Pada pertengahan abad ke-14, dunia dilanda salah satu bencana paling mematikan dalam sejarah: Black Death atau Wabah Hitam. Wabah ini disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis yang menyebar melalui kutu pada tikus hitam (Rattus rattus), dan menular ke manusia melalui gigitan kutu atau melalui udara dalam bentuk pes pneumonik. Dalam kurun waktu 1346 hingga 1353, wabah ini menyebar dari Asia Tengah ke Tiongkok, Timur Tengah, Afrika Utara, hingga Eropa, menewaskan sekitar 75 hingga 200 juta jiwa di seluruh dunia (Benedictow, 2004).
![]() |
Gambaran Blackdeath di Eropa |
🏰 Eropa: Ketakutan, Takhayul, dan Perburuan Penyihir
Di Eropa, Black Death menyebabkan kematian
sepertiga hingga setengah populasi. Minimnya pemahaman ilmiah membuat
masyarakat mencari kambing hitam. Kucing—yang sebenarnya predator alami tikus
pembawa kutu wabah—dihabisi karena dikaitkan dengan penyihir dan setan.
Akibatnya, populasi tikus meningkat, mempercepat penyebaran wabah.
Perempuan, terutama yang hidup sendiri atau memiliki
pengetahuan herbal, dituduh sebagai penyihir dan dibakar hidup-hidup.
Wabah menjadi pemantik histeria kolektif dan misogini yang mengakar.
🕌 Dunia Islam: Fikih Wabah dan Spiritualitas
Berbeda dari Eropa, dunia Islam—yang mencakup Mesir,
Suriah, Irak, dan Persia—menghadapi wabah dengan pendekatan yang lebih
spiritual dan legal-religius. Hadis Nabi Muhammad SAW tentang tidak memasuki
atau keluar dari daerah wabah menjadi dasar konsep karantina dini.
Ulama seperti Ibnu Hajar al-Asqalani menulis
karya khusus tentang wabah, dan masyarakat diajak bersabar serta memperbanyak
ibadah. Meski korban jiwa juga besar (hingga 40% populasi di beberapa kota),
tidak ada perburuan penyihir atau kambing hitam. Spiritualitas dan akal sehat
berjalan seiring dalam mengelola bencana.
🏯 Tiongkok: Wabah dan Kejatuhan Dinasti
Di Tiongkok, Black Death diduga muncul lebih
awal, bahkan menjadi titik awal penyebaran globalnya. Wilayah barat daya
seperti Yunnan dilaporkan mengalami wabah sebelum menyebar ke Asia Tengah dan
akhirnya ke Eropa.
Wabah memicu keruntuhan Dinasti Yuan (Mongol)
dan melahirkan Dinasti Ming. Pendekatan masyarakat Cina cenderung simbolik:
wabah dilihat sebagai akibat ketidakseimbangan kosmik dan tanda kemarahan
langit. Meski belum mengenal mikrobiologi, pendekatan herbal, akupunktur, dan
pengasapan rempah telah digunakan sebagai usaha pengobatan tradisional. Tidak
ada perburuan kelompok minoritas, tapi perpindahan penduduk dan perdagangan
terganggu parah.
🧭 Pelajaran Lintas Budaya
Wabah ini menunjukkan bahwa krisis kesehatan adalah
juga krisis budaya. Eropa memilih menyalahkan dan membunuh, dunia Islam
memilih sabar dan menulis, Tiongkok menginterpretasikan sebagai gejala kosmik
dan mengganti kekuasaan.
Yang menarik, peradaban yang tidak menyalahkan
individu atau kelompok rentan cenderung memiliki pemulihan sosial lebih cepat
dan warisan intelektual lebih kaya. Ini mengingatkan kita, bahwa dalam
krisis, akal sehat, empati, dan ilmu pengetahuan adalah pelindung
terbaik umat manusia—bukan takhayul, kebencian, atau kekuasaan membabi buta.
📚 Referensi:
- Dols,
Michael W. The Black Death in the Middle East.
- Cohn,
Samuel K. The Black Death Transformed.
- Brook,
Timothy. The Troubled Empire: China in the Yuan and Ming Dynasties.
- Benedictow,
Ole J. The Black Death, 1346–1353: The Complete History.
- Silvia
Federici. Caliban and the Witch.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar