa selebiriti tanah air beberapa tahun belakangan ini, semakin memperlihatkan bahwa kasus penyalahguna narkoba sudah berada diambang yang mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, jika kondisi ini dibiarkan maka akan berpengaruh pada pola pikir masyarakat khususnya generasi muda Indonesia. Terutama dipicu dengan perkembangan teknologi informasi media, semakin membuka peluang lebar untuk generasi muda Indonesia terbawa arus globalisasi yang bersifat negatif, tidak terkecuali terjebak dalam narkoba.  


Penyebaran narkoba semakin memprihatinkan, pada tahun 2008 prevalensi penyalahguna sejumlah 1,99% dari seluruh penduduk Indonesia. Tahun 2010 berjumlah 2,2% atau sekitar 4 juta orang, diprediksikan hingga tahun 2015 prevalensinya akan mencapai 2,8% atau 5,8 juta. Sedangkan data terbaru BNN tahun 2014 menyatakan penyalahguna narkoba saat ini telah mencapai 4,8 juta orang diseluruh Indonesia.  Menyadari bahaya laten dari narkoba, pemerintah memiliki sejarah panjang untuk mensiasatinya. Sejak tahun 1971 pada saat itu telah dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing.
Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN.



Permasalahan narkoba makin meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997. Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus meningkat, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait.
BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri)  sampai tahun 2002. BKNN tidak mempunyai personel dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal. Kemudian, BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi: 1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba.


Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan kinerja bersama-sama dengan BNNP dan BNNK. Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius, oleh karena itu Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika.
Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan Narkoba
Pada kenyataannya, BNN dan pemerintah tak bisa bekerja sendirian untuk menuntaskan masalah Narkoba dinegeri kita tercinta ini. Perlu peran serta masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Sebagaimana termaktub dalam UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika bab XIII pasal 104-107, berbunyi:
“Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.” (Pasal 104)
“Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. (Pasal 105)
“Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika diwujudkan dalam bentuk:
a.       Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan prekursor Narkotika.
b.      Memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang adaya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan prekursor Narkotika.
c.       Menyampaikan saran dan pendapat serta bertanggung jawab kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan prekursor Narkotika.
d.      Memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada hukum atau BNN.
e.      Memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan melaksanakan haknya atau diminta hadir dalam proses peradilan.” (Pasal 106)
“Masyarakat dapat melaporkan kepada pihak berwenang atau BNN jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.” (Pasal 107)


Selama masyarakat memandang tugas untuk menanggulangi bahaya narkoba sebagai tugas pemerintah semata, selama itu pula bahaya narkoba tidak akan berhasil tanpa saling berbagi tanggung jawab. Itulah sebabnya, optimisme dan bahu-membahu antar elemen bangsa dalam mewujudkan program P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) perlu ditingkatkan. Secara garis besar upaya P4GN meliputi : 

a Pencegahan
 Menurut standar UNODC (United Nation Office Drugs and Crime) organisasi dunia dibawah PBB yang secara khusus menangani kejahatan narkoba dan kriminal menyatakan ada 3 tipe pencegahan :
1.    Pencegahan Primer: Melakukan upaya pencegahan sejak dini agar tidak menyalahgunakan narkoba. Ditujukan bagi masyarakat yang tidak atau belum menyalahgunakan narkoba.
2.    Pencegahan Sekunder : Diperuntukkan bagi mereka yang telah mulai, menginisiasi penyalahgunaan narkoba, disadarkan agar tidak berkembang menjadi adiksi, menjalani terapi dan rehabilitasi. Serta diarahkan agar yang bersangkutan melaksanakan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.
3.    Pencegahan Tersier : Ditujukan bagi mereka yang telah menjadi pecandu, direhabilitasi agar pulih dari ketergantungan sehingga dapat kembali bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat. 

b. Pemberantasan
Peredaran gelap narkoba ditengah masyarakat tidak luput dari pemain dibelakangnya yaitu pengedar dan bandar yang telah terorganisasi secara sindikat internasional. Bahkan perputaran uang diseluruh dunia saat ini narkoba menduduki peringkat pertama dari seluruh jumlah uang yang beredar, yakni sebesar 399 miliar dollar AS. Jumlah tersebut merupakan 80 persen dari jumlah keseluruhan uang yang beredar di dunia. Kerugian yang ditumbulkannya sudah sangat besar, tahun 2013 saja Indonesia telah merugi 55 Triliun antara lain untuk biaya membeli narkoba, biaya terapi, biaya rehabilitasi, biaya produktivitas yang hilang, kematian akibat narkoba, dan tindakan kriminal. jumlah Rp 55 triliun tersebut merupakan angka yang sangat besar dan akan mendatangkan manfaat luar biasa jika digunakan dengan benar untuk pembangunan dan pembinaan anak bangsa.
Bayangkan, jumlah uang sebanyak itu jika digunakan untuk membangun sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, jalan dan jembatan atau memberikan lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang menganggur, dan sebagainya. Itu sebabnya perlu pemutusan jalur peredaran narkoba melalui pengurangan supply (supply reduction).  Pemberantasannya dengan melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap kasus kejahatan narkoba oleh aparat penegak hukum yaitu polisi dan BNN sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2009 pasal 71, 75, dan 76. Kasus-kasus kejahatan narkoba selama ini yang berhasil diungkappun juga tidak lepas dari peran serta masyarakat seperti pelaporan atas tindakan sekelompok orang yang mencurigakan kepada pihak penegak hukum.
Meski penyalahgunaan dan peredaran narkoba pada tahun 2015 tidak bisa mencapai batas angka nol persen atau bebas seutuhnya, namun perkembangannya bisa kita tahan agar tidak pesat. Perlu perhatian bersama dari kita semua elemen masyarakat agar angka prevalensi menjadi turun. Jumlah akan terus meningkat bila kita acuh tak acuh, dan bukan hal mustahil kelak mengakibatkan hilangnya generasi (lost generation) setelah generasi kita akibat narkoba. Tentu bukan hal ini yang kita inginkan bukan?  Optimisme Indonesia Bebas Narkoba 2015 harus bisa kita wujudkan bersama. Kalau tidak dari kita, siapa lagi? Kalau tidak dari sekarang, kapan lagi?
 NB: Artikel ini juga dimuat dalam Radar Cirebon Group Jawa Post
         Jumat, 20 Juni 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar