My Story Beneath of Hidden Treasure

Post Top Ad

Senin, 04 Agustus 2014

Karakter dalam Mahabharata (4)

Ibu dan Bibi Pandhawa-Kurawa
Terima kasih sebelumnya saya ucapkan untuk pengunjung blog yang setia membaca seri posting Karakter dalam Mahabharata. Memasuki bulan agustus ini, karakter yang akan saya bahas selanjutnya dari serial Mahabharata di ANTV adalah ibu dan bibi pandhawa dan kurawa. Mari disimak..



Gandhari
Setelah Destrarastra beranjak dewasa, sebagai anak tertua tentu saja dia dulu yang pertama kali dinikahkan sebelum adik-adiknya. Namun hal ini disalahpahami oleh keluarga kerajaan Gandara dan sang putri yang akan dinikahkan yaitu Gandari. Mereka berpikir bahwa lamaran dari Bisma yang Agung tersebut mewakili Pandhu sehingga Gandari begitu senang mendengar ada kabar lamaran dari kerajaan Hastina Pura.



Namun kegembiraan itu tak berlangsung lama karena dari mulut Bisma sendiri terucap “Bagaimana kalian (kerajaan Gandara, red) bisa berpikir lamaran ini untuk Pandhu? Jika saudara yang tertua adalah Destrarastra?” eaa..  runtuhlah harapan Gandari dan keluarga untuk menikah  dengan pangeran tampan dari kerajaan terbesar pada zamannya yaitu Hastina Pura. Terlebih putri tercantik (pada zamannya juga) Gandari akan dinikahkan dengan seorang yang buta? Sungguh tak terbayangkan. Namun mustahil untuk menolak lamaran tersebut, karena jika menolak itu berarti perang. Bagi negara kecil seperti Gandara tentu akan kalah dibanding dengan kekuatan Hastina Pura yang dipimpin oleh Bisma yang Agung. Meski sempat kecewa berat,  Gandari segera bisa menerima keadaan calon suaminya yang notabene seorang pangeran buta.

 Penerimaan ini tidak sekedar mau menikah dengan pria buta, tapi juga bersedia merasakan dunia orang buta dengan segala kegelapannya. Saking tingginya komitmen seorang Gandari untuk menjadi istri yang setia bagi suaminya, tanpa  berrembug bahkan sebelum ketemu melihat rupa tampan suaminya yang buta itu, Gandari sudah mengambil keputusan bersumpah untuk menutup mata selamanya. Sehingga dihari pertemuan kedua mempelai, dari pihak laki-laki yaitu kerajaan Hastina Pura sangat kaget melihat keadaan Gandari yang menutup mata dengan sehelai kain. Hal yang dilakukan Gandari dianggap penghinaan atas kebutaan Destrarastra. Mereka menilai hal yang dilakukannya sebagai penolakan secara halus atas pernikahan itu.
Meski awalnya dianggap tindakan konyol, akhirnya pihak Hastina Pura bisa mengerti sumpah yang dilakukan Gandari setelah ia membandingkan sumpahnya dengan sumpah melajang selamanya milik Bisma. Begitupun Destrarastra yang sempat membenci istrinya itu lama kelamaan memahami dan mau mengerti meski Gandari harus melalui korban perasaan yang mendalam terlebih dahulu untuk memenangkan cinta suaminya.




Apakah sampai disitu saja? Belum! Pengorbanan perasaan Gandari terus berlangsung terutama setelah mengetahui dirinya hamil buah cinta dengan suaminya. Sebagai informasi, putri Gandari ini tak hanya cantik tapi juga rajin beribadah terhadap dewanya yaitu dewa Shiwa. Sebagai balasan atas ketaatannya tersebut Sang Dewa menghadiahkan anugrah kepada Gandari sebagai wanita yang bisa melahirkan 100 orang putra. Namun bagaimana cara kelahirannya? Itu yang jadi masalah rumah tangganya. Kehamilan Gandari ternyata berlangsung dalam waktu yang terlalu lama. Bila kehaliman pada umumnya cukup 9 bulan saja, kehamilan ini  memerlukan waktu hampir 2 kalinya. Sehingga membuat gusar orang disekitar, bahkan menurut kepercayaan seperti yang dikatakan guru Kripa bahwa bayi yang lahir lebih dari waktu pada umumnya kelak akan membawa sial.

Hal itu membuat Destrarastra kembali emosi pada istrinya terlebih mengetahui Pandhu sudah memiliki seorang putra bernama Yudhistira dari Kunti. Destrarastra tidak bertindak bijaksana dengan semakin ingin menyakiti hati Gandari dengan menduakan cintanya. Tak tanggung-tanggung wanita yang akan dijadikan madu bagi Gandari adalah asisten rumah tangga yang sekaligus kepercayaannya. Kelak anak yang dilahirkan wanita ini dengan Destrarastra akan berada dipihak Pandhawa dalam perang Baratayudha.

Melihat perlakuan suaminya menjadikan Gandhari stres berat dan memukul-mukuli perutnya sambil berujar jika tidak mau keluar maka ambil saja nyawa ibumu. Seketika perutnya mengalami kontraksi yang hebat dan saatnya untuk melahirkan. Akan tetapi pada saat kelahiran yang dilahirkan bukanlah seorang bayi namun segumpal daging. Singkat cerita Satyawati tahu bahwa ini bukan daging biasa, dalam segumpal daging ini menyimpan  100 janin anak manusia. Oleh sebab itu, ia meminta bantuan anak pertamanya dengan suaminya terdahulu yaitu begawan Byasa untuk melakukan ritual mengubah gumpalan daging tersebut menjadi bayi manusia. Berhasillah ritual tersebut sehingga lahirlah para Kurawa.

Penderitaan Gandhari masih berlanjut, ketika mendapati anak-anaknya sudah beranjak dewasa dan berperang dengan Pandhawa, ia harus menjadi saksi atas tewasnya anak-anaknya satu per satu di di medan Kurusetra. Saat jumlah putranya semakin sedikit, kasih sayang seorang ibu tak rela melihat semua anaknya tewas. Untuk itu menghindari atas tewasnya Duryudhana, ia meminta putranya itu untuk menghadap menerima kesaktian pemberiannya. Kesaktian itu berupa ilmu kebal yang tidak mempan dengan senjata apapun. Untuk mendapat ilmu itu itu Duryudhana harus bertelanjang bulat. Sayang (untungnya) waktu akan menghadap ibunya Duryudhana bertemu Krishna yang sedikit mengejek tingkah memalukan Duryudhana. Sehingga dengan perasaan malu Duryudhana menutup sehelai kain dari mulai pusar sampai ke pahanya.

 Belum sempat melepas bagian tersebut, ibunya sudah membuka tutup matanya dan melakukan “scanning” kesekujur tubuhnya. Sontak Gandhari kaget mengapa ada bagian tubuhnya ada yang tertutup kain? Nasi sudah menjadi bubur, Gandhari bilang “ tubuhmu akan kebal kecuali pada bagian yang tidak terkena penglihatanku tadi”. Benar apa yang dikatakan Gandhari akhirnya nyawa Duryudhana hilang dengan pukulan gadha dari Bima pada bagian pahanya.



Kunti
Berbeda dengan  Gandhari mewakili penderitaan seorang wanita, Kunti menggambarkan kebaktian dalam menjalankan peran seorang wanita. Lihat saja ketika ia akan dicarikan jodoh melalui sayemwara, dengan halus ia ingin menolak sebab mengkhawatirkan keadaan ayahnya tanpa dirinya di Kuntiboja. Demikian pula saat menjadi istri dia juga memiliki ketabahan yang tinggi karena rela dimadu disaat usia pernikahannya baru beberapa hari. Dan ujian terberatnya adalah saat berperan menjadi seorang ibu adalah melihat anaknya yaitu Karna ditangan anaknya yang lain yaitu Arjuna.



 Dari ketiga perempuan ini, memang Kunti-lah yang menurut saya memiliki karakter paling unggul. Jika kedua karakter yang lain yaitu Gandari dan Madri adalah benar-benar putri kerajaan, diceritakan Kunti adalah putri “pungut” atau sekadar anak angkat dari raja. Itu sebabnya ketika Pandhu hendak melamar Kunti, ibu Ratu Satyawati agak keberatan karena Kunti bukan berasal dari darah biru. Namun dengan kepiawaian Bisma meyakinkan ibu ratu bahwasannya Kunti memiliki kelebihan sifat yang sabar.



Ada rahasia besar masa lalu Kunti yang ingin diungkapkan pada suaminya, Pandhu. Rahasia tersebut adalah kelahiran Karna atas berkah dewa Surya dimana saat itu Kunti masih gadis dan belum menikah.  Kelahiran Karna merupakan hasil iseng dari sebuah mantra anugrah Resi Duwasa atas kesabaran Kunti menjadi asistennya selama beberapa tahun. Konon,setelah Karna dilahirkan Dewa Surya yang notabene ayah Karna mengembalikan lagi keperawanan Kunti. Karena kecerobohannya itulah terpaksa ia harus membuang Karna di sungai. Dan bertemu lagi dengan keadaan bermusuhan dengan putra-putranya yang lain.

Kunti termasuk wanita yang memegang peran kunci dalam serial Mahabharata, mengapa? Sederhana. Dengan keadaan terkutuknya Pandhu bila berhubungan intim dengan wanita akan mati, dengan kata lain Pandhu adalah pria impoten.  Kelima putranya yang disebut Pandhawa merupakan anak Kunti dengan para dewa yang berbeda-beda berdasarkan keinginan suaminya Pandhu. Dimana kelima Pandhawa tersebut mewarisi sifat genetik sang para dewa bukannya Pandhu. Meski secara silsilah Pandhawa adalah keturunan dinasti Kuru, namun secara biologis  Pandhawa lima adalah anak dewa dengan segala keutamaannya.  Itu artinya jika Kunti tidak pernah menerima berkah tersebut, para Pandhawa tidak akan pernah ada.

Kunti adalalah perempuan yang baik hati, dari awal perkenalan, karakter Kunti digambarkan peduli pada kehidupan makhluk lain yaitu dengan membatalkan seorang pemburu yang hendak memanah seekor Rusa. Kebaikan yang lain adalah ketika ia melarang Pandhu untuk tidak menuruti Madri saat meminta membunuh Rusa. Kebaikan lain yaitu tetap mengikuti Pandhu meski sudah tidak menjadi raja dalam mengasingkan diri dihutan.  Dan kebaikan yang paling terlihat dari diri Kunti adalah saat Madri tidak bisa punya anak karena kutukan Pandhu, Kunti memberikan rahasia mantranya untuk diucapkan Madri demi kelahiran putra selanjutnya yaitu Nakula dan Sadewa.

Selain baik hati, Kunti juga wanita yang disiplin. Ini terlihat dari caranya mendidik Pandhawa untuk menjunjung nilai korsa, kebersamaan dan kerjasama terutama setelah mereka menjadi yatim. Contohnya ketika Bima dihukum karena berantem dengan Duryudhana, walaupun seharusnya Bima saja yang dihukum tapi Kunti menyuruh semua putranya menanggungnya juga. Perintah Kunti adalah laksana perintah dewa bagi Pandhawa, ini menunjukkan bahwa Pandhawa adalah para ksatria yang berbakti pada ibu. Sayang, karena itu juga Kunti ceroboh dengan harus membagi “hadiah” Arjuna dari memenangkan Drupadi dalam sayemwara untuk saudaranya yang lain juga.



Madri

Istri kedua Pandhu ini dalam serial Mahabharata ANTV hanya dihadirkan sebentar saja yaitu sesaat setelah pernikahan Kunti hingga kematian Pandhu. Karakter dari perempuan ini adalah seorang putri yang terbiasa hidup mewah dan manja sehingga selalu ingin dinomorsatukan. Karakternya terlihat pada saat perkenalannya dengan Kunti. Awalnya ia memasang muka lugu untuk tidak bermaksud mencuri Pandhu dari Kunti karena ia awalnya tidak tahu bahwa Pandhu sudah beristri. Namun setelah Kunti rela menerima kehadirannya dan tidak menganggapnya sebagai saingan, Madri malah berusaha mengambil posisi sebagai ratu. Meski bukan ratu secara formal di istana Hastina Pura, tapi dia berusaha menjadi ratu dihati Pandhu dengan memanfaat kemudaannya.



Kecintaannya pada hidup mewah juga terlihat saat Madri menjadi sebab dikutuknya Pandhu dengan meminta kulit Rusa sebagai asesoris kecantikannya. Selain itu hedonismenya juga terlihat ketika ia protes waktu Pandhu bermaksud mengasingkan diri kehutan. Jika bukan karena Kunti bersedia mengikuti suaminya, mungkin Madri juga tidak mau ikut hidup dihutan dengan segala penderitaan hidup jauh dari kemewahan istana.  

Akhirnya,Madri mengakui bahwa menjadikan Kunti sebagai saingan adalah diluar kemampuannya. Merasa bahwa kutukan yang tertimpa pada suaminya adalah akibat permintaannya yang konyol, mengakibatkan mustahil bagi suaminya untuk menghamilinya dan melahirkan anak dari rahimnya. Sedangkan Kunti, selain melarang suaminya untuk membunuh Rusa (yang berarti mencegah kutukan terjadi), Kunti bisa memberikan anak bagi Pandhu dan keturunan serta raja bagi dinasti Kuru tanpa harus berhubungan badan dengan seorang pria melalui mantra ajaibnya. Terlebih setelah Kunti madunya yang baik hati ini juga mempersilakannya memiliki putra juga seperti dirinya dengan memberikan mantra tersebut untuk kelahiran Nakula dan Sadewa melalui rahim Madri.

Nafsu yang dimiliki Madri tak mampu dikendalikan seperti Kunti mampu mengendalikan dirinya. Gimana nggak? Iri dan dengki, hedonisme, dan terakhir nafsu sexual yang membara inilah yang akhirnya membuat rasa bersalahnya semakin besar atas kematian suaminya. Adalah suatu takdir ketika kebetulan Pandhu dan Madri hanya berduaan ditaman bunga setelah 15 tahun lebih pernikahan, terperciklah nafsu sexual diantara keduanya. Otomatis waktunya kutukan Pandhu menjadi nyata hari dimana dia berhubungan sexual dengan istrinya Madri sekaligus menjadi hari kematiannya juga.



Sebagai wujud rasa bersalahnya, Madri meminta Kunti untuk memberikan hak mengurus jenazah Pandhu diberikan pada dirinya. Namun, kali ini Kunti meminta maaf sebab mengurusi jenazah suami adalah hak istri pertama dan untuk ini Kunti tidak ingin melepas haknya. Kecewa karena rasa bersalahnya tidak mampu ia tebus, bagi Madri sudah tidak ada artinya hidup didunia tanpa suami dan menanggung rasa bersalah seumur hidupnya. Maka tanpa perlu waktu lama belum sampai jenazah Pandhu dibakar, Madri menyusul kematian suaminya juga.

Karakter Sebelumnya:

Karakter Selanjutnya: 

2 komentar: