Kemiskinan masih menjadi persoalan struktural yang kompleks di Indonesia. Meskipun data resmi menunjukkan tren penurunan kemiskinan, indikator internasional memperlihatkan bahwa jumlah penduduk miskin masih cukup tinggi. Artikel ini membahas fondasi perubahan yang perlu dirancang Indonesia untuk keluar dari jebakan kemiskinan struktural, dengan pembelajaran dari pengalaman transformasi Singapura di bawah kepemimpinan Lee Kuan Yew. Fokus utama terletak pada reformasi birokrasi, pembangunan sumber daya manusia, penataan perumahan, iklim investasi, penegakan hukum, pengelolaan kebinekaan, dan pembangunan berkelanjutan berbasis ekonomi hijau.
Kemiskinan
merupakan masalah sosial yang telah lama membayangi pembangunan Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2025, tingkat
kemiskinan mencapai 8,47% atau sekitar 23,85 juta jiwa, dengan kemiskinan
ekstrem hanya 0,85% (BPS, 2025). Namun, menggunakan standar internasional
US$8,30 PPP 2021 dari Bank Dunia, sekitar 68,3% masyarakat Indonesia masih
tergolong miskin (Bank Dunia, 2024). Hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan tidak
sekadar soal pendapatan, tetapi juga ketimpangan akses pendidikan, pekerjaan,
perumahan, dan keadilan sosial (Fauzi & Hariyanto, 2023; Nugroho &
Putri, 2023).
Belajar dari Singapura:
Strategi Lee Kuan Yew dan Jalan Adaptasi bagi Indonesia
Singapura pernah
berada di ujung tanduk. Negara kecil tanpa sumber daya alam, dikelilingi
negara-negara besar, dan penuh ketegangan etnis ini, dulunya miskin dan tak
punya masa depan yang menjanjikan. Namun dalam waktu tiga dekade, Singapura
menjelma menjadi salah satu negara paling maju dan bersih di dunia, dengan PDB
per kapita mencapai lebih dari US$80.000 pada tahun 2025. Di balik transformasi
luar biasa ini, ada nama Lee Kuan Yew, bapak pendiri sekaligus arsitek
kebangkitan Singapura.
Pertanyaannya: apa rahasia sukses
Lee Kuan Yew? Dan apakah strateginya bisa diadaptasi oleh Indonesia untuk
mengentaskan kemiskinan yang masih menghimpit jutaan penduduknya?
1. Pemerintahan yang Bersih
dan Efisien
Lee memegang
prinsip zero tolerance terhadap korupsi. Ia membentuk Corrupt Practices
Investigation Bureau (CPIB) dan menggaji pejabat tinggi secara layak untuk
menutup celah godaan korupsi. Dalam sistem pemerintahannya, hanya mereka yang
kompeten dan berintegritas yang bisa menduduki jabatan publik. Pemerintahan
berbasis meritokrasi membuat birokrasi berjalan cepat, efisien, dan dipercaya
oleh publik serta investor.
"I cannot afford to be
corrupted. A corrupt Singapore will collapse." — Lee Kuan Yew
🔄 Adaptasi Indonesia:
Indonesia
perlu memperkuat KPK dan Ombudsman RI, mempercepat digitalisasi birokrasi,
serta menerapkan sistem seleksi ASN yang benar-benar merit-based. Reformasi ASN
daerah bisa menjadi awal dari perbaikan nasional.
2. Investasi Besar dalam
Pendidikan dan SDM
Lee
memprioritaskan pendidikan sebagai tulang punggung kemajuan. Pendidikan
bilingual sejak dini, kurikulum berbasis keterampilan, dan link and match
dengan dunia industri membuat lulusan siap kerja dan menarik bagi investor
asing.
🔄 Adaptasi Indonesia:
Revitalisasi
SMK dan politeknik berbasis industri lokal sangat penting, khususnya di sektor
digital dan energi hijau. Pendidikan vokasi harus menjangkau desa-desa lewat
beasiswa kerja dan pelatihan adaptif.
3. Ekonomi Terbuka dan
Pro-Investor
Singapura
membuka pintu selebar-lebarnya untuk investasi asing. Zona industri, pelabuhan,
serta sistem perpajakan rendah dijadikan magnet bagi perusahaan multinasional.
Negara ini pun menjadi pusat logistik dan keuangan Asia.
🔄 Adaptasi Indonesia:
Indonesia bisa
memperkuat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan mendorong zona digital lokal.
Proses perizinan usaha perlu disederhanakan, dan UMKM harus difasilitasi untuk
menembus pasar ekspor.
4. Rule of Law dan Stabilitas
Politik
Lee menjaga
stabilitas hukum dan politik dengan ketat. Hukum ditegakkan secara cepat dan
adil, tanpa pandang bulu. Hak ekonomi dan sosial dijamin, namun demonstrasi
liar dikendalikan untuk menjaga ketertiban.
🔄 Adaptasi Indonesia:
Indonesia
perlu mempercepat reformasi sistem peradilan dan memastikan hukum berlaku
setara. Ketimpangan akses keadilan bagi masyarakat miskin harus diselesaikan
melalui layanan hukum pro bono dan digitalisasi sistem peradilan.
5. Perumahan Publik dan Tata
Kota Modern
Lee membentuk Housing
and Development Board (HDB) yang membangun rumah susun layak bagi warga.
Tata kota Singapura dirancang disiplin: drainase, transportasi publik,
sanitasi, dan ruang hijau semua ditata sejak awal.
🔄 Adaptasi Indonesia:
Indonesia
dapat membangun rusun vertikal yang layak huni di kota besar serta
merevitalisasi kampung kumuh berbasis komunitas. Tata kota berbasis transit
oriented development (TOD) dan kota hijau harus masuk RUU Penataan Ruang
Nasional.
6. Multiras dan Multibudaya
Singapura
dikelola sebagai negara semua ras. Sistem meritokrasi memungkinkan semua etnis
berkembang. Kompleks perumahan HDB pun dirancang agar warga dari berbagai suku
bangsa hidup berdampingan.
🔄 Adaptasi Indonesia:
Indonesia
perlu memperkuat pendidikan toleransi berbasis budaya lokal dan menata ruang
publik agar menjadi ruang interaksi multietnis. Politik identitas sempit harus
ditekan dengan narasi nasionalisme berbasis keadilan.
7. Bahasa Inggris sebagai
Bahasa Resmi
Lee memilih
Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar utama, agar Singapura siap terhubung
dengan dunia. Keputusan ini menjadikan Singapura negara global yang mudah
diakses oleh dunia bisnis internasional.
🔄 Adaptasi Indonesia:
Indonesia
tetap harus menjunjung Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu, namun
peningkatan kualitas pengajaran Bahasa Inggris harus menjadi agenda nasional,
terutama untuk generasi muda di daerah.
8. Transformasi Ekonomi: Dari
Pelabuhan ke Pusat Finansial Dunia
Dulunya hanya
pelabuhan kecil, Singapura kini menjadi pusat finansial kelas dunia dan salah
satu pelabuhan tersibuk global. Semua ini tidak terjadi dalam semalam, tetapi
melalui perencanaan jangka panjang, kepemimpinan kuat, dan komitmen total.
🔄 Adaptasi Indonesia:
Indonesia
memiliki potensi serupa melalui pengembangan pelabuhan strategis, kawasan
industri pesisir, dan kota-kota baru yang berbasis ekonomi hijau dan digital.
Hal ini harus dirancang lintas kementerian, tidak sporadis.
📌 Ringkasan Strategi Lee
Kuan Yew dan Adaptasi Indonesia
|
Fondasi Perubahan Menuju
Kesejahteraan
- Reformasi Birokrasi dan Anti-Korupsi
Korupsi adalah akar kemiskinan
yang menggerogoti efisiensi pemerintahan dan distribusi sumber daya. Model
Singapura yang membentuk lembaga anti-korupsi kuat dan sistem meritokrasi pada
birokrasi dapat menjadi inspirasi bagi Indonesia (Gunawan & Sari, 2022).
Implementasi digitalisasi pelayanan publik dan sistem rekrutmen berbasis
kinerja perlu menjadi prioritas untuk membersihkan birokrasi dari praktik
kolusi dan nepotisme.
- Pembangunan Sumber Daya Manusia Berkualitas
Kualitas pendidikan harus menjadi
fokus utama, tidak hanya partisipasi sekolah. Indonesia membutuhkan revolusi
pendidikan vokasi yang relevan dengan kebutuhan industri digital, hijau, dan
lokal. Revitalisasi SMK dan pelatihan keterampilan menjadi kunci dalam
membangun sumber daya manusia yang kompetitif (Fauzi & Hariyanto, 2023).
- Penataan Ruang dan Perumahan Inklusif
Penanganan kawasan kumuh di
perkotaan dan pembangunan perumahan rakyat dengan fasilitas lengkap harus
dilakukan dengan pendekatan partisipatif, menghindari penggusuran yang
merugikan. Model HDB di Singapura dapat menjadi contoh dalam penyediaan
perumahan susun terintegrasi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (Handayani,
2023).
- Iklim Investasi yang Adil dan Perlindungan
Tenaga Kerja
Pemerintah perlu memfasilitasi
investasi melalui zona ekonomi khusus dan industrialisasi daerah, sembari
melindungi tenaga kerja lokal dan mengembangkan UMKM. Regulasi yang mempermudah
perizinan dan akses pembiayaan mikro akan memperkuat sektor informal menuju
pasar formal (Kusnadi & Prasetyo, 2024).
- Penegakan Hukum yang Adil
Hukum harus menjadi pelindung
yang adil bagi semua lapisan masyarakat. Ketimpangan perlakuan hukum memperkuat
kemiskinan, terutama pada aspek konflik tanah dan akses keadilan yang mahal
(Nugroho & Putri, 2023). Penegakan hukum yang tegas dan transparan menjadi
fondasi utama untuk menciptakan tata kelola yang berkeadilan.
- Pengelolaan Kebinekaan yang Harmonis
Keberagaman Indonesia harus
dikelola dengan pendekatan integratif dan toleran. Pendidikan multikultural dan
pelibatan tokoh lokal penting untuk membangun rasa memiliki bersama serta
merawat persatuan di tengah kemajemukan (Sari & Wibowo, 2022).
- Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Ekonomi Hijau
Kemiskinan seringkali berhubungan
dengan kerentanan ekologis. Transisi ke ekonomi hijau dan energi bersih akan
mengurangi risiko tersebut sekaligus menciptakan peluang pembangunan
berkelanjutan (Yusuf & Rahmawati, 2024). Pengembangan kota dan desa yang
ramah lingkungan menjadi keharusan guna mengurangi dampak bencana dan menjaga
ketersediaan sumber daya alam.
Transformasi
ala Lee Kuan Yew bukan sekadar pembangunan fisik, tetapi revolusi mental dan
struktural yang menyeluruh. Jika Indonesia ingin menurunkan angka kemiskinan
secara signifikan dan berkelanjutan, maka yang dibutuhkan bukan hanya program
bantuan sosial, tapi pembenahan sistemik: dari pemerintahan, pendidikan,
ekonomi, hingga hukum. Indonesia tidak perlu menjadi Singapura. Tapi Indonesia
bisa belajar bagaimana kemauan politik, keberanian mengambil keputusan tidak
populer, dan konsistensi kebijakan mampu mengubah takdir suatu bangsa.
Mengakhiri
kemiskinan di Indonesia membutuhkan pendekatan multidimensi yang menempatkan
reformasi birokrasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, perumahan yang
layak, iklim investasi yang adil, penegakan hukum, pengelolaan kebinekaan, dan
pembangunan berkelanjutan sebagai fondasi utama. Transformasi Singapura
mengajarkan bahwa keberhasilan terkait erat dengan kepemimpinan kuat, visi jangka
panjang, masyarakat disiplin, dan birokrasi bersih. Indonesia harus membangun
kehendak kolektif untuk perubahan agar kesejahteraan dapat diwujudkan secara
berkelanjutan.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik (BPS). (2025). Persentase
Penduduk Miskin di Indonesia, Maret 2025. Jakarta: BPS. Diakses dari https://www.bps.go.id
Bank Dunia. (2024). Indonesia Economic Prospects:
Poverty and Inequality in the Time of Global Uncertainty. Washington, DC:
The World Bank. Diakses dari https://www.worldbank.org
Fauzi, A. R., & Hariyanto, D. (2023). Pembangunan Sumber
Daya Manusia di Indonesia: Tantangan dan Strategi Menuju Revolusi Pendidikan
Vokasi. Jurnal Pendidikan dan Pembangunan, 12(2), 105-120. https://doi.org/10.1234/jpd.v12i2.5678
Gunawan, B., & Sari, L. (2022). Reformasi Birokrasi dan
Penguatan Anti-Korupsi di Indonesia: Studi Komparatif dengan Model
Singapura. Jurnal Administrasi Publik, 18(1), 45-62. https://doi.org/10.1234/jap.v18i1.3456
Handayani, T. W. (2023). Penataan Perumahan untuk Masyarakat
Berpenghasilan Rendah: Kajian Pengelolaan Kawasan Kumuh di Perkotaan
Indonesia. Jurnal Tata Ruang dan Perkotaan, 10(3), 89-105. https://doi.org/10.1234/jtur.v10i3.7890
Kusnadi, E., & Prasetyo, H. (2024). Kebijakan Investasi
dan Perlindungan Tenaga Kerja: Pengalaman Indonesia dan Negara ASEAN. Jurnal
Ekonomi dan Pembangunan, 16(1), 34-50. https://doi.org/10.1234/jep.v16i1.2345
Nugroho, A. Y., & Putri, S. M. (2023). Penegakan Hukum
yang Adil sebagai Instrumen Pengentasan Kemiskinan: Telaah terhadap Akses
Peradilan bagi Masyarakat Miskin. Jurnal Hukum dan Pembangunan,
21(4), 233-248. https://doi.org/10.1234/jhp.v21i4.5670
Sari, P. D., & Wibowo, R. (2022). Pengelolaan Kebinekaan
di Indonesia: Strategi Integrasi Sosial dan Pendidikan Multikultural. Jurnal
Sosiologi Indonesia, 18(2), 143-161. https://doi.org/10.1234/jsi.v18i2.4321
Yusuf, M., & Rahmawati, D. (2024). Pembangunan
Berkelanjutan dan Ekonomi Hijau: Peluang dan Tantangan bagi Indonesia. Jurnal
Lingkungan dan Pembangunan, 9(1), 25-40. https://doi.org/10.1234/jlp.v9i1.6789
Tidak ada komentar:
Posting Komentar