My Story Beneath of Hidden Treasure

Post Top Ad

Minggu, 19 Januari 2014

Menghidupkan Karakter Sukarno-Hatta dalam Jiwa Penerus Bangsa



Bicara tentang sejarah Republik Indonesia tidak bisa lepas dari dua founding fathers atau bapak bangsa kita yaitu Sukarno dan Moh. Hatta. Mereka adalah dua orang yang berpendidikan tinggi disaat 95% rakyat kita buta huruf, namun memilih bersusah payah untuk menjadi pejuang kemerdekaan. Padahal, mereka bisa saja hidup enak dengan menjadi pegawai pemerintah Hindia Belanda atau korporasi lain di dunia pada masa itu. Sejalan dengan pendapat Pak Darwin Saleh dalam website inpirasinya berkenaan dengan tema Menghadirkan Teladan Kepemimpinan Bapak Bangsa di masa kini”  yang terkandung dalam pesan (artikel) berjudul “Mengenang Pemimpin Teladan di www. darwinsaleh.com, saya berpandangan bahwa saya setuju karena sosok pemimpin cerdas seperti Moh. Hatta perlu kita hadirkan dan hidupkan kembali.  Meneladani Moh. Hatta dan Sukarno tak hanya sebagai pribadi unggulan, lalu bagaimana agar karakter kedua founding fathers kita ini bisa hidup dalam setiap jiwa penerus bangsa?


Sukarno-Hatta (sumber: lihat disini)

Jas Merah (Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah)

Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah atau dikenal dengan singkatan “Jas Merah” adalah salah satu pidato terkenal Bung Karno yang berisi agar rakyat Indonesia tidak melupakan sejarah dan mau menghargai jasa-jasa pahlawan yang telah rela berkorban demi mewujudkan Republik Indonesia yang bebas dari penjajahan. Sebagaimana pendapat pak Darwin Saleh bahwa melalui pemimpin, Tuhan memberikan pelajaran dan teladan kepada kita, dengan memberikan contoh Mohammad Hatta yaitu seorang Wapres RI, intelektual sejati, giat belajar dan berorganisasi sejak dini, penganut agama yg patuh dan penuh toleransi, hingga akhirnya menjadi pribadi yang disegani di benua Eropa dan Asia sejak usia muda. Dedikasi berorganisasinya dimulai dengan mengurus keuangan, Sebagai bendahari perkumpulan sepakbola sekolah (usia 14 tahun), bendahari Jong Sumatranen Bond/JSB cabang Padang (16 tahun), JSB Pusat (19 tahun), hingga menjadi andalan Indische Vereeniging (perhimpunan pelajar nusantara di Belanda), lagi-lagi sebagai bendahari (20 tahun). Dipahaminya benar bahwa perjuangan suatu perkumpulan atau organisasi sangat bergantung kepada dedikasi dan iuran anggota sebagai tanda kesetiaan dan keterpanggilan jiwa.

Begitupun dengan Sukarno, dia sebagai seorang Presiden pertama RI yang pengalaman masa mudanya bisa menjadi referensi berharga bagi siapa saja yang ingin mendalami pembangunan karakter pemimpin. Sukarno memiliki kepercayaan diri yang kuat, keberanian yang luar biasa, dan mampu mengambil keputusan yang penting bagi Indonesia. Sukarno juga mampu menjadi sosok pemersatu berbagai kalangan di masa itu. Saat itu, Sukarno menjadi bagian penting lahirnya The Edge of Ideology di Indonesia. Ia banyak membuat tulisan yang terkait dengan pemikir-pemikir besar, seperti Marx dan Lenin. Ia bukan saja mengenalkan tetapi juga mengobarkan radikalisme terhadap imperialisme dan kapitalisme. 


Dalam konteks dan zaman berbeda seperti sekarangpun, “Jas Merah” dengan keteladanan Bung Karno dan Bung Hatta masih bisa diterapkan untuk generasi muda saat ini. Dari pesan itu tersirat dan tersurat bahwa bila kita mau mempelajari sejarah, bukan hal yang tidak mungkin kita bisa mengadaptasi kepemimpinan para pahlawan dalam hal ini adalah kedua bapak bangsa yaitu Sukarno-Hatta. Sepanjang hidup mereka dedikasikan untuk perjuangan dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Berikut ini rekam jejak prestasi founding fathers kita yang saya kelompokkan dalam dua masa yaitu masa pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan.

1.      Perjuangan Pra Kemerdekaan
Tergabung dalam dua organisasi pergerakan yang berbeda yang yaitu Perhimpunan Indonesia (PI) atau Indische Vereeniging yang digawangi oleh Moh. Hatta, dan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang digawangi Sukarno. Kedua founding fathers muda kita memiliki visi-misi yang sama untuk menentang kolonialisme dan imperalisme Belanda. Perhimpunan Indonesia kala itu  sudah memiliki Semboyan “Indonesia Merdeka” meskipun mengatakannya dengan Bahasa Belanda. Melalui media “Indonesia Merdeka” dan kegiatan internasional, dunia internasional mengetahui aktivitas perjuangan para pemuda Indonesia melalui kegiatan-kegiatan internasional yang diikuti oleh PI diantaranya mengikuti Kongres ke-6 Liga Demokrasi Internasional untuk Perdamaian di Paris pada tahun 1926. Delegasi Perhimpunan Indonesia dipimpin oleh Mohammad Hatta. Selain itu juga mengikuti Kongres I Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial di Berlin pada tahun 1927, mengirimkan Mohammad Hatta, Nasir Pamuncak, Batot, dan Achmad Subardjo.

Tak ubahnya dengan PI yang menyuarakan kemerdekaan Indonesia diforum internasional, PNI yang dipelopori oleh Sukarno lebih menyatukan kekuatan didalam negeri dengan mengobarkan semangat perjuangan nasional yaitu memelopori berdirinya Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). PPPKI diikuti oleh PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studi Club, dan Algemeene Studie Club. Dengan melakukan berbagai tindakan yang dilaksanakan untuk memperkokoh diri dan berpengaruh bagi masyarakat. Dan perlu diketahui sepak terjang kedua founding fathers kita saat itu dilakukan oleh mereka ketika belum genap berusia 30 tahun. Sehingga pada akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 dikumandangkanlah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.




1.      Perjuangan Pasca Kemerdekaan RI
Masa Kemerdekaan dan Perjuangan pasca kemerdekaan untuk mempertahankannya dimulai dari tahun 1945-1949 ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Indonesia diwarnai dengan pengisian perlengkapan sebagai negara merdeka dan perjuangan bersenjata serta berbagai diplomasi antara bangsa Indonesia dengan pihak Belanda. Diplomasi itu direalisasikan dalam perjanjian-perjanjian. Intinya Belanda sebenarnya tidak rela bila Indonesia merdeka. Sehingga dengan berbagai cara Belanda ingin memecah belah republik Indonesia yang baru lahir. Seperti  adanya agresi militer I dan agresi militer II yang megakibatkan disepakatinya perjanjian-perjanjian yang saat itu dikhianati oleh Belanda sendiri. Seperti perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville, Perjanjian New York, dan Perjanjian Roem-Royen adalah beberapa perjuangan diplomasi yang cukup berat dialami oleh kedua founding fathers kita yang saat itu sedang menjabat sebagai presiden.

Selain Belanda yang masih ingin menancapkan kekuasaannya di Indonesia, dari dalam negeri sendiripun tak luput dari isu pemberontakan yang dilakukan berbagai pihak. Diantaranya pemberontakan (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia), Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), Andi Azis, dan Republik Maluku Selatan (RMS). Ditambah lagi dengan Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), Pemberontakan Permesta. Dan yang paling besar yaitu Peristiwa Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965. Meski keduanya sempat berselisih paham politik sehingga pada tahun 1956 Mohammad Hatta  meletakkan jabatannya sebagai wakil presiden, tapi secara ideologis mereka adalah kawan yang saling melengkapi dalam perjuangan kemerdekaan. Buktinya, dihari meninggalnya Sukarno tahun 1970, dia tetap ingin berpamitan dengan Hatta untuk yang terakhir kalinya, sedangkan Moh. Hatta meninggal 10 tahun kemudian. Keduanya meninggal  dengan meninggalkan warisan sejarah yang amat bernilai bagi generasi penerusnya yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Karakter Sukarno-Hatta dalam Pengamalan Pancasila
Senada dengan www.darwinsaleh.com dalam judul Tetap Harus Dimulai Sekalipun Belum Tentu Selesai yang mengambil cuplikan dari salah satu pidato John F.Kennedy “All this will not be finished in the first one hundred days. Nor will it be finished in the first one thousand days, nor in the life of this adminstrasion, nor even perhaps in our lifetime on this planet. But let us begin”. Pesan moralnya, perjuangan harus dimulai sekalipun seseorang tidak sempat menyelesaikannya. Dalam sejarah tanah air, HOS Cokroaminoto dan kawan-kawan sudah gencar membicarakan kemerdekaan Indonesia sejak dua dekade pertama abad 20. Dari beliau, pemuda Soekarno mendapatkan semangat perjuangan kemerdekaan itu. HOS Cokroaminoto sudah mendiang ketika proklamasi itu dikumandangkan Bung Karno. Dan kini, Bung Karno dan Bung Hatta-pun sudah mendiang namun mewariskan  tongkat estafet perjuangan bagi generasi penerusnya.

Pancasila (sumber:kmnu-ipb.blogspot.com)

Tongkat estafet mereka ini sudah kita ketahui bersama yaitu berupa dasar negara kita yang disebut Pancasila. Pancasila yang terdiri dari lima sila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain menjadi tongkat estafet perjuangan, dalam Pancasila terdapat pula intisari dari karakter ideologis dari bapak bangsa kita.

Sebut saja sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”, dalam  sila ini merepresentasikan bahwa para bapak bangsa kita dan seluruh rakyat Indonesia berkeyakinan monotheisme yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan Tuhan. Dalam Sila kedua yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab” merepresetasikan bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Sila “Persatuan Indonesia” mewakili rasa nasionalisme untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Untuk sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” menunjukkan bahwa kepemimpinan demokratis yang mengutamakan suara dan kepentingan rakyat adalah prioritas dalam berpolitik. Sedangkan dalam sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” memiliki makna mendalam pentingnya jiwa solidaritas sosial dalam kehidupan berbangsa.

Dengan memahami dan mengamalkan kelima sila tersebut dalam jiwa setiap penerus bangsa, secara tidak langsung kita mewarisi tongkat estafet perjuangan bangsa sekaligus mewarisi karakter terbaik yang telah mereka persiapkan sejak zaman pergerakan nasional awal hingga perebutan kemerdekaan yang tidak mudah bapak bangsa dan para pahlawan untuk didapatkan. Memang mereka tidak bisa menyelesaikan semuai perjuangan yang mereka mulai dalam satu kali kehidupan mereka, namun melalui Pancasila mereka berpesan untuk kita meneruskan cita-cita itu.  Sahabat, mari kita hadirkan dan hidupkan karakter bapak bangsa, Sukarno-Hatta, dalam Jiwa penerus bangsa yaitu kita dengan cara mengamalkan Pancasila secara murni dan konsekuen. Salam Indonesia.

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari http://www.darwinsaleh.com/. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan.

Referensi:
-www.darwinsaleh.com
-id.wikipedia.org/wiki/Soekarno
- id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Hatta
-www.youtube.com

10 komentar:

  1. Karakter pemimpin seperti Bung Karno dan Bung Hatta hingga saat ini memang belum tergantikan
    berkunjung dan tinggalkan jejaknya ya di
    http://siethie.blogspot.com/2014/01/keistimewaan-indonesia-dengan-segudang.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. insyallah biar nggak persis tapi bisa meneruskan cita2nya. mari kita hidupkan karakter mereka. :)

      Hapus
  2. Mengingatkan kembali perjuangan para pahlawan, salah satu cara untuk kembali mensyukuri dan tidak menyia-nyiakan berkah kemerdekaan ini, nice post.

    Ditunggu juga kunjungan dan jejaknya di blog saya
    http://rakaraki.blogspot.com/2014/01/kompetisi-blog-kaum-muda-bicara.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener sekali! sehingga kita akan mau belajar n bekerja yg terbaik untuk kemakmuran bangsa Indonesia. thank you :)

      Hapus
  3. sebagai generasi muda kita emang musti bisa menghidupkan karakter bapak bangsa kita yang telah berjasa bagi kemerdekaan Indonesia. salut buat bapak bangsa kita. thanks buat post-nya yang menginspirasi. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. mari kita hidupkan karakter beliau-beliau yaitu pancasila dalam diri kita. ur welcome
      n thank you jg ya.. :)

      Hapus
  4. setiap pemimpin yang memiliki karakter sukarno-hatta inshala akan membawa bangsa ini pada indonesia yang makmur dan sentosa. nice post, keep writing tulisan yang bagus :)

    BalasHapus
  5. saya ngefans dengan kedua bapak bangsa ini, saya rasa belum ada satu orang pemimpinpun yang memiliki karakter sehebat mereka. nice post :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. biarpun menurut kita belum ada, kita semua harus berusaha untuk mencontohnya, van. ma kasih :)

      Hapus